Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Eropa Menanti, Perkebunan Kopi di Sumbar Terus Diperluas

Belum lama ini, Menteri Koperasi UKM Teten Masduki menyinggung soal kopi di Sumbar, setelah melakukan pertemuan dengan Gubernur Sumbar Mahyeldi.
Ilustrasi - Warga memetik kopi Arabika saat perayaan panen massal dalam rangkaian festival panen kopi di Bener Meriah Aceh./Antara
Ilustrasi - Warga memetik kopi Arabika saat perayaan panen massal dalam rangkaian festival panen kopi di Bener Meriah Aceh./Antara

Bisnis.com, PADANG - Kualitas kopi yang ada di Kabupaten Solok, Sumatra Barat, tidak diragukan. Pemasarannya telah mampu menembus pasar internasional seperti ke Amerika Serikat dan jumlah negara lainnya.

Potensi ini terus digarap dengan cara memperluas lahan perkebunan kopi, sehingga produksi pun bisa digenjot.

Belum lama ini, Menteri Koperasi UKM Teten Masduki menyinggung soal kopi di Sumbar, setelah melakukan pertemuan dengan Gubernur Sumbar Mahyeldi.

Teten menekankan Pemprov Sumbar terus mengembangkan komoditas kopi, karena kualitasnya yang baik serta telah menjangkau pasar Internasional.

"Saya berharap pembibitan kopi yang bersertifikat yang berada di Solok dapat menyuplai bibit kopi yang ada di Sumbar. Jadi perluasan lahan perkebunan bisa dilakukan," harapnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Syafrizal mengatakan dari data tahun 2021 ini, luas lahan perkebunan kopi di Sumbar 27.000 hektare lebih dengan rata-rata produksi sebanyak 17.000 ton per tahunnya.

Kawasan perkebunan kopi di Sumbar itu berada di Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar yaitu di Pariangan dan Salimpaung.

Selain itu juga ada di Kabupaten Agam di sekitar Lasi dan Situjuah, dan Kabupaten Pasaman Barat di Talamau.

"Jumlah produksi kopi di Sumbar masih terbilang sedikit. Padahal permintaan dari pasar cukup besar. Kita menargetkan tahun 2022 ini dan tahun depan, lahan perkebunan kopi ini perlu ditambah," katanya, Minggu (4/9/2022).

Dia menyebutkan target penambahan perluasan lahan di angka 1.000 hektare itu akan terus berlanjut dari tahun ke tahun, karena dilakukan secara bertahap.

Daerah yang didorong untuk penambahan perluasan lahan perkebunan kopi yakni di Kabupaten Solok, karena merupakan daerah dataran tinggi.

Pria yang akrab disapa Jejeng ini menjelaskan, alasan memilih wilayah Solok. Karena di daerah yang terkenal dengan suhu udara yang begitu sejuk itu, memiliki kopi arabika yang berkualitas.

"Ada kelompok tani atau koperasi kopi di Solok itu yang terbilang sukses, namanya Kopi Solok Radjo. Kopi mereka telah banyak di ekspor. Bahkan kualitas kopi arabika di Solok itu dicap sebagai salah satu kopi terbaik di Indonesia," ujarnya.

Dia menyebutkan cita rasa kopi arabika di Solok itu karena dipengaruhi oleh alam. Karena kopi yang tumbuh di dataran tinggi, akan memberikan cita rasa yang begitu baik. Untuk itu, target perluasan lahan diharapkan ada di daerah Solok tersebut.

Seiring adanya penambahan luas lahan perkebunan kopi, langkah selanjutnya akan ada pendampingan yang diberikan Pemprov kepada para petani kopi.

Seperti halnya mendorong petani kopi untuk melakukan sistem perkebunan dengan sistem organik. Alasan mendorong petani untuk menanam kopi organik, karena sudah menjadi standar ketentuan bagi negara-negara di eropa untuk menerima kopi luar negeri.

"Target kita kan kopi ini bisa di ekspor, tidak hanya ke Amerika Serikat. Tapi juga ke negara-negara Eropa lainnya. Ternyata ada standarisasi di negara Eropa itu, yakni kopinya harus ditanam secara organik," sebut Jejeng.

Menurutnya penanaman kopi organik bisa dikatakan tidak ada yang sulit. Dengan demikian, Pemprov Sumbar tinggal menyiapkan bantuan bibit kopi, alat produksi, dan diiringi dengan pendamping di lapangan. Sehingga kopi di Sumbar ini bisa ditangani dengan baik, dari hulu hingga ke hilir.

Sementara itu secara terpisah, Ketua Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) Perwakilan Sumbar Fajarudin mengatakan saat ini kawasan perkebunan kopi di Sumbar belum tersebar ke seluruh daerah. Karena tidak semua daerah bisa menghasilkan kualitas kopi yang baik.

"Kopi yang tumbuh di dataran tinggi memiliki kualitas yang baik. Jadi memang tidak semua daerah di Sumbar yang punya lahan perkebunan kopi," ujarnya.

"Pengembangan kopi memang tidak bisa merata di Sumbar, karena memperhitungkan kesuburan tanah, ketinggian, suhu dan iklim," sambungnya.

Fajarudin menjelaskan dari produksi 17.000 ton per tahunnya itu baru sedikit yang diekspor yakni untuk kopi arabika. Dimana 20 persen dari produksi merupakan kopi arabika, dan 80 persennya kopi robusta.

Seperti Kopi Solok Radjo, yang di ekspor itu kopi arabika. Sementara untuk kopi robusta mengisi pasar lokal. Kedua jenis kopi ini memiliki harga yang berbeda.

Kopi arabika harganya mencapai Rp80.000 hingga sekitar Rp120.000 per kilogram. Sedangkan untuk jenis robusta sekitar Rp30.000 hingga Rp41.000 per kilogramnya.

Dikatakannya melihat reng harganya, bisa diukur kualitas kopinya. Artinya Kopi Solok Radjo ini merupakan kualitas terbaik.

"Harga yang segitu mungkin tergolong mahal. Tapi soal rasa, tidak asal-asalan, memang terbaik," tegasnya.

Untuk itu, Fajarudin berharap Pemprov Sumbar serius untuk melakukan perluasan lahan perkebunan kopi, sehingga produksi pun bisa ditingkatkan.

"Kalau kopi ini berjalan baik, secara tidak langsung turut mengangkat ekonomi masyarakat yang bergerak di perkebunan kopi," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Dekopi Anton Apriyantono mengatakan berdasarkan data BPS 2017 untuk luas perkebunan kopi di Indonesia itu mencapai 1,2 juta hektare.

Tapi masih sebagian kecil yang telah menerapkan sistem perkebunan kopi organik. Padahal kopi organik menjadi salah satu penilaian penting untuk bisa tembus ke pasar Eropa.

Begitu juga di Sumbar, kata Anton, yang memiliki kopi arabika terbaik. Kopi Solok Radjo yang kini menjadi salah satu kopi unggulan Indonesia juga diharapkan bisa menerapkan tanaman kopi organik itu.

Dia menilai jika kopi organik di Sumbar jalan, maka ekonomi Sumbar dari sektor kopi akan bangkit. Karena tidak hanya mampu memenuhi pasar kopi lokal maupun domestik, tapi juga pasar internasional.

Anton mengingatkan agar kondisi perkopian di Sumbar saat ini jangan puas dengan keberadaan kopi di Solok saja. Daerah-daerah di Sumbar lainnya yang juga memiliki perkebunan kopi, juga perlu untuk diarahkan dan dibina memproduksi kopi terbaik.

Anton menyatakan bila pemerintah dan petani saling berkolaborasi mendorong perkembangan kopi, maka Sumbar akan menjadi salah satu daerah penghasil kopi unggulan di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Noli Hendra
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper