Bisnis.com, MEDAN - Kasus dugaan korupsi kredit modal kerja antara PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk Kantor Cabang Medan dan PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) senilai Rp39,5 miliar kembali jadi sorotan.
Sebab, para tersangka dari pihak BTN maupun PT KAYA sampai saat ini belum diseret ke meja persidangan selaku terdakwa.
Aroma busuk penanganan kasus semakin merebak lantaran terdakwa pertama yang ditetapkan justru oknum notaris bernama Elviera.
Perempuan tersebut diketahui hanya berperan sebagai notaris pembuat akta perjanjian kredit antara BTN dan PT KAYA yang belakangan jadi perkara.
Kejanggalan inilah yang menjadi sorotan Pemuda Lumbung Informasi Rakyat (Pemuda LIRA) Kota Medan.
"Kami menggarisbawahi ini sebagai sebuah kejanggalan. Mengapa pihak-pihak berwenang di BTN Kantor Cabang Medan dan PT KAYA justru belum diseret ke pengadilan?" ujar Koordinator Tim Investigasi Pemuda LIRA Kota Medan Andrian Siagian kepada Bisnis, Senin (11/7/2022).
Baca Juga
Pada persidangan perdana beberapa waktu lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara mendakwa Elviera selaku notaris dalam perjanjian kredit Nomor 158 tertanggal 27 Februari 2014 antara PT BTN Kantor Cabang Medan selaku kreditur dan PT KAYA selaku debitur.
Akta perjanjian kredit tersebut mencantumkan 93 agunan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Agung Cemara Realty (ACR).
Belakangan diketahui bahwa sebagian besar agunan tersebut masih terikat tanggungan pada PT Bank Sumut Cabang Tembung. Jumlah agunan yang belum lunas tersebut mencapai 79 SHGB.
Jaksa mendakwa Elviera menerbitkan surat keterangan atau covernote palsu yang seolah-olah menerangkan bahwa agunan 93 SHGB itu telah memenuhi syarat balik nama.
Sehingga BTN Kantor Cabang Medan bisa mencarikan Kredit Modal Kerja Konstruksi Kredit Yasa Griya (KMK-KYG) untuk PT KAYA. Surat keterangan yang diterbitkan Elviera bernomor 74/EA/Not/DS/II/2014 tanggal 27 Februari 2014.
Dalam proses pencairan kredit, menurut Andrian, terdapat standar operasional prosedur yang mewajibkan legal meeting antara calon debitur dan kreditur.
"Karena itu, seharusnya unsur pimpinan di BTN Kantor Cabang Medan, termasuk pejabat analis perkreditan, yang lebih dulu diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan keputusan yang mereka ambil," katanya.
Pada masa pencairan kredit bermasalah ini, Kepala BTN Kantor Cabang Medan masih dijabat oleh Ferry Sonefille. Sedangkan jabatan Wakil Kepala BTN Kantor Cabang Medan diduduki oleh Agus Fajariyanto.
Pada saat yang sama, Pejabat Kredit Kantor BTN Cabang Medan masih diemban R Dewo Pratoloadji. Sementara Aditya Nugroho menjabat Analis Kredit Kantor BTN Cabang Medan.
Di pihak lain, jabatan Direktur PT Kaya kala itu dijabat oleh Canakya Suman. Sedangkan Mujianto menjabat sebagai Direktur PT ACR.
"Sekali lagi, ke mana mereka? Mengapa mereka belum diseret ke pengadilan?" tanya Andrian.
Di sisi lain, lanjut Andrian, Pemuda LIRA Kota Medan juga menemukan dugaan penyelewengan dana kredit tersebut.
Menurutnya, sebagian dana yang diterima PT KAYA dari BTN Kantor Cabang Medan justru digunakan untuk melunasi kredit PT ACR di Bank Sumut Cabang Tembung yang telah jatuh tempo.
"Sehingga telah terjadi penyimpangan peruntukan atas aliran kredit KMK-KYG di BTN Cabang Medan ini, dari yang seharusnya untuk membangun perumahan menjadi untuk melunasi utang," katanya.
Kuasa hukum terdakwa Elviera, Tommy Sinulingga, sebelumnya juga membeberkan berbagai kejanggalan dalam kasus dugaan korupsi ini.
Tommy mengatakan, kliennya baru ditunjuk sebagai notaris di ujung proses pencairan kredit. Sebab, katanya, BTN Kantor Cabang Medan dan PT KAYA sudah memiliki perjanjian sendiri.
"Keberadaan notaris adanya di akhir perjanjian mereka, karena sudah ada persetujuan para pihak antara BTN dan developer. Setelah itu baru lah klien kami masuk," ujar Tommy.
Menurut Tommy, bank mestinya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memilih debitur. Sedangkan notaris hanya berperan membuat persetujuan antara pihak terkait.
"Bagaimana mungkin klien kami disangkakan melakukan tindak pidana korupsi, padahal SOP mereka yang salah," katanya.
Pada sidang perdana Senin (13/6/2022) lalu, JPU Resky Pradhana Romli membeberkan bahwa Elviera selaku notaris telah bekerja sama dengan PT BTN Kantor Cabang Medan berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Sama Nomor : 00640/Mdn.I/LA/III/2011 tanggal 11 Maret 2011.
Kontrak kerja sama itu kemudian diperpanjang lagi berdasar Perjanjian Kerja Sama Nomor : 20/PKS/MDN/II/2014 tanggal 25 Februari 2014.
Pada dakwaannya, Jaksa Resky mendakwa Elviera memberi bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi sebenarnya kepada sejumlah pihak.
Antara lain yakni eks Kepala BTN Kantor Cabang Medan Ferry Sonefille, lalu Pejabat Kredit Komersial BTN Kantor Cabang Medan R Dewo Pratoliadji dan Analisa Kredit Komersial BTN Kantor Cabang Medan Aditya Nugroho.
Kerja sama antara Elviera dan BTN Cabang Medan menyangkut pemberian kredit kepada PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA). Saat itu, direktur PT KAYA dijabat oleh Canakya Siuman.
Menurut JPU Resky, Elviera membuat Akta Perjanjian Kredit Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014 antara PT BTN Kantor Cabang Medan selaku kreditur dan PT KAYA selaku debitur.
Akta itu mencantumkan 93 agunan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT ACR. Dari total agunan, sebanyak 79 SHGB di antaranya masih terikat tanggungan di Bank Sumut Cabang Tembung dan belum lunas.
Elviera diduga membuat surat keterangan atau covernote nomor: 74/EA/Not/DS/II/2014 tanggal 27 Februari 2014. Surat itu menerangkan bahwa seolah-olah terdakwa sudah menerima seluruh persyaratan untuk balik nama 93 SHGB.
Sehingga kredit modal kerja konstruksi kredit yasa griya (KMK-KYG) dari PT BTN Kantor Cabang Medan dapat dicairkan untuk PT KAYA.
Perbuatan terdakwa, kata JPU Resky, dianggap bertentangan dengan Surat Edaran Direksi PT BTN Tbk Nomor 18/DIR/CMO/2011 tanggal 24 Mei 2011. Elviera diduga hendak memperkaya diri sendiri atau orang lain dan mengakibatkan kerugian negara senilai Rp39.500.000.000.
"Perbuatan terdakwa dinilai telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," ujar JPU Resky.
Jaksa mendakwa Elviera melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Terdakwa juga didakwa dengan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara Yos A Tarigan mengatakan bahwa penanganan kasus ini sedang berproses. Dia meminta publik agar mempercayakan penanganannya pada tim Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara.
"Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara dengan tim Pidsus telah berjalan, yang lainnya berproses. Kita percayakan ke tim Pidsus. Nanti diuji di persidangan yang akan berproses," katanya kepada Bisnis.