Bisnis.com, MEDAN - Sumatra Utara mengalami inflasi 1,40 persen pada Juni 2022. Secara tahun berjalan, inflasi provinsi ini tercatat 4,18 persen. Sedangkan secara tahunan atau year on year (yoy), inflasi Sumatra Utara tembus 5,61 persen.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Utara Nurul Hasanudin, laju inflasi Sumatra Utara pada Juni 2022 tercatat lebih tinggi dibanding inflasi nasional.
Catatan tersebut sama seperti tiga bulan sebelumnya atau sejak Maret 2022, inflasi Sumatra Utara masih bertengger di atas sasaran inflasi nasional.
"Pada Juni 2022 ini, inflasi di Sumatra Utara mencapai 1,40 persen. Angka inflasi ini cukup tinggi sebagai mana kita simak juga dari rilis pusat, kita berada di atas angka nasional," kata Nurul, Jumat (1/7/2022).
Laju inflasi sebesar 1,40 persen pada Juni 2022 diperoleh dari gabungan inflasi lima kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumatra Utara.
Yaitu Kota Sibolga sebesar 1,12 persen, Kota Pematang Siantar sebesar 1,36 persen, Kota Medan sebesar 1,39 persen, Kota Padang Sidimpuan sebesar 1,29 persen dan Kota Gunung Sitoli sebesar 2,72 persen.
Baca Juga
Nurul mengatakan, upaya pengendalian inflasi mesti dilakukan multipihak sehingga target 3%+1% bisa terjaga. Seperti dituliskan di atas, inflasi Sumatra Utara tembus 5,61 persen secara tahunan (yoy) pada Juni 2022. Sedangkan laju inflasi nasional tercatat 4,35 persen.
"Artinya, target inflasi 3%+1% ini, kalau tidak ada langkah-langkah yang taktis, boleh jadi tidak akan tercapai. Karena inflasi year on year ini biasanya dijadikan sebagai early warning terkait capaian inflasi kita selama genap satu tahun," kata Nurul.
Pada Juni 2022, 10 dari 11 kelompok pengeluaran kompak mengalami inflasi. Hanya kelompok Rekreasi, Olahraga, dan Budaya yang mengalami deflasi, yakni sebesar 0,02 persen.
Sedangkan kelompok pengeluaran tertinggi adalah kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau. Inflasinya tercatat 3,39 persen dan memberi andil sebesar 1,14 persen.
"Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau mengalami inflasi yang paling tinggi, yakni 3,39 persen dengan andil inflasi 1,14 persen. Tentunya ini menjadi perhatian kita, bahwa komoditas utamanya selaras dengan yang disampaikan BPS pusat. Di sana ada cabai merah yang tercatat sangat tinggi," kata Nurul.
Secara lebih rinci, 10 kelompok pengeluaran yang inflasi adalah Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 3,39 persen dan memberi andil inflasi 1,14 persen.
Kemudian kelompok Pakaian dan Alas Kaki sebesar 0,28 persen dengan andil 0,02 persen, lalu kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga sebesar 0,07 persen dengan andil 0,01 persen.
Selanjutnya kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga sebesar 0,66 persen dengan andil 0,04 persen, kelompok Kesehatan sebesar 0,06 persen dengan andil 0,00 persen, kelompok Transportasi sebesar 1,89 persen dengan andil 0,19 persen.
Lalu kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan sebesar 0,01 persen dengan andil 0,00 persen, kelompok Pendidikan sebesar 0,01 persen dan memberi andil 0,00 persen.
Kemudian kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran sebesar 0,08 persen dengan andil 0,01 persen dan kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya sebesar 0,00 persen dan memberi andil 0,00 persen.
Pada Juni 2022, komoditas utama penyumbang inflasi di Sumatra Utara antara lain, cabai merah, angkutan udara, bawang merah, ikan dencis, cabai rawit, cabai hijau, dan telur ayam ras.
Secara nasional, inflasi Indonesia pada Juni 2022 tercatat 0,61 persen. Secara tahun berjalan atau tahun kalender, inflasi Indonesia tercatat 3,19 persen. Sedangkan secara tahunan mencapai 4,35 persen.
Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, inflasi Indonesia pada Juni 2022 menjadi yang paling tinggi sejak Juni 2017 lalu.
Penyebab inflasi kali ini masih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan telur ayam.
"Ini merupakan inflasi tertinggi sejak Juni 2017. Pada saat itu sebesar 4,37 persen," ujar Margo.
Sejak Maret 2022, laju inflasi tahunan Sumatra Utara tercatat melampaui target sasaran inflasi nasional sebesar 3%+1%.
Pada awal tahun atau Januari 2022, inflasi Sumatra Utara langsung melambung 1,03 persen atau meningkat 2,30 persen (yoy). Jumlahnya kemudian meningkat pada Februari 2022 menjadi 2,45 persen (yoy).
Lonjakan drastis terjadi mulai Maret 2022. Angka inflasi menjadi 3,26 persen (yoy) atau mulai berada di atas sasaran inflasi nasional.
Tren ini berlanjut pada April 2022. Laju inflasi Sumatra Utara tercatat meningkat sebesar 3,63 persen (yoy). Begitu juga pada Mei 2022 yang tercatat 4,18 persen (yoy).
Atas kondisi di atas, Bank Indonesia mengingatkan ancaman gelombang tinggi inflasi yang berpotensi melanda Sumatra Utara pada 2022.
"Secara keseluruhan tahun 2022, inflasi Sumatra Utara diprakirakan akan lebih tinggi dari tahun 2021, dan berpotensi berada di atas rentang target inflasi nasional," kata Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Utara Ibrahim.
Inflasi di Sumatra Utara mengalai tren peningkatan secara tahunan atau year on year (yoy).
Menurut Ibrahim, inflasi pada Mei 2022 lalu karena disebabkan komoditas minyak goreng. Bahan pangan pokok ini menjadi faktor utama pembentukan inflasi karena tingginya harga minyak goreng jenis curah di pasaran.
"Pada Juni 2022, inflasi Sumatra Utara, baik secara bulanan maupun tahunan, diprakirakan masih mengalami tekanan inflasi yang cukup tinggi dibandingkan bulan sebelumnya," katanya.
Kondisi di atas, lanjut Ibrahim, tak lepas dipengaruhi oleh faktor cuaca. Sebab, pada masa itu curah hujan relatif masih tinggi sehingga berpengaruh terhadap produksi sejumlah komoditas hortikultura.
Di samping itu, ada pula faktor harga pupuk dan pakan ternak melonjak serta tarif angkutan udara yang diprakirakan tetap tinggi seiring perkembangan mobilitas masyarakat dan harga avtur dunia.
Menurut Ibrahim, peningkatan inflasi Sumatra Utara didorong oleh perbaikan pendapatan masyarakat seiring proses pemulihan perekonomian.
Peningkatan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal lainnya seperti ketegangan geopolitik dunia, kebijakan dalam negeri Tiongkok soal penanganan Covid-19.
Kemudian karena kenaikan harga energi dan pangan global serta kebijakan proteksionisme pangan beberapa negara.
Oleh karena itu, kata Ibrahim, Bank Indonesia menyarankan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) agar mengambil kebijakan yang tepat demi mengantisipasi tekanan inflasi.
Khususnya pada kelompok bahan makanan melalui upaya keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, peningkatan produksi dan kelancaran distribusi.
"Bank Indonesia bersama TPID terus mengimbau masyarakat untuk melakukan belanja secara bijak sesuai dengan kebutuhan," kata Ibrahim.
Pengamat ekonomi asal Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Gunawan Benjamin sebelumnya telah memprediksi gelombang inflasi tinggi di Sumatra Utara pada Juni 2022. Penyebabnya antara lain karena harga komoditas cabai merah.
Harga cabai merah di Sumatra Utara diketahui sempat menyentuh Rp130.000 per kilogram. Namun belakangan ini terjadi penurunan. Berdasar pantauan, harga cabai merah dijual antara Rp70.000 - Rp80.000 per kilogram pada Rabu (29/6/2022).
Menurut Gunawan, harga cabai merah pada Juni 2022 rata-rata mengalami peningkatan 144 persen dibanding bulan sebelumnya. Selain cabai merah, kenaikan serupa juga alami harga cabai rawit, bawang merah dan telur ayam.
Melihat kondisi yang terjadi, Gunawan sebelumnya memprediksi laju inflasi Sumatra Utara pada Juni 2022 masih tetap berada di atas target inflasi nasional. Prediksi itu kemudian terbukti benar.
"Padahal ini masih bulan Juni, besar kemungkinan akan jebol di atas 4 persen hingga tutup tahun," katanya.
Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Pemprov Sumatra Utara Naslindo Sirait mengatakan, penanganan inflasi mesti mengacu pada asal-usul penyebabnya.
Menurut Naslindo, inflasi umumnya disebabkan oleh dua hal. Yakni karena peningkatan harga kebutuhan dan peningkatan demand atau permintaan.
"Untuk Sumatra Utara dari Januari sampai Mei 2022 terjadi tren peningkatan inflasi baik inflasi inti maupun inflasi karena volatile food," kata Naslindo kepada Bisnis.
Naslindo mengatakan, terdapat sejumlah komoditas yang selama ini kerap menyumbang inflasi di Sumatra Utara. Antara lain cabai merah, bawang merah, daging sapi, ikan dencis dan tiket pesawat terbang.
Untuk cabai merah dan bawang merah, menurut Naslindo, kenaikan harga terjadi akibat suplai berkurang. Dari sisi produksi, menurutnya, Sumatra Utara memang mengalami surplus. Akan tetapi, hasilnya didistribusikan ke luar daerah.
Selain itu, faktor cuaca hingga kondisi geopolitik juga berperan menyumbang kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan.
"Yang terakhir banyak petani cabai beralih menanam komoditas lain seperti jagung, karena di bulan-bulan sebelumnya harga cabai turun sangat rendah sehingga beberapa petani rugi dan trauma," kata Naslindo.
Naslindo mengatakan, sisi permintaan juga mempengaruhi laju inflasi di Sumatra Utara. Pada waktu dekat, umat Muslim akan merayakan Iduladha. Umumnya, permintaan terhadap hewan kurban akan melonjak. Seperti sapi dan hewan ternak lainnya.
Perilaku tersebut saat ini dihadapkan dengan adanya wabah Penyakit Kuku dan Mulut (PMK).
"Tentu suplai akan terganggu," katanya.
Tak berhenti di situ, Naslindo memprediksi kebutuhan masyarakat terhadap barang-barang seperti perlengkapan sekolah juga akan meningkat pada Juli dan Agustus 2022. Peningkatan ini diyakini juga bakal memicu inflasi.
Selanjutnya, terdapat berbagai kebijakan pemerintah pusat seperti pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis tertentu dan kenaikan tarif listrik.
"Ini juga diperkirakan akan memicu inflasi," ujarnya.