Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target STAA Perluas Kebun Sawit Jadi 50.000 Ha Kurun 3 Tahun, Intip Bocorannya

Saat ini, STAA sendiri sudah memiliki 13 perkebunan kelapa sawit seluas total 41.775 hektare. Dengan demikian, ditargetkan ada penambahan sekitar 8.000 hektare.
Pabrik pengolahan kelapa sawit PT Sumber Tani Agung Resources Tbk. (STAA).
Pabrik pengolahan kelapa sawit PT Sumber Tani Agung Resources Tbk. (STAA).

Bisnis.com, MEDAN - Fokus pada bisnis kelapa sawit menggiring hasrat PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) untuk memperluas perkebunannya.

Tak tanggung-tanggung, emiten baru Bursa Efek Indonesia itu menargetkan punya 50.000 hektare kebun kelapa sawit dalam waktu tiga tahun mendatang.

Saat ini, STAA sendiri sudah memiliki 13 perkebunan kelapa sawit seluas total 41.775 hektare. Dengan demikian, ditargetkan ada penambahan sekitar 8.000 hektare.

Menurut Deputy Finance Director STAA Edward Wijaya, ekspansi akan memprioritaskan skema akuisisi. STAA akan membeli perkebunan yang telah ada, sehingga tidak perlu membuka lahan baru lagi.

Strategi ini ditempuh karena beberapa pertimbangan. Seperti faktor perizinan dan efisiensi waktu. Akuisisi dianggap lebih gampang dilakukan ketimbang membuka kebun baru.

"Harapannya bisa mengakuisisi kebun yang jaraknya dekat atau tidak jauh dengan kebun existing kami, sehingga bisa bersinergi," kata Edward saat berbincang dengan Bisnis, Jumat (8/4/2022).

Selain perkebunan, STAA selama ini juga sudah memiliki sembilan unit pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO), satu unit pabrik Kernel Crushing dan satu unit pabrik Solvent Extraction.

Perkebunan serta pabrik-pabrik tersebut tersebar di empat provinsi, yakni Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.

Edward mengatakan, dua tahun belakangan STAA fokus menjual produk CPO di dalam negeri. Menurut Edward, pilihan itu didasari margin hasil penjualan lokal yang lebih tinggi ketimbang ekspor.

Hal ini pula yang membuat STAA tidak terdampak signifikan oleh kebijakan baru pemerintah soal pembatasan ekspor CPO.

"Harga lokal kami kira lebih bagus dari ekspor. Sejak tahun lalu sampai saat ini kami memang belum ada mengekspor CPO," kata Edward.

Berdasar Laporan Keuangan Tahunan per 31 Desember 2021 yang telah diaudit, STAA membukukan pendapatan hingga Rp5,8 triliun. Pendapatan tahun lalu meningkat 39,9 persen dibanding tahun 2020 yang tercatat Rp4,2 triliun.

Kinerja positif sepanjang 2021 turut mendongkrak perolehan laba bersih perseroan menjadi Rp1,24 triliun. Meningkat hingga 147,8 persen secara year on year (yoy) dibanding laba bersih yang diperoleh tahun 2020 lalu, yakni Rp500 miliar.

Laba kotor STAA juga meningkat 98,2 persen (yoy) pada 2021 menjadi Rp2,27 triliun. Sedangkan laba usahanya naik 102,3 persen (yoy) menjadi Rp1,72 triliun.

Di sisi lain, STAA tercatat memiliki total aset senilai Rp5,86 triliun. Meningkat dibanding aset tahun 2020 yang senilai Rp5,08 triliun. Peningkatan juga terjadi pada nilai ekuitas dari yang awalnya Rp2,15 triliun menjadi Rp3,09 triliun.

Sedangkan untuk liabilitas STAA berhasil turun menjadi Rp2,76 triliun dari yang sebelumnya Rp2,92 triliun. Penurunan berhasil dilakukan setelah pelunasan utang bank jangka pendek senilai Rp156 miliar dan utang bank jangka panjang menjadi Rp2,12 triliun.

Menurut Direktur Utama STAA Mosfly Ang, kinerja positif sepanjang 2021 tak lepas dari peningkatan kapasitas produksi. Sebab, STAA telah menambah satu unit pabrik lagi pada tahun lalu.

Tambahan pabrik akhirnya mendongkrak total kapasitas produksi menjadi 450MT per jam dan menghasilkan CPO sebanyak 383.800 MT.

Kemudian, produksi tandan buah segar (TBS) dari kebun inti perusahaan juga meningkat 9 persen pada 2021 lalu menjadi 878 ribu ton.

Selain didukung lonjakan harga CPO, pada tahun lalu STAA juga meningkatkan efisiensi. Baik dari segi operasional maupun struktur permodalan.

Mosfly mengatakan, margin profitabilitas STAA pun turut meningkat. Terutama pada sisi margin laba operasi dan margin laba bersih.

"Selain itu, di dalam negeri tren positif ini juga didukung karena adanya kebijakan oleh pemerintah yang berupaya untuk mengurangi ketergantungan energi fosil dengan memproduksi green diesel D100, atau produk bahan bakar diesel yang seluruh komponennya berbasis minyak sawit (CPO)," ujar Mosfly melalui keterangan tertulis, Selasa (5/3/2022).

Pada Kamis (10/3/2022) lalu, PT Sumber Tani Agung Resources Tbk telah resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kode emiten sawit ini adalah STAA.

Emiten melepas 903.372.600 saham baru dengan nilai nominal Rp100 per lembar.

Jumlah itu setara 8,29 persen dari modal ditempatkan atau disetor penuh. Harga penawaran dipatok Rp600 per saham.

Pada perhelatan IPO, STAA menunjuk PT DBS Vickers Sekuritas Indonesia dan PT CIMB Niaga Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi saham.

Mosfly mengatakan, IPO menjadi momentum penting dan bersejarah bagi perseroan karena resmi menempatkannya sebagai perusahaan publik. Tercatatnya STAA sebagai perusahaan publik membuka banyak peluang untuk masa depan STAA.

"Melalui IPO ini, menjadikan STAA memiliki akses pendanaan yang lebih luas dan jejaring bisnis yang terbuka lebar," ujar Mosfly.

Penawaran saham perdana memeroleh respons positif. Hal itu terlihat dari demand alias permintaan yang tinggi dari para investor. Jumlah permintaan langsung mencapai oversubscribed sebanyak 18,567 kali dari penjatahan pooling.

Mosfly mengatakan, respons ini tak lepas dari outlook positif industri kelapa sawit. Di mana kinerja perseroan berpotensi tumbuh seiring dengan kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO. Pada tahun ini, harganya tercatat tertingginya sejak tujuh tahun terakhir.

Pada penawaran umum perdana ini, perseroan mengantongi dana segar sebesar Rp542.023.560.000 dengan kapitalisasi pasar senilai Rp6,54 triliun.

Mosfly menjelaskan, seluruh dana hasil IPO, setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi saham, akan digunakan untuk belanja modal atau Capital Expenditure (CapEx).

Sebagian besar akan dipakai untuk pembangunan industri hilir anak usaha, yaitu PT Sumber Tani Agung Oils & Fats (STAOF) di atas lahan seluas 42,6 hektare.

Dana IPO selanjutnya akan digunakan untuk CapEx lain. Sekitar 56 persen akan digunakan untuk pembangunan refinery dengan kapasitas 2.000 MT CPO per hari. Pembangunan ini membutuhkan waktu 22 bulan dan diperkirakan selesai pada Oktober 2023 mendatang.

Sekitar 22 persen dana lainnya akan digunakan untuk pembangunan fasilitas dermaga yang membutuhkan waktu 22 bulan dan juga diperkirakan selesai pada Oktober 2023.

Kemudian sekitar 22 persen lagi akan digunakan untuk pembangunan tangki timbun dengan kapasitas 35.000 MT yang diperkirakan selesai pada waktu yang sama.

"Seluruh dana hasil IPO akan kami gunakan untuk kebutuhan belanja modal dan ekspansi usaha perseroan, di mana sebagian besarnya kami akan fokuskan untuk pembangunan industri hilir yang bertujuan untuk meningkatkan produksi produk value added kami," kata Mosfly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper