Bisnis.com, MANDAILING NATAL - Musyawarah antara PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) dengan 58 warga Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara, berujung buntu.
Warga kompak angkat kaki dari tempat pertemuan. Para korban merasa tidak puas dengan sikap PT SMGP mengenai perkara keracunan massal yang kembali terulang.
Menurut Mukhlis Nasution, seorang warga setempat, perusahaan itu meminta waktu menunggu hasil investigasi aparat soal penyebab keracunan. Yakni paling cepat 30 hari dan paling lama tiga bulan.
Pada pertemuan itu, kata Mukhlis, PT SMGP lebih menjelaskan tentang gas beracun Hidrogen sulfida (H2S) yang sejatinya tidak begitu dipahami masyarakat.
Karena tidak menemukan jalan tengah, warga akhirnya membubarkan diri dari kantor camat, tempat pertemuan itu berlangsung.
"Jadi masyarakat geram lah, akhirnya bubar sendiri. Gagal musyawarah itu di kantor camat," kata Mukhlis kepada Bisnis, Senin (14/3/2022).
Sementara itu, pihak PT SMGP belum dapat dimintai keterangannya mengenai musyawarah dengan korban keracunan massal yang berakhir gagal.
Manager Community Development and Community Relations PT SMGP Nina Gultom memblokir panggilan seluler Bisnis sejak pemberitaan awak tentang tragedi keracunan massal ini dipublikasikan.
Akan tetapi, perusahaan itu sempat menerbitkan pernyataan yang membantah bahwa ulah mereka saat uji sumur untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi menyebabkan keracunan massal kembali terjadi.
"Tidak ada indikasi atau bukti yang mendukung klaim paparan gas H2S dari sumur AAE-05 seperti yang telah dilaporkan," petikan surat pernyataan PT SMGP.
Kapolres Mandailing Natal AKBP Reza Chairul Akbar membenarkan bahwa musyawarah antara PT SMGP dan korban keracunan massal berakhir tanpa hasil.
"Ya, situasi tetap kondusif," kata Reza.
Setidaknya 58 warga Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara, keracunan gas Hidrogen sulfida (H2S) pada Minggu (6/3/2022) lalu.
Gas beracun itu diduga berasal dari kegiatan uji sumur AAE-05 pada proyek PLTP yang dikelola PT SMGP.
Tragedi keracunan massal bukan kali pertama terjadi. Pada Januari 2021 lalu, 49 orang juga jadi korban keracunan. Lima di antaranya bahkan meninggal dunia. Sebagian dari korban tewas merupakan anak-anak. Tak sampai di situ, keracunan juga dialami dua warga pada Mei 2021.
Reza mengatakan, penanganan perkara keracunan massal yang menyebabkan setidaknya 58 orang dilarikan ke rumah sakit kini sudah dilimpahkan ke Polda Sumatra Utara.
"Perkara sudah kami limpahkan ke Polda," kata Reza.