Bisnis.com, PEKANBARU — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau menilai penurunan harga sawit sebesar 35 persen dari harga sebelumnya, bisa memicu meningkatnya tingkat kemiskinan di Bumi Lancang Kuning.
Sekretaris Komisi II DPRD Riau Sugianto mengatakan turunnya harga jual tandan buah segar (TBS) sawit petani yang mencapai 35 persen, sangat merugikan petani sawit karena tidak diimbangi dengan turunnya harga pupuk.
"Jadi pemerintah kalau membuat regulasi yaitu DMO sawit, harus diimbangi dong dengan komponen pendukungnya supaya ekonomi petani sawit juga bisa kondusif," ujarnya Minggu (30/1/2022).
Dari data Apkasindo, harga TBS sawit petani saat ini berada di posisi Rp2.550 per kilogram atau turun hingga 35 persen dari harga sebelum kebijakan DMO senilai Rp3.520 per kilogram.
Menurutnya kenaikan dan penurunan harga TBS sawit adalah hal wajar, tapi jika langsung turun sebesar 35 persen dan harga pupuk masih melambung tinggi, pihaknya menilai kebijakan ini sama saja dengan membunuh rakyat pelan pelan dan angka kemiskinan bakal meningkat.
Karena itu pihaknya meminta kepada pemerintah pusat agar kebijakan yang diambil tentang CPO dan harga sawit ini bisa diikuti dengan kebijakan komponen lain.
Baca Juga
Sugianto menambah, pemerintah harus benar-benar mengawasi distribusi dan penjualan pupuk subsidi agar tepat sasaran. "Karena yang saya temui di lapangan, penjualan pupuk subsidi ini dijadikan mainan oleh oknum tertentu," ujarnya.
Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengimplementasikan kebijakan domestic market obligation (DMO) dengan harga khusus atau domestic price obligation (DPO) minyak sawit sejak Kamis, (27/1/2022).
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengeluhkan adanya penurunan harga TBS yang signifikan dalam beberapa hari terakhir di 16 provinsi.
Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung mengidentifikasi penurunan harga TBS itu mencapai 27,5 persen di perkebunan sawit milik petani.
"Harga TBS saat ini berada di posisi Rp2.550 per kilogram atau terpaut relatif lebar dari harga sebelum kebijakan DMO sebesar Rp3.520 per kilogram," kata Gulat, Sabtu (29/1/2022).
Apkasindo berharap Kementerian Perdagangan (Kemendag) mampu mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan DMO dan DPO terhadap harga TBS petani.
“Harga DPO [Rp9.300] jangan menjadi patokan pembelian TBS petani, itu sudah tegas kami sampaikan sejak awal. Faktanya semua pabrik kelapa sawit menggunakan harga itu sebagai rujukan, maka rontoklah harga TBS kami,” kata dia.
Kementerian Perdagangan sebelumnya memastikan kebijakan DPO tidak berlaku pada seluruh produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang dipasok ke dalam negeri. Harga khusus hanya diterapkan pada bahan baku untuk minyak goreng domestik.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan harga khusus sebesar Rp9.300 per kilogram CPO dan Rp10.300 per liter olein hanya berlaku untuk volume yang wajib dipasok eksportir untuk kebutuhan dalam negeri, yakni sebesar 20 persen volume ekspor.
"Sampai saat ini harga DPO hanya untuk 20 persen dari volume yang diekspor," ujarnya.