Bisnis.com, PADANG - PT Kereta Api Indonesia (Persero) kembali mengoperasikan Stasiun Pulau Aie yang ada di kawasan Kota Tua Padang, Sumatra Barat, per hari ini Rabu (10/2/2021).
Stasiun Pulau Aie ini memiliki nilai sejarah yang besar bagi Sumbar, karena menjadi salah satu transportasi yang mendorong perekonomian baik bagi Kota Padang, maupun di Sumbar secara umum pada ratusan tahun yang lalu.
"Hari ini Stasiun Pulau Aie kembali dioperasikan relasi Stasiun Pulau Aie - Stasiun BIM (Bandara Internasional Minangkabau) dengan kereta api Minangkabau Ekspres. Kita di KAI Divre II Sumbar tentunya sangat senang dengan kembali beroperasinya Stasiun Pulau Aie ini," kata Kepala Humas PT KAI Divisi Regional II Sumbar Ujang Rusen Permana, yang ditemui di Padang, Rabu (10/2/2021).
Dia menyebutkan hari ini Rabu (10/2) yang merupakan pengoperasian perdana dari Stasiun Pulau Aie, ternyata mendapat respons yang baik dari masyarakat Kota Padang khususnya.
Karena sejauh ini untuk lalu lintas kereta api di Divre II Sumbar, kebanyakan penumpangnya itu menggunakan kereta api sebagai wisata. Seperti halnya di hari pertama ini, ada beberapa orang penumpang yang sengaja naik dari Stasiun Pulau Aie menuju BIM untuk menikmati perjalanan sebagai wisata.
"Mereka rata-rata berwisata saja. Lagian tiket yang tidak mahal yakni hanya Rp10.000 per penumpang dari Stasiun Pulau Aie - Stasiun BIM. Fasilitas di dalam KA Minangkabau Ekspres juga sangat nyaman, dan hal ini dinilai sangat cocok jadi wisata bagi keluarga," ujarnya.
Apalagi banyak masyarakat di Padang yang mengetahui bahwa Stasiun Pulau Aie itu adalah stasiun pertama yang ada di Kota Padang, serta keberadaannya itu di lingkungan Kota Tua.
Sehingga hal itu membuat banyak masyarakat semakin tertarik untuk datang ke Stasiun Pulau Aie dan melakukan perjalanan wisata ke Stasiun BIM.
Ada kemungkinan di saat akhir pekan nanti, akan terjadi peningkatan penumpang dari Stasiun Pulau Aie tersebut. Karena biasanya jumlah penumpang di Divre II Sumbar mengalami peningkatan di momen hari liburan akhir pekan seperti hari Sabtu dan Minggu.
Tidak hanya diperkirakan untuk penumpang yang naik dari Pulau Aie-BIM saja. Di hari-hari biasanya, KAI melihat untuk relasi Padang - Pariaman sangat ramai penumpang, dan itu semua bertujuan melakukan wisata ke Pantai Gandoriah Pariaman.
"Untuk melayani penumpang, kita telah mempersiapkan relasi Pulau Aie - BIM. Ada 5 relasi dari Pulau Air-BIM dan ada 5 relasi juga dari BIM - Pulau Aie," jelasnya.
Rusen menjelaskan dari jadwal yang ada KA Minangkabau Ekspres dari Stasiun Pulau Aie - BIM berangkat mulai pukul 06.15 Wib, 08.45 Wib, 11.10 Wib, 13.25 Wib, 16.00 Wib, dan 18.25 Wib.
Sementara keberangkatan dari BIM - Pulau Air, mulai dari pukul 07.30 Wib, 09.55 Wib, 12.20 Wib, 14.40 Wib, 17.10 Wib, dan 19.45 Wib.
"Sejauh ini memang kita baru melayani untuk relasi Pulau Aie-BIM saja dengan KA Minangkabau Ekspres. Karena memang kita menargetkan penumpang wisatawan yang mendarat di BIM dan bisa melakukan perjalanan ke Kota Tua menggunakan kereta api," sebutnya.
Stasiun Pulau Aie Sebagai Cagar Budaya
Rusen menyatakan dengan telah beroperasinya Stasiun Pulau Aie tersebut, juga turut mengangkat sejarah kereta api di Padang maupun Sumbar secara umum. Karena Stasiun Pulau Aie yang merupakan stasiun pertama yang dibangun di Padang, Sumbar itu, juga merupakan stasiun Cagar Budaya yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Padang sejak tahun 2007 lalu.
"Dari informasi yang saya dapatkan. Stasiun Pulau Aie ini memiliki nilai sejarah yang besar bagi Sumbar. Makanya kita di KAI Divre II Sumbar merasa sangat senang telah beroperasinya Stasiun Pulau Aie itu," ungkap dia.
Dari catatan sejarah yang dikutip dari situs Kemendikbud dan wikipedia, Station Poeloe-Ajer (Pulau Aie) mulai dibuka pada 1 Juli 1891, dan ditutup sekitar dekade 1980-an. Dulu Stasiun Pulau Aie ini merupakan stasiun kereta api nonaktif kelas I yang terletak di Pasa Gadang, Padang Selatan, Padang.
Stasiun itu merupakan stasiun pertama yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda di Kota Padang, Sumbar. Selain itu stasiun tersebut merupakan stasiun ujung sebelum menuju Pelabuhan Muaro yang percabangannya dari Stasiun Padang.
Stasiun yang terletak pada ketinggian +2 meter ini termasuk dalam Wilayah Aset Divre II Sumbar serta merupakan bagian dari pengaktifan kembali jalur-jalur kereta api di Sumbar.
Sejak tahun 2007, Pemerintah Kota Padang resmi menetapkan stasiun ini sebagai cagar budaya berdasarkan inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya No. 69/BCB-TB/A/01/2007.
Ke arah barat daya stasiun ini sebenarnya masih memiliki kelanjutan jalur menuju Pelabuhan Muaro, tetapi jalur itu tidak ikut direaktivasi. Setelah di reaktivasi, stasiun ini akan menjadi terminus kereta api bandara.
Setelah dirintisnya jalan rel kereta api yang menghubungkan Kota Semarang dan Solo oleh perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), pembangunan rel kereta api dilanjutkan kembali ke luar Pulau Jawa, terutama daerah yang mengandung kekayaan alam seperti Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Aceh.
Keberadaan kereta api di Sumbar tidak terlepas dari ditemukannya pertambangan batu bara di Sawahlunto pada tahun 1868 oleh seorang insinyur pertambangan bernama Willem Hendrik de Greve.
Pembangunan jalan kereta api dilakukan oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (SSS), di mulai dari Teluk Bayur ke Sawahlunto.
Pada bulan Juli 1891, telah diselesaikan pembangunan jalan kereta api dari Pulau Aie ke Padang Panjang sepanjang 71 km. Pada November 1891, jalan kereta api tersebut mencapai Bukittinggi dengan panjang 90 km.
Jalur kereta api tersebut dirasmikan pada tanggal 1 Oktober 1892 di Kota Padang, bersamaan dengan pembukaan Pelabuhan Teluk Bayur (Emmaheaven), dan pembukaan hubungan kereta api dari Padang hingga Muaro Kalaban.
Reaktivasi jalur ini mulai digaungkan pada Desember 2013. Pada saat itu, PT KAI Divre II Sumbar mulai melakukan pendataan dan penertiban terhadap rumah-rumah warga di pinggir jalur rel serta lapak Pasar Tarandam yang menempati bekas jalur kereta api. Proyek ini semula bertujuan agar kereta api dapat menjangkau Kota Tua Padang serta Pelabuhan Muaro.
Dalam perkembangannya, jalur ini juga harus ditingkatkan dengan mengganti rel beserta bantalannya mengingat usia prasarana yang sudah sangat tua dan dianggap tidak layak operasi.
Untuk memenuhi kebutuhan pedagang dan konsumen di Pasar Tarandam, jalur ini juga direncanakan akan memiliki satu halte. Selain itu, stasiun ini akan memiliki 2 jalur serta persinyalan mekanik seperti halnya Divre II Sumbar.
Sebenarnya ruang PPKA stasiun ini awalnya dirancang untuk persinyalan elektrik namun untuk saat ini ruang PPKA tersebut sedang direnovasi untuk mengakomodir peralatan persinyalan mekanik.
Jalur menuju Pulau Aie sudah diuji coba pada 7 Maret 2020. Meski rencananya diresmikan pada 16 Maret 2020, rencana ini ditunda karena pandemi Covid-19.
Bahkan pada pengoperasian perdana hari ini Rabu (10/2) juga belum dilakukan peresmian dari Kementerian Perhubungan. Namun terkait pengelolaannya secara administrasi sudah bisa dioperasikan oleh KAI Divre II Sumbar. (k56).