Bisnis.com, MEDAN - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara menyerukan agar tanah adat yang akan termasuk dalam kawasan food estate di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara dikembalikan kepada masyarakat hokum adat.
Menurut Walhi Sumut, tanah adat di daerah tersebut sebelumnya dikonsesi oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan pulp dan kertas asal Sumut. Melalui program lumbung pangan oleh pemerintah, konsesi lahan dapat dikurangi. Namun lahan pengurangan konsesi tersebut tidak diserahkan kepada masyarakat hukum adat.
“Satu sisi kita lihat baik karena pemerintah berani mengurangi konsesi PT. TPL untuk faktor eksploitasi itu. Tapi di sisi lain tanah adat yang selama ini jadi konsesi PT TPL tersebut tidak dikembalikan kepada pemiliknya, tetapi diserahkan untuk investasi besar. Seperti keluar kandang macan masuk kandang harimau,” ungkap Direktur Walhi Sumut Dana Prima Tarigan, Senin (2/11/2020).
Walhi juga menyampaikan pada dasarnya pemerintah tidak perlu mengharapkan investasi dari korporat untuk memenuhi ketahanan pangan. Hal pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah mendorong masyarakat adat dan petani lokal meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan produksi komoditasnya.
“Untuk memenuhi ketahanan pangan, tidak semata urusannya investasi yang akhirnya menjadi justifikasi membuka hutan dan merugikan masyarakat. Masyarakat adat dan petani lokal akan sanggup mendukung ketahanan pangan negara jika mendapat perhatian penuh, tanpa harus menyerahkan tanah adat mereka ke investor besar,” kata Dana.
Dalam keterangan resmi Kementrian Pertanian (Kementan) disebutkan lahan food estate di Sumatera Utara mempunyai luas 30.000 hektare yang tersebar di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Tapanuli Tengah, dan Tapanui Utara.
Kawasan tersebut ditargetkan akan ditanami tiga komoditas utama, yaitu bawang merah, bawang putih, dan kentang di lahan seluas 1000 hektare sepanjang tahun 2020 ini. Lahan seluas 215 hektare berasal dari APBN Kementan dan 785 hektare akan dikelola oleh investor.
Program ini digadang-gadang oleh pemerintah akan menjadi kawasan hortikultura terpadu yang memiliki daya saing, ramah lingkungan, modern, membangun sinergitas dengan stakeholders serta mendorong terbentuknya kelembagaan petani berbasis korporasi.
“Jangan kita cuman jago di budidayanya on farm tetapi off farmnya juga. Dalam hal ini olah petiknya dengan baik di pabrikasi dan di industri nilainya bisa lebih besar didapat oleh petani,” kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan resmi, Jumat (27/11/2020).