Bisnis.com, PEKANBARU — Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di lingkungan Kota Pekanbaru disebut pemerintah bukan tanpa alasan. Adapun, Pekanbaru merupakan daerah pertama di luar pulau Jawa yang akan memberlakukan PSBB.
Kendati kasus positif Covid-19 di Ibukota Provinsi Riau ini tergolong sedikit dibandingkan dengan provinsi lain, tetapi adanya transmisi lokal dan posisi geografis yang rentan bisa membuat penanganan pandemi virus corona (COVID-19) menjadi tak terkendali apabila tidak dicegah dari awal.
Firdaus, Wali Kota Pekanbaru, menyampaikan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan hingga pemerintah memutuskan untuk meminta izin pemberlakuan PSBB ke Kementerian Kesehatan.
“Pertama, kami ingin berupaya lebih awal untuk mengantisipasi wabah COVID-19 tidak semakin meluas. Pencegahan lebih awal akan lebih dapat meminimalisir penyebaran dan korban," katanya melalui keterangan resmi, Rabu (15/4/2020).
Kedua, pembatasan aktivitas warga dari dan ke luar daerah harus diawasi ketat mengingat Pekanbaru tak hanya merupakan pusat perekonomian Provinsi Riau tetapi juga pintu keluar-masuk sebanyak 12 kabupaten dan kota di Provinsi Riau.
Posisi Riau yang juga menjadi daerah transit bagi masyarakat dari luar negeri juga membuat daerah ini rentan dengan meluasnya penyebaran COVID-19.
"Dengan kondisi geografis seperti itu dan data baik pasien positif, PDP [Pasien Dalam Pengawasan] dan ODP [Orang Dalam Pemantauan] umumnya warga kita dari perjalanan dari Malaysia, India, Jakarta, dan daerah lain di Pulau Jawa, dari Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Untuk itu perlu dibatasi agar wabah tidak semakin meluas," jelas Firdaus.
Walaupun pemberlakuan PSBB nanti akan mengawasi pergerakan orang, Firdaus meyakinkan bahwa transportasi angkutan barang tak akan terganggu. Hal itu mengingat Pekanbaru sangat mengandalkan pasokan bahan pangan dari daerah tetangganya.
Ketiga, pemberlakuan PSBB juga untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat. Firdaus mengakui daerahnya memiliki kasus COVID-19 yang relatif sedikit dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Namun, potensi penyebaran COVID-19 di Pekanbaru disebutnya sangat tinggi.
Apabila keadaan menjadi tak terkendali dan masyarakat tak kunjung peduli, bakal lebih sulit lagi penanganan virus mematikan ini.
"Maka kita ambil kebijakan untuk mengajukan PSBB lebih cepat. Sehingga kita dapat mengajak masyarakat sama-sama memerangi untuk memutus rantai penyebaran COVID ini," imbuh Firdaus.
Keempat, dengan adanya PSBB maka kini imbauan yang telah dikeluarkan pemerintah akan memiliki kekuatan hukum sehingga yang melanggar dapat dikenakan sanksi.
Adapun, Pemerintah Provinsi Riau telah mengeluarkan imbauan pada Maret 2020 agar sekolah diliburkan, kegiatan bekerja dilakukan dari rumah (work from home), beribadah di rumah, dan mengurangi kegiatan keramaian di luar rumah.
"Nah, dengan adanya PSBB, kita akan lebih tegas lagi, tidak hanya sekedar himbauan saja, nanti bagi masyarakat yang masih belum paham dan ini hanya sebagai kecil saja yang bisa memengaruhi orang banyak, maka ini nanti akan ditindak. Masyarakat yang keluyuran tanpa ada kepentingan, juga ditindak," tegas Firdaus.
Saat ini, Pemerintah Kota Pekanbaru masih menyusun aturan turunan dari SK Kemenkes No. HK. 01.07/MENKES/250/2020 tetanggal 12 April 2020 Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Wilayah Kota Pekanbaru Provinsi Riau Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Rencananya Pekanbaru akan mengimplementasikan PSBB pada 17 April 2020 selama 14 hari berikutnya dan bisa diperpanjang jika ada kebutuhan.
Juru Bicara Pemerintah Kota Pekanbaru untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Mulyadi mengatakan terdapat penambahan sebanyak 3 pasien positif Covid-19 yang dinyatakan sembuh dan telah diperbolehkan pulang per 14 April 2020.
"Alhamdulillah, ketiga pasien yang sudah dinyatakan sembuh ini telah diperbolehkan pulang. Jadi total pasien yang sembuh dan dipulangkan sampai hari ini berjumlah 4 orang," kata Mulyadi.
Dengan demikian, total kasus positif COVID-19 di Pekanbaru saat ini berjumlah 11 kasus, dengan rincian 4 orang dinyatakan sehat dan diperbolehkan pulang, 5 orang masih dirawat, serta 2 orang meninggal dunia.
Selanjutnya untuk Pasien Dalam Pengawasan (PDP) berjumlah sebanyak 102 orang, dengan perincian 50 orang masih dirawat, 46 orang sehat, dan 6 orang meninggal dunia.
Orang Dalam Pemantauan (ODP) berjumlah 3.507 orang dengan rincian 1.954 orang di telah selesai dipantau, dan 1.553 orang masih proses pemantauan.