Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Ekspor Lesu, Produksi Pabrik Karet di Sumsel Anjlok

Produksi pabrik-pabrik karet di Sumatra Selatan berkurang hingga 35 persen seiring lemahnya permintaan pasar ekspor dan kurangnya suplai petani.
Pengolahan Karet/Bisnis.
Pengolahan Karet/Bisnis.

Bisnis.com, PALEMBANG - Produksi pabrik-pabrik karet di Sumatra Selatan telah berkurang signifikan hingga 35 persen seiring lemahnya permintaan dari pasar ekspor dibarengi dengan kurangnya suplai dari petani.

Berdasarkan catatan Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Selatan yang diterima Bisnis, produksi karet pada Januari 2020 mencapai 78.136 ton. Jumlah tersebut lantas merosot jadi 50.591 ton per Februari 2020.

Ketua Gapkindo Sumsel Alex K. Eddy mengatakan produksi karet tersebut mayoritas ditujukan untuk pasar ekspor dalam bentuk SIR 20 (Standard Indonesian Rubber).

“Bulan lalu ekspor karet hanya 48.770 ton. Jumlah itu turun hampir separuh dari rata-rata ekspor karet pada kondisi normal,” katanya kepada Bisnis, Minggu (22/3/2020).

Alex menjelaskan Permintaan karet di pasar global makin melemah setelah Eropa dan Amerika Serikat (AS) situasi darurat terkait COVID-19 tersebut. Bahkan beberapa kota besar di negara itu memutuskan untuk mengkarantina penduduknya. 

“Keputusan itu memukul kegiatan ekonomi negara tujuan yang juga akan berdampak pada industri ban mereka. Bulan-bulan ke depan akan sangat sulit. AS, negara-negara di Eropa dan Korea Selatan menutup diri (lock down,” ujarnya.

Berdasarkan data BPS Sumsel periode Januari 2020, karet masih berada di posisi pertama untuk komoditas ekspor nonmigas.

Nilai ekspor karet mencapai US$118,44 juta dan berperan sebesar 43,10 persen terhadap total ekspor nonmigas pada Februari 2020.

Alex mengatakan AS merupakan salah satu pemakai karet alam terbesar di dunia setelah China.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian, mengatakan hampir semua pabrik karet di Sumsel telah mengurangi produksi.

“Kami belum mendengar ada pabrik yang menutup atau setop produksi tetapi sudah banyak  yang mengurangi produksi,” ujarnya.

Menurut Rudi, kondisi pabrik di Sumsel tidak berbeda jauh dengan daerah penghasil karet lainnya, seperti Sumatra Barat. Suplai dari petani telah berkurang yang turut menyebabkan penurunan produksi.

“Kondisi ini berakibat meningkatnya ongkos produksi. Apalagi pembeli [pabrik ban di luar negeri] tidak bisa produksi karena negaranya di-lockdown,” kata Rudi.

Dia mengemukakan banyak pembeli yang menunda pengapalan komoditas itu sehingga pabrik di Sumsel tidak bisa mendapatkan uang pembayaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dinda Wulandari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper