Bisnis.com, PALEMBANG - Pemprov Sumatra Selatan meningkatkan pencegahan dan pengawasan terhadap pelaku usaha yang bergerak di sektor lahan terutama di lokasi yang rawan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla.
Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru mengatakan langkah preventif itu akan menyasar sektor perkebunan dan kehutanan (hutan tanaman industri/HTI).
“Efek jera memang perlu kita lakukan, namun kegiatan pencegahan akan lebih diutamakan,” katanya saat sosialisasi penegakan hukum karhutla, Selasa (10/3/2020).
Menurut dia, pihaknya telah berupaya maksimal dalam penanggulangan karhutla. Mulai dari pengerahan helikopter water bombing, pengiriman Satgas Karhutla ke titik api, pembasahan lahan gambut hingga ke penegakkan hukum.
Bahkan, kata dia, pihaknya melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel, telah melakukan proses penegakan hukum terhadap sejumlah perusahaan yang lahannya terbakar.
Deru memerinci penegakkan hukum itu diterapkan kepada 2 perusahaan perkebunan tebu, 14 perusahaan perkebunan sawit dan 3 perusahaan HTI. Pemprov juga melakukan langkah serupa pada pelaku perorangan yang membakar hutan dan lahan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, mengatakan pihaknya menggunakan tiga instrumen dalam penegakan hukum terkait kasus karhutla.
“Ketiga instrumen itu mulai dari sanksi administratif, sanksi pidana dan sanksi perdata,” katanya.
Dia memaparkan KLHK telah menerapkan sanksi administratif bagi 6 perusahaan yang dinilai belum memenuhi kriteria pencegahan karhutla, terkait sarana-prasarana, SOP dan kesiapan SDM perusahaan tersebut.
Bahkan, kata dia, sebanyak 7 perusahaan yang beroperasi di Sumatera Selatan dan Jambi telah digugat pemerintah secara perdata akibat karhutla 2019. Ketujuh perusahaan itu, yakni PT BMH, PT WAJ, PT WA, PT RAJ, PT RKK, PT ATGA dan PT KU.
Tiga perusahaan diantaranya sudah menerima keputusan final dari pengadilan (inkrah) sehingga diwajibkan membayar ganti rugi dengan total Rp574,5 miliar.
“Baru PT BMH yang membayar ganti rugi ke negara Rp78,5 miliar,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel, Alex Sugiarto, memastikan perusahaan sawit yang tergabung dalam organisasi itu telah menyiapkan fasilitas dan sarpras untuk mencegah karhutla.
“Saya pastikan 100 persen ikut aturan [pemerintah] dalam pencegahan dan penanganan karhutla,” katanya.
Menurut dia, sebetulnya perusahaan juga takut jika terjadi karhutla karena adanya ancaman pidana maupun perdata yang diterapkan pemerintah.
Belum lagi, kata dia, mayoritas lahan yang dikelola perusahaan masuk kategori tanaman menghasilkan.
“Jadi kalau kebakaran ya ruginya berlipat, harus nunggu tanam lagi dan itu butuh waktu lama,” katanya.