Bisnis.com, PEKANBARU — Manfaat lonjakan harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) disebut belum sepenuhnya dirasakan oleh petani kelapa sawit di Provinsi Riau.
Statistisi Ahli BPS Provinsi Riau Mujiono menyampaikan bahwa harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang mengalami kenaikan hingga menembus Rp2.242,96 per kilogram pada awal tahun ini malah terjadi ketika produksi yang dihasilkan sedang menurun.
“Kenaikan yang tinggi tersebut justru terjadi saat produksi yang dihasilkan oleh petani kelapa sawit sedang menurun, sehingga kenaikan harga saat ini belum bisa sepenuhnya dinikmati oleh petani,” katanya, Jumat (7/2/2020).
Dirinya menjelaskan bahwa menurunnya produksi kelapa sawit itu akibat ketidakmampuan petani melakukan perawatan dan pemupukan tanaman sebagai imbas turunnya harga TBS kelapa sawit pada 2019.
Dirinya berpendapat bahwa pemerintah provinsi Riau harus berupaya menjaga harga komoditas TBS kelapa sawit di tingkat petani bisa tetap tinggi dan stabil.
“Penurunan tingkat kesejahteraan petani yang ditandai dengan rendahnya Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR) Riau pada 2019 khususnya petani kelapa sawit, secara umum disebabkan oleh menurunnya margin keuntungan yang diperoleh akibat rendahnya harga,” ujarnya.
Baca Juga
Mujiono pun mengapresiasi langkah pemerintah yang melakukan kebijakan pemangkasan tarif pajak ekspor CPO sebagai upaya meningkatkan harga TBS kelapa sawit di tingkat petani.
Namun, apabila bisa menambahkan, dirinya menilai pemerintah juga sebaiknya membangun gudang CPO yang setidaknya mampu menampung produksi CPO.
“Dengan tersedianya gudang penyimpanan CPO, setidaknya kita memiliki kekuatan posisi tawar yang kuat untuk menjual CPO pada harga yang lebih tinggi,” jelasnya.
Untuk petani sawit disarankan untuk mulai mengurangi pupuk kimia dan mengganti pemupukan menggunakan pupuk organik.
Selain itu, petani dapat pula memanfaatkan lahan-lahan kosong yang tidak produkti sehingga memiliki peran optimal dari sisi ekonomi.
“Dengan memiliki tanaman lain, setidaknya kala harga TBS kelapa sawit jatuh, petani masih memiliki pendapatan lain yang mampu mensubsidi keperluan hidupnya,” ujar Mujiono.