Bisnis.com, PEKANBARU—Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau tumbuh 2,84% pada 2019, membaik bila dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 2,37%.
Secara spasial, BPS menunjukkan bahwa Provinsi Riau berkontribusi sebesar 4,76% terhadap perekonomian nasional.
“Provinsi Riau merupakan provinsi dengan PDRB terbesar ke-6 di Indonesia atau PDRB terbesar kedua di luar Pulau Jawa,” tulis BPS, seperti dikutip pada Kamis (6/2/2020).
Kendati demikian, Riau merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi terendah di Pulau Sumatera sementara Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 5,71%.
Apabila ditinjau berdasarkan kontribusi dari masing-masing PDRB provinsi di Pulau Sumatera, Riau dan Sumatera Utara menjadi kontributor tertinggi masing-masing sebesar 23,39% dan 22,33%.
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Riau didorong oleh hampir semua lapangan usaha, kecuali lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang terkontraksi 6,93%.
Sementara itu, lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh paling tinggi sebesar 14,02% diikuti jasa kesehatan dan kegiatan social sebesar 10,69%.
Adapun struktur perekonomian Riau dari sisi produksi pada tahun lalu didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Riau pada 2019 juga terjadi pada seluruh komponen, kecuali komponen ekspor barang dan jasa.
Struktur ekonomi Riau pada 2019 menurut pengeluaran didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga diikuti pembentukan modal tetap bruto.
Untuk 2020, Bank Indonesia Perwakilan Riau memasang target konservatif untuk pertumbuhan PDRB Riau sebesar 2,5%--3%.
“Kami sementara ini konservatif dulu, 2,5%—3% [untuk PDRB Riau 2020]. Kalau kita bisa mengatasi tantangan yang ada sekarang dan memanfaatkan peluang, itu angkanya akan cenderung ke 3%, bahkan bisa lebih,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Riau Decymus.
Bank Indonesia Perwakilan Riau pun mengakui provinsi ini tak lagi menjadi daerah dengan PDRB terbesar pertama di luar Pulau Jawa. Posisinya kini turun ke peringkat dua setelah Provinsi Sumatera Utara.
Menurut Decymus, dalam menghadapi perlambatan dan ketidakpastian global pada tahun ini diharapkan Provinsi Riau dapat melakukan hilirisasi serta mengembangkan sumber pertumbuhan baru untuk dapat bertahan.
Menurutnya, sisi global pada 2020 belum akan menggembirakan dan tak bisa diharapkan untuk menggenjot kinerja ekspor dari Riau.
Selama ini, ekonomi Riau ditopang oleh ekspor komoditas. Hal itu terbukti rentan apabila terjadi gejolak di luar negeri, misalnya perlambatan ekonomi dunia yang langsung berdampak terhadap permintaan komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), migas, dan karet yang menjadi andalan masyarakat di Tanah Melayu.
“Kalau [Riau] begini-begini saja, ya paling sama lagi seperti tahun ini , [PDRB] sekitar 2,7%—2,9%. Bahkan kalau misalnya tidak hati-hati [bisa lebih lambat lagi], perlambatan itu kan selama ini dari 2015 karena ekspor [turun],” tutur Decymus.
Bank Indonesia Riau menyarankan sektor alternatif pertumbuhan ekonomi Riau dapat ditingkatkan lagi kontribusinya terhadap PDRB. Sejak 2019, Decymus mengatakan pihaknya telah gencar menyuarakan perlunya mencari sektor usaha yang dapat menjadi sumber pertumbuhan baru.