Bisnis.com, BATAM - Gabungan pengusaha jual beli online yakni Batam Online Club (BOC) Kota Batam menyambangi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam.
Kedatangan mereka membawa keluhan atas perubahan besaran angka minimal barang yang dikenai pajak dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199 PMK.04/2019.
Dalam PMK 199/2019 tersebut, besaran nilai barang yang dikenai pajak dari USD 75 turun tajam ke angka USD 3. Penurunan yang signifikan ini dinilai akan mengganggu sistem usaha mereka, sehingga diharapkan bisa ditinjau ulang.
Penurunan besaran yang ekstrim ini, diyakini akan membawa dampak buruk pada keberlangsungan online shop di Batam.
"Kalau tetap diberlakukan maka kami terpaksa akan mengurangi karyawan, bahkan tutup, atau pindah ke Jakarta," kata Ketua BOC Batam Saugi Sahab ketika pada Rabu (22/1).
Saugi meminta agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan untuk menaikan angka yang lebih tinggi dari yang ditetapkan saat ini. Penurunan itu dinilai akan mematikan usaha mereka.
"Kalau US$50 masih mending lah, tidak terlalu jauh seperti dalam aturan baru tersebut, semua barang bisa kena pajak kalau cuma tiga dolar (USD 3)" kata Saugi lagi.
Sementara itu, Komisi Tetap Perpajakan Kadin Batam, Agustri Sumardhy menjelaskan,
nilai perubahan yang jauh memang menjadi kejutan tersendiri. Padahal sebelumnya penurunan yang dilakukan pemerintah bisa dimaklumi, dari semula USD 100 menjadi USD 75.
Selain itu, pekerja online shop di Batam selama ini terlena, karena lebih sering tidak membayar pajak karena barang kiriman mereka berada di bawah USD 75 atau di bawah batas nilai yang dikenai pajak.
"Kenapa ada reaksi yang berlebihan, reaksi itu karena besaran angka turunya itu memang drastis," kata Agustri.
Ia menilai, kondisi ini tidak akan terjadi jika besaran angka yang tertera dalam aturan baru tersebut bisa diturunkan secara bertahap seperti sebelumnya.
Meskipun demikian, Agustri menilai kebijakan ini tetap akan diberlakukan, sehingga pihaknya menyarankan agar para pedagang online bisa mencari solusi lain.
Salah satunya mempelajari aturan dalam PMK 199/2019 ini secara menyeluruh, sehingga akan didapat kebijakan yang tidak melanggar aturan.
Terkait dengan mekanisme penerapan aturan ini sendiri, Agustri mengaku masih menunggu sistem pembayaran yang akan dibuat. Sejauh ini, ia masih belum mendapatkan gambaran proses pembayaran pajak untuk barang kiriman yang melebihi nilai USD 3 ini.
"Apakah pajaknya akan dibayarkan oleh penjual atau termasuk dalam harga atau bagaimana, kami belum dapat penjelasan tentang ini," kata Agustri lagi.
Sekertaris Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres (Asperindo) Kota Batam, Arif Budianto menuturkan, kebijakan ini akan memberi dampak pada berkurangnya volume barang yang akan dikirim. Selain itu, proses pengiriman akan memakan waktu lebih karena harus melalui proses pembayaran pajak terlebih dahulu.
Sementara untuk teknis pembayarannya sendiri, Asperindo menilai tidak akan menemui kendala karena kebijakan tersebut sudah ada, hanya saja frekuensinya akan lebih banyak karena besaran barang yang akan kena pajak lebih banyak.
Sebelumnya, Kepala Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai (BC) Tipe B Batam, Susila A Brata menuturkan, PMK 199/2019 ini akan mulai diberlakukan secara menyeluruh di Indonesia mulai 30 Januari 2020 ini.
Tujuannya untuk melindungi tumbuh kembang industri dalam negeri. Selama ini produk dari luar negeri yang lebih murah membuat produk-produk dalam negeri kalah bersaing sehingga tidak bisa berkembang secara baik.
Untuk penerapanya di Batam sendiri, Susila mengaku sudah melakukan persiapan sejak awal Januari lalu. Saat ini pihaknya terus melakukan pematangan pada sisi teknis pembayaran dan melakukan sosialisasi kepada perusahaan jasa titip (PJT) dan pedagang online yang ada di Batam.