Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Flu Babi Afrika Masuk Indonesia, Begini Tindakan Pemprov Sumut

Organisasi Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa wabah demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) telah dikonfirmasi menjangkiti ternak babi di Indonesia. Dalam laporan rutin di situs resminya, FAO menyebutkan bahwa Kementerian Pertanian mengumumkan secara resmi terjadinya wabah tersebut di Sumatra Utara.
Antisipasi penyebaran Virus Hog Cholera Babi, petugas menyiram cairan disinfektan/Antara
Antisipasi penyebaran Virus Hog Cholera Babi, petugas menyiram cairan disinfektan/Antara

Bisnis.com, MEDAN – Organisasi Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa wabah demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) telah dikonfirmasi menjangkiti ternak babi di Indonesia. Dalam laporan rutin di situs resminya, FAO menyebutkan bahwa Kementerian Pertanian mengumumkan secara resmi terjadinya wabah tersebut di Sumatra Utara.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Utara Alwi Mujahit Hasibuan menilai sebenarnya virus hog cholera dan Arican Swine Fever atau ASF adalah virus serupa. Dinas Kesehatan yang masuk dalam Tim Unit Reaksi Cepat Pencegahan dan Penanganan Peredaran Virus Hog Cholera Babi langsung turun ke lapangan dan melakukan sejumlah pengujian.

"Kalau di kita [Sumut] menyebut hog cholera, itu hanya kena untuk babi saja, tidak kena untuk hewan lain dan manusia," katanya saat dikonfirmasi Bisnis Kamis (19/12/2019).

Berdasarkan informasi Dinas Peternakan Sumut, dia mengatakaan hingga saat ini sudah ditemukan bangkai babi yang mati sekitar 9200. Bangkai babi tersebut ditemukan di 9 kabupaten/kota, di antaranya seperti Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Deliserdang.

Dia menambahkan berdasarkan uji laboratorium menyatakan itu positif Hog Cholera.

Sementara menurut KA Balai Veteriner, H. Agustia kandang babi harus disterilkan dari virus secepat cepatnya itu adalah 3 bulan dengan pengawasan ketat untuk mencegah penyebaran yg lebih luas. Kendati, menurutnya pengawasan idealnya sekitar 1 tahun.

"Untuk itu, kita mendorong pemerintah agar segera memberikan bantuan kebutuhan pokok dasar peternak, serta mengeluarkan anggaran untuk membatasi ruang gerak penyebaran virus tersebut," ucapnya.

Menurutnya, kasus kematian babi belakangan ini juga sangat potensial membuat sejumlah bahan pangan subtitusi dari babi seperti daging ayam, telur ayam maupun sapi berpeluang mengalami kenaikan harga. Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru umumnya konsumsi akan protein akan mengalami peningkatan.

"Dan jika masyarakat yang biasa mengkonsumsi babi mengalihkan ke jenis protein lain maka ada peluang kenaikan harga daging ayam, telur ayam maupun daging. Padahal KA Balai Veteriner telah menagaskan bahwa babi yang terserang virus aman dagingnya untuk dikonsumsi manusia," katanya.

Masalah serangan virus menyerang babi ini, lanjutnya, bukan hanya dialamai oleh Sumatera Utara saja. Namun ini merupakan bencana global di mana negara lain pun mengalami hal yang sama, misalnya Thailand.

Untuk itu, dia melanjutkan semua pihak atau stakeholder khususnya pemerintah segera turun tangan untuk membatasi penyebaran virus tersebut. "Ini agar tidak memicu multiplier efek lainnya yang bisa saja memicu kenaikan harga kebutuhan masyarakat pada umumnya, "tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper