Bisnis.com, JAKARTA - Elemen buruh yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (DPW FSPMI Sumut) menolak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut yang telah ditetapkan sebesar 8,51 persen atau menjadi Rp2.499.422.
Menurut Ketua DPW FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo, UMP Sumut sepatutnya naik 15 persen - 20 persen atau menjadi sebesar Rp3 juta rupiah.
"Kami menolak kenaikan UMP Sumut tahun 2020, itu sangat tidak layak bagi kaum buruh, kami minta kenaikan UMP Sumut Rp3 juta sedangkan UMK Medan dan Kabupaten lainnya sebesar Rp3,7 juta - Rp4 juta rupiah," katanya lewat keterangan tertulis, Kamis (24/10/2019).
Sebagaimana yang disebutkan dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan, kenaikan upah minimum tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015).
Hal ini yang menjadi dasar penolakan para buruh. Menurut Willy, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah segera merevisi PP 78/2015, khususnya terkait dengan pasal mengenai formula kenaikan upah minimum.
"Dengan demikian, dasar perhitungan UMP harus didahului dengan survei kebutuhan hidup layak di pasar," kata Willy.
Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa KHL yang digunakan dalam survei pasar adalah KHL yang baru, yang sudah ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Adapun, KHL yang baru yang sudah disepakati Dewan Pengupahan Nasional berjumlah 78 item dari yang sebelumnya 60 item.
Akan tetapi, menurut perhitungan FSPMI, jumlah KHL baru adalah 84 item. Lebih lanjut, dia mengatakan bila perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan KHL yang baru tersebut, maka kenaikan upah minimum tahun 2020 berkisar 15 persen - 20 persen.
"Oleh karena itu, buruh menolak kenaikan upah minimum sebesar 8, 51 persen," katanya.
Alasan lain yang disampaikan Willy, yakni mengacu pada UU Ketenagakerjaan, dasar hukum kenaikan UMP/UMK adalah menghitung KHL dari survei pasar. Setelah hasil survei didapat, besarnya kenaikan upah minimun dinegosiasi dalam Dewan Pengupahan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor yang lain.
Khusus di Sumut, imbuh Willy, UMP Sumut sudah sangat tertinggal jauh dari daerah lain yang berbasis Industri di Indonesia dalam kurun 8 tahun terakhir.
"Jadi kami minta agar Gubsu mempertimbangkan kenaikan itu, tidak mesti mengikuti PP 78, tapi lihat kondisi kebutuhan hidup layak kaum buruh Sumut yang semakin memperhatinkan kondisinya saat ini."
Sebagai langkah tindak lanjut, kata Willy, pihaknya akan melakukan aksi unjuk rasa bila Gubsu tetap menetapkan UMP Sumut berdasarkan PP78. "Dalam waktu dekat kami akan turun kejalan, melakukan aksi bela upah buruh Sumut," katanya.