Bisnis.com, PALEMBANG – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat baru 33 perusahaan dari 73 anggota asosiasi itu yang mendapat sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System atau ISPO.
Ketua Gapki Sumsel Harry Hartanto mengatakan seringkali perusahaan terhambat dalam persyaratan pokok dalam mendapatkan sertifikasi ISPO, salah satunya legalitas lahan.
“Masalah legalitas itu, misalnya terkait HGU (hak guna usaha) yang belum terbit, tumpang tindih kawasan dan lainnya,” katanya di sela acara Klinik ISPO, Selasa (8/9/2019).
Harry menjelaskan sertifikasi ISPO bersifat mandatory sehingga semua perusahaan sawit yang beroperasi di Indonesia wajib memiliki sertifikat yang menunjukkan pengelolaan perkebunan secara berkelanjutan.
Dia menambahkan sertifikat tersebut juga menjadi acuan bagi buyer di pasar internasional terkait komoditas sawit yang acapkali mendapat sentiment negatif terkait lingkungan, terutama dari negara Uni Eropa.
Sementara itu Kepala Sekretariat Komisi ISPO, R. Azis Hidayat, mengatakan ISPO bertujuan untuk mengatur tata kelola perkebunan sawit sesuai dengan peraturan di Indonesia.
Baca Juga
“Dengan adanya ISPO ini maka perusahaan sawit dituntut untuk patuh terhadap pengelolaan sawit berkelanjutan, sasarannya hingga dapat mengakomodasi nasib generasi ke depan,” katanya.
Diketahui, standar sawit berkelanjutan tersebut telah diberlakukan sejak 2011 lalu. Berdasarkan data GAPKI, sampai Agustus 2017, jumlah perkebunan sawit yang telah mengantongi sertifikasi ISPO berjumlah 306 perusahaan , satu koperasi petani swadaya dan satu kelompok petani plasma.