Bisnis.com, MEDAN - Inggris memperkuat kerja sama bidang pendidikan dengan Sumatra Utara. Investasi untuk proyek energi baru terbarukan (EBT) juga menjadi perhatian Inggris.
Rob Fenn, Wakil Duta Besar lnggris dan Timor Leste untuk Indonesia, mengatakan dari sisi kerja sama, pihaknya akan memperkuat sektor pendidikan dan kesehatan. Kerja sama di bidang pendidikan akan diwujudkan melalui kerja sama di bidang riset.
Dia mengatakan pemerintah Inggris juga terlibat dalam riset tentang hutan bakau dan peningkatan produktivitas padi melalui Newton Fund, program pendanaan dari Kerajaan Inggris.
Inggris juga akan bekerja sama meningkatkan promosi penggunaan dan peningkatan kemampuan Bahasa Inggris yang bakal meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta peningkatan pendapatan pekerja. Adapun, pihaknya telah mengembangkan platform belajar melalui British Council yang kini telah digunakan 2 juta pengguna di Indonesia sementara di China terdapat 72 juta pengguna.
Selain itu, Inggris ingin memperluas cakupan kerja sama dengan menjangkau sektor kesehatan sesuai dengan rencana Pemerintah Provinsi Sumatra Utara untuk meningkatkan layanan kesehatan.
"Sektor lain yang sedang dipelajari saat ini yakni kesehatan. Kami sangat tertarik dengan rencana pemerintah untuk memperkuat pelayanan kesehatan," ujarnya di Medan, Kamis (21/3/2019).
Sementara itu, dari sisi investasi, rencana Pemerintah Provinsi Sumatra Utara untuk mengembangkan infrastruktur menjadi salah satu pintu masuk investasi dari perusahaan asal Inggris. Selain itu, pengembangan sektor ekonomi kreatif, katanya, menjadi peluang bagi perusahaan asal Inggris untuk mengembangkan kebudayaan sebagai produk yang memiliki nilai jual.
Begitu pula dengan investasi di sektor energi terbarukan yang kini memasuki tahap pengadaan untuk proyek di wilayah timur Indonesia untuk penyediaan listrik bersifat jaringan komunal.
Menurutnya, selama ini perusahaan asal Inggris memang tak muncul secara langsung terlibat dalam proyek Pemerintah. Kendati demikian, dia menyebut pihaknya bisa menawarkan jasa konsultasi dalam proyek pembangunan infrastruktur, pinjaman atau subsidi untuk komponen yang diimpor dari Inggris.
Sumatra Utara sendiri pada 2019, menargetkan realisasi penanaman modal bisa menyentuh Rp33,9 triliun atau naik sekira 43,6% dari target yang ditetapkan pada 2018 yaitu Rp23,6 triliun.
Dari data sepanjang 2018, realisasi penanaman modal menyentuh Rp24,82 triliun dari target Rp23,64 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp8,37 triliun di antaranya berasal dari dalam negeri dan Rp16,45 triliun berasal dari penanaman modal asing (PMA).
Dari asal negaranya, Singapura menduduki urutan pertama dengan nominal Rp9,60 triliun. Kemudian, diikuti Inggris sebesar Rp1,55 triliun, Belgia Rp1,54 triliun, Korea Selatan Rp1,06 triliun dan Jepang Rp843,28 miliar.
Lalu, terdapat Hong Kong dengan Rp606,21 miliar, Belanda Rp295,36 miliar, Australia Rp235,89 miliar, China Rp194,23 miliar dan Pulau Cayman Rp167,36 miliar.
Dari sisi sektornya, modal asing mengalir ke sektor ketenagalistrikan, air dan gas sebesar Rp7,85 triliun, pertambangan Rp3,49 triliun dan perkebunan sebesar Rp2,66 triliun.
"Kami tertarik dengan pekerjaan infrastruktur. Perusahaan asal Inggris seringnya tidak terlibat secara konstruksi fisik tetapi kami mendampingi pengerjaan beberapa proyek," katanya.
Begitu pula dengan investasi di sektor energi terbarukan yang kini memasuki tahap pengadaan untuk proyek di wilayah timur Indonesia untuk penyediaan listrik bersifat jaringan komunal.
Menurutnya, selama ini perusahaan asal Inggris memang tak muncul secara langsung terlibat dalam proyek Pemerintah. Kendati demikian, dia menyebut pihaknya bisa menawarkan jasa konsultasi dalam proyek pembangunan infrastruktur, pinjaman atau subsidi untuk komponen yang diimpor dari Inggris.
Sumatra Utara sendiri pada 2019, menargetkan realisasi penanaman modal bisa menyentuh Rp33,9 triliun atau naik sekira 43,6% dari target yang ditetapkan pada 2018 yaitu Rp23,6 triliun.
Dari data sepanjang 2018, realisasi penanaman modal menyentuh Rp24,82 triliun dari target Rp23,64 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp8,37 triliun di antaranya berasal dari dalam negeri dan Rp16,45 triliun berasal dari penanaman modal asing (PMA).
Dari asal negaranya, Singapura menduduki urutan pertama dengan nominal Rp9,60 triliun. Kemudian, diikuti Inggris sebesar Rp1,55 triliun, Belgia Rp1,54 triliun, Korea Selatan Rp1,06 triliun dan Jepang Rp843,28 miliar.
Lalu, terdapat Hong Kong dengan Rp606,21 miliar, Belanda Rp295,36 miliar, Australia Rp235,89 miliar, China Rp194,23 miliar dan Pulau Cayman Rp167,36 miliar.
Dari sisi sektornya, modal asing mengalir ke sektor ketenagalistrikan, air dan gas sebesar Rp7,85 triliun, pertambangan Rp3,49 triliun dan perkebunan sebesar Rp2,66 triliun.
"Kami tertarik dengan pekerjaan infrastruktur. Perusahaan asal Inggris seringnya tidak terlibat secara konstruksi fisik tetapi kami mendampingi pengerjaan beberapa proyek," katanya.