Bisnis.com, BATAM – Industri Galangan Kapal memberikan sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan negatif net ekspor Kepualaian Riau (Kepri). Industri ini banyak mendapat pekerjaan pembangunan kapal dari dalam negeri, namun hampir semua bahan bakunya impor.
“Industri Galangan kapal sudah mulai membaik di tahun 2018. Tapi karena bahan bakunya masih impor, sementara pesanan datangnya dari dalam negeri, jadinya memberikan dampak terhadap net ekspor Kepri,” ujar Kepala Perwakilan BI Kepri Gusti Raizal Eka Putra, Kamis (7/2/2019).
Menurut catatan BPS Kepri, Net ekspor non Migas Kepri selama tahun 2018 mengalami defisit sebesar 11 persen. Ekspor Kepri berada di angka USD 8,874 miliar, sementara Impornya berada di angka USD 9,851 miliar.
Tiga impor utama Kepri di tahun 2018 meliputi Mesin/ peralatan listrik sebesar 38,6 persen dari total impor, Mesin-mesin/pesawat mekanik 11,63 persen dari total impor, benda-benda dari besi dan baja 7,21 persen dari total impor.
Menurut Gusti, peran industri dalam negeriuntuk menopang industri galangan kapal Kepri belum maksimal. Salah satunya adalah produk besi dan Baja dari Krakatau Steel yang belum memberikan sumbangsih besar bagi pemenuhan kebutuhan industri galangan kapal di Kepri.
Salah satu kendalanya adalah biaya logistik pengiriman produk yang mahal. Biaya logistik dari Tanjung Priok ke Batam lebih mahal 30 persen ketimbang mendatangkan bahan baku dari luar negeri ke Batam.
“Ada tata niaga yang tidak beres. Ini harus segera diselesaikan untuk meningkatkan daya saing kawasan,”jelasnya.
Selain memperbaiki tata niaga, pengembagnan industri pendukung galangan kapal juga harus mulai didorong.
Menurut Gusti, sejumlah perusahaan di dalam negeri sudah mampu memproduksi komponen-komponen pembangunan kapal. “Industri itu bisa dikembangkan di Batam, sehingga komponen membangun kapal bisa dioptimalkan dari dalam kawasan,” katanya