Bisnis.com, MEDAN – Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara pada 2019 melambat.
Direktur BI Kantor Perwakilan Sumut, Hilman Tisnawan, mengatakan pertumbuhan ekonomi daerah itu pada 2019 baik konsumsi rumah tangga maupun investasi akan melambat karena sentimen politik.
Sementara itu, kegiatan ekspor dipengaruhi faktor eksternal seperti rendahnya harga komoditas dan proteksionisme di beberapa negara seperti India dengan kenaikan bea masuk dan Amerika Serikat dengan pencabutan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP).
“Yang akan kelihatan menurun, di konsumsi rumah tangga akan melambat. Investasi akan menurun karena masih wait and see,” ujarnya.
Sepanjang 2018, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksi mencapai 5,24% atau lebih tinggi dari capaian 2017 yakni 5,12%. Menurutnya, mengacu pada konsumsi rumah tangga, pertumbuhan mencapai 6,6% sementara investasi 7,1%.
Adapun, di sektor konsumsi, realisasi bantuan sosial dan gaji ke-13 pada periode Lebaran. Sementara itu, untuk investasi naik dilihat dari tren impor barang modal.
Kegiatan yang menyumbang pertumbuhan terbesar dari kelompok usaha agroindustri untuk komoditas sawit yakni 56,1%. Besarnya kontribusi ini berpengaruh pada serapan tenaga kerja dengan porsi 26,6% ke sektor ini. “Sumut itu tumbuh lebih baik dari nasional, didorong konsumsi dan investasi,” ujar Hilman.
Sebelumnya, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adiyaksa, mengatakan tahun politik tak akan menjadi hambatan besar bagi para investor menanamkan modal. Dia menuturkan keputusan investasi bakal tetap dilakukan, tapi lebih pada pascapemilihan umum.
Menurutnya, hambatan utama investasi justru berasal dari harga energi yakni gas yang disebut masih tergolong tinggi, padahal ketersediaan infrastruktur sudah memadai bagi investor.
Pengaturan harga gas khusus industri di Medan dan sekitarnya telah dikeluarkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (Kepmen ESDM) No.434K/12/MEM/2017. Namun, dia menilai belum ada dampak signifikan terhadap harga gas yang diterima pelaku industri di Medan.
"Yang masih memberatkan adalah terkait dengan mahalnya energi, terkhusus harga gas yang masih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya," kata Laksamana.