Bisnis.com, BANDA ACEH - Sebanyak 15 titik panas ditemukan di wilayah Sumatra. Titik panas tersebut tersebar di 4 provinsi pulau ini.
Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) setempat menyatakan bahwa satelit menemui 15 titik panas terpantau oleh sensor modis berada pada empat provinsi di wilayah Sumatra.
"Ada tiga hotspot (titik panas) dinyatakan titik api, dari total 15 titik di Sumatra," kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Zakaria Ahmad di Aceh Besar, Provinsi Aceh, Minggu (9/9/2018).
Ia melanjutkan, ketiga titik panas tersebut menunjukkan sebagai titik api yang terpantau di dua provinsi, yakni Bengkulu dan Lampung dengan tingkat kepercayaan di atas 81%.
Lalu terdapat tujuh titik panas, di antaranya diduga sebagai titik api yang tersebar di empat provinsi, termasuk tiga titik di Aceh. Sisanya empat titik lagi terpantau di Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Lampung. Sedangkan sisanya lima titik panas lagi di Sumatra, ucap dia.
Ia meinambahkan kondisi yang teradi belum menunjukkan angka mengkhawatirkan, karena memiliki tingkat kepercayaan yang rendah.
"Ada lima titik panas terkosentrasi di tiga kabupaten di Aceh, termasuk tiga titik di antaranya diduga titik api yang bertahan sejak kemarin. Dua titik di Laut Tawar, Aceh Tengah, dan Geulumpang Tiga di Pidie," katanya.
"Dua titik panas di Bandar Dua di Pidie Jaya, dan Linge di Aceh Tengah dengan tingkat kepercayaan rendah," tegas Zakaria.
Pemerintah pada 2018 mengawal ketat wilayah rawan kebaran hutan dan lahan, sehingga berhasil menurunkan jumlah titik api hingga 96,5% di seluruh Indonesia dalam periode 2015-2017.
"Berdasarkan data hasil pantauan satelit milik NOAA, jumlah titik api di 2015 mencapai 21.929, sedangkan di 2016 menurun menjadi 3.915. Pada 2017, jumlah titik api kembali menurun menjadi 2.257," kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raffles B Panjaitan.
KLHK mencatat luas area hutan dan lahan yang terbakar di 2015 mencapai 2.611.411 hektare (ha). Angka ini menurun menjadi 438.360 ha di 2016, lalu turun lagi menjadi 165.464 ha di 2017.
"Sejak 2016, perusahaan tidak berani lagi melakukan pembukaan lahan dengan membakar, ini berpengaruh. Kalau pun ada yang terbakar itu hanya spot-spot kecil saja karena kelalaian," ujar Raffles.