Bisnis.com, MEDAN - Ekonom dari Universitas Islam Sumatra Utara (UISU) Gunawan Benjamin menyebut kebijakan terbaru Presiden AS Donald Trump terkait tarif dagang 32% terhadap Indonesia akan mengancam perekonomian Sumatra Utara (Sumut).
Hal itu terjadi karena ekonomi Sumut tak bisa dilepaskan dari industri sawit yang dominan di wilayah ini, dengan kontribusi mencapai 60% dari pendapatan domestik regional bruto (PDRB). Sedangkan produk sawit menjadi salah satu target yang dikenakan biaya tinggi.
Dikatakan Gunawan, data BPS mencatat bahwa kinerja ekspor Sumut belakangan ini mengalami penurunan. Secara kuantitas, pada tahun 2024 ekspor Sumut turun 10,5% dibanding tahun 2023.
Kondisi tersebut berlanjut di Januari 2025, di mana ekspor Sumut tercatat turun 8,15% dibandingkan dengan catatan pada Januari 2024.
"Dan saat ini ekspor Sumut kembali terancam setelah Trump menaikkan tarif sebesar 32% untuk barang dari Indonesia," jelasnya, Rabu (9/4/2025).
Disampaikan Gunawan, harga crude palm oil (CPO) dunia terpantau mengalami penurunan setelah AS menaikkan tarif impor. Harga CPO pada tanggal 2 April 2025 masih berada di kisaran 4.532 ringgit per ton, atau tepat satu hari sebelum Trump mengumumkan tarif dagang terbarunya.
Baca Juga
Saat ini, lanjutnya, harga CPO terpantau bergerak turun di kisaran 4.460 ringgit per ton. Dia menyebut hal ini jelas akan berdampak besar terhadap kinerja ekspor CPO dari Sumut.
"Sementara pada Januari kemarin, ekspor Sumut ke AS sebesar 14,01%, tertinggi kedua setelah ke Cina yang sebesar 14,86%," kata dia.
Tak hanya menekan ekspor ke AS, Gunawan juga mengatakan bahwa kenaikan tarif impor AS untuk barang-barang dari Indonesia berlaku pula ke sejumlah negara mitra dagang Sumut lainnya, seperti Cina, Jepang, India, Uni Eropa, hingga sejumlah negara Asia Tenggara (Asean).
"Ini berarti kenaikan tarif impor AS berpeluang menekan kinerja ekspor Sumut ke hampir semua negara tujuan ekspor Sumut," tambahnya.
Gunawan menekankan, kecamuk perang dagang akan mengancam perekonomian Sumatra Utara. Dia memprediksi Sumut bakal sulit mencapai target pertumbuhan 5% di tahun ini.
Bahkan, lanjutnya, Sumut akan kesulitan untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi 4,6% hingga 4,8% di tahun 2025. Situasi ekonomi dunia, disebutnya, berpeluang besar mengalami pergolakan hebat setelah kebijakan kenaikan tarif efektif dilakukan oleh AS.
"Sumut menghadapi tantangan ekonomi yang rumit setelah Lebaran ini. Kuncinya memang ada di harga komoditas Sumut, khususnya harga sawit," ujarnya.