Bisnis.com, PALEMBANG – Ada sejumlah perbedaan lingkungan pabrik pupuk dahulu dengan ‘jaman now’. Dulu warga sekitar pabrik sering mengeluhkan bau yang menyengat dari hasil pembuangan pabrik pupuk, tetapi sekarang keluhan itu sudah jauh berkurang seiring berkembangnya teknologi. Bahkan, nyaris tidak ada.
Hal itu disampaikan Direktur Utama Pusri Palembang Daconi Khotob dalam acara factory visit PT Pupuk Sriwidjada (Pusri) Palembang bersama Pupuk Indonesia Holding Company, pada pertengahan Februari 2025.
Belasan pemimpin redaksi media nasional diajak berkunjung ke pabrik milik Pusri Palembang. Kunjungan tersebut disambut langsung Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi dan Direktur Utama Pusri Palembang Daconi Khotob.
“Dulu kami sering menerima komplain dari masyarakat soal bau dari pabrik, sekarang sudah tidak ada,” ujar Daconi.
Menurut Daconi, saat ini industri pupuk telah menggunakan teknologi terbaru yang ramah lingkungan dan efisien, serta sesuai dengan standar internasional. Hal itu dinilai penting untuk mendukung keberlanjutan industri pupuk di Tanah Air.
Pabrik pupuk yang dikelola Pusri Palembang saat ini merupakan pabrik tertua dan cikal bakal industri pupuk yang rata-rata umurnya lebih dari 30 tahun. Pabrik pertama Pusri dibangun pada 1959 yang didirikan seiring dengan penemuan minyak dan gas (migas) pertama kali di sekitar sentral Sumatra.
Baca Juga
Pabrik pupuk kebanggaan masyarakat Sumatra Selatan ini sedang berbenah dengan membangun pabrik Pusri IIIB yang merupakan bagian dari revitalisasi fasilitas produksi di perusahaan tersebut. Pusri IIIB nantinya akan menggantikan peran pabrik Pusri III dan IV yang telah uzur.
Dengan teknologi low energy dan ramah lingkungan, pabrik Pusri IIIB dibangun untuk meningkatkan kapasitas produksi pupuk di Indonesia guna mendukung program ketahanan pangan nasional.
Dengan target akan menghasilkan ammonia berkapasitas 1.350 MTPD dan urea 2.750 MTPD, proyek pabrik Pusri IIIB ini diharapkan dapat memperkuat industri pupuk dalam negeri, memastikan pasokan pupuk yang stabil dan terjangkau bagi petani, serta menjadi salah satu bentuk kontribusi dalam tercapainya swasembada pangan.
Untuk unit ammonia menggunakan proses pembuatan ammonia menggunakan metode KBR-Purifier. Sementara untuk unit urea, menggunakan teknologi Toyo Aces21 yang ramah lingkungan.
Casing Tua, Teknologi Terbaru
Pada proyek pabrik Pusri IIIB ini, Adhi Karya dan Wuhuan bertugas dalam melakukan pekerjaan engineering, procurement, construction, & commisioning (EPCC). Pada proses pembangunannya, proyek ini nantinya akan dirancang dengan teknologi terbaru dari KBR sebagai licensor pabrik ammonia dan TOYO sebagai licensor pabrik urea.
Kedua teknologi ini akan membuat proses produksi pupuk lebih efisien dan ramah lingkungan. Hal ini tentunya diharapkan mampu menekan biaya operasional pabrik Pusri IIIB menjadi serendah mungkin.
Inovasi lain yang dilakukan pada proyek ini, ialah implementasi digital fertilizer untuk pengelolaan proses, aset, hingga perawatan pada proses produksi amonia dan urea. Pabrik ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pupuk subsidi dalam negeri, sehingga para petani Indonesia dapat merasakan manfaat kemudahan dalam produksi dan mampu mendukung peningkatan ketahanan pangan Indonesia.
Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi mengatakan kehadiran pabrik Pusri IIIB yang ditargetkan rampung pada 2027 mendatang menjadi pabrik paling muda yang akan mendukung ketahanan pangan nasional.
Dia pun berseloroh, meskipun Pusri merupakan pabrik pupuk tertua di Indonesia, tetapi teknologi yang dimilikinya terbilang paling terkini (update) dibandingkan dengan perusahaan pupuk lainnya.
“Sebentar lagi perusahaan ini akan memiliki pabrik yang rata-rata umurnya paling muda di Pupuk Indonesia. Pada tahun 2027 nanti ini akan ada pabrik Pusri IIIB. Jadi, casing boleh tua, tapi teknologinya terbaru,” kata Rahmad yang disambut tepuk tangan hadirin.
Rahmad menerangkan bahwa revitalisasi harus dilakukan di tengah tantangan skema subsidi yang tidak memungkinkan perusahaan pelat merah ini melakukan investasi baru.
“Karena revitalisasi itu artinya tidak hanya menambah kapasitas, tapi efisiensinya juga naik di Pupuk Indonesia ketika saya mulai menjabat. Itu catatannya separuh dari pabrik kita itu umurnya di atas 30 tahun. Alhamdulillah pada saat Covid-19 kita mengakumulasi uang yang cukup sehingga meskipun kalau menggunakan skema subsidi kita tidak bisa berinvestasi tapi kita bisa menggunakan hasil dari komersial untuk mengembangkan pabrik sehingga nanti kita bisa melayani para petani di Indonesia yang lebih baik,” tuturnya.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mendukung revitalisasi industri pupuk di bawah naungan PT Pupuk Indonesia (Persero). Ini untuk meningkatkan efisiensi produksi dan kualitas pupuk sehingga mendongkrak produktivitas pertanian.
“Pupuk Sriwidjaja ini legend. Tentu saja kita mendorong untuk perbaikan alat-alat, sehingga revitalisasi ini meningkatkan efisiensi pada kegiatan produksinya dan menghasilkan pupuk yang berkualitas, pupuk yang harganya terjangkau. Kalau efisien kan harga pokok produksinya turun,” kata Sudaryono.
Menurutnya, pupuk yang berkualitas dan ketersediaan pupuk mencukupi dari pabrik modern dan efisien dibutuhkan guna meningkatkan produktivitas pertanian.
Apalagi, kata dia, saat ini pemerintah sudah menambah alokasi pupuk bersubsidi dari alokasi awal 2024 sebesar 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton, termasuk memperbaiki sistem pengairan sawah tadah hujan dengan memberikan 64.000 pompa di seluruh Indonesia.