Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kerajinan Tarompa Datuak Karya Pengrajin Turun Menurun

Pengrajin Tarompa Datuak, kerajinan sandal yang turun temurun di Padang
Melihat Produksi Tarompa Datuak dari Pengrajin Turun Menurun/Bisnis.Muhammad Noli Hendra
Melihat Produksi Tarompa Datuak dari Pengrajin Turun Menurun/Bisnis.Muhammad Noli Hendra
Bisnis.com, PADANG - Kota Padang Panjang, Sumatra Barat, ternyata masih memiliki pengrajin yang memproduksi sebuah sendal atau tarompa yang dipakai khusus para datuk bagi suku Minangkabau.
Arlen (61) pengrajin tarompak datuak, mengatakan usaha tersebut bukanlah sekadar pekerjaan yang mencari keuntungan, tapi melalui kerajinan itu, dia telah turut melanjutkan warisan keluarga empat generasi yang dimulai dari kakeknya.
"Sejak zaman kakek saya lagi usaha ini sudah dimulai. Sebelum saya ini ada mamak (paman) saya, dan sekarang di usia sekarang, saya yang melanjutkannya," kata dia, Jumat (10/1/2024).
Tempat usaha Arlen ini, berada di sebelah Puskesmas Pembantu Kelurahan Koto Katik, Kecamatan Padang Panjang Timur. Produksi sendal ini dilakoninya seorang diri, dan terbilang sangat tekun mengolah kulit sapi menjadi sepasang sandal dengan menggunakan metode manual dan alat yang sangat sederhana.
Dia menjelaskan tarompa datuak yang dibuatnya itu, merupakan gelar pemangku adat yang disandang lelaki dari suatu kaum atau suku.
Tarompa buatan Arlen ini, dahulunya menjadi aksesoris penting yang dipakai para datuak untuk acara resmi adat dan budaya. Untuk itu tarompa datuak itu tidak hanya berfungsi sebagai sandal, tetapi juga sebagai warisan budaya Minangkabau.
"Proses pembuatan Tarompa Datuak sangatlah rumit. Saya hanya mengandalkan proses pembuatan yang masih manual tanpa bantuan teknologi modern. Dimulai dari pemotongan kulit sapi, tanpa campuran bahan apapun. Kemudian pembentukan pola, hingga tahap finishing yang memerlukan ketelitian tinggi," jelasnya.
Dia menyampaikan bahwa untuk ukiran sendal yang dibuatnya itu terbilang khasnya, karena Arlen mengandalkan tangan terampil dan peralatan sederhana seperti pisau, palu dan alat “pangukua karambia” atau parutan kelapa tradisional. 
Dalam sehari, dia mampu menyelesaikan hingga empat pasang sandal jika proses berjalan lancar. Namun, untuk jenis tertentu yang lebih sulit, ia hanya dapat menyelesaikan satu pasang per hari.
"Bahan baku berupa kulit sapi didapat Arlen dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Silaing Bawah," ucapnya.
Dia memastikan, semua sandal buatannya menggunakan bahan alami, tanpa campuran plastik atau bahan sintetis lainnya, sehingga menghasilkan tarompa yang awet dan tahan air. 
"Sayangnya, harga bahan baku yang mahal, membuat saya hanya mampu membeli kulit sapi kering sesuai jumlah modal yang tersedia," sebutnya.
Di tengah semakin maraknya penjual tarompa datuak ya di Pasar Padang Panjang, Arlen menghadapi tantangan besar. 
Banyak produk yang dijual bukan hasil buatan tangan lokal, melainkan produksi dari luar daerah. Akibatnya, permintaan terhadap Tarompa Datuak buatan Arlen menurun drastis dalam dua tahun terakhir.
“Biasanya ada pesanan dari Batam, Bukittinggi, Batusangkar, bahkan ada yang dari Pulau Jawa. Sekarang sepi,” ungkapnya.
Meski demikian, dia tetap konsisten membuka usaha setiap hari dari jam 9 pagi setelah melakukan kegiatan di ladang, hingga tutup pukul setengah 6 sore. Kedai sederhana tanpa nama itu, menjadi saksi perjuangannya menjaga tradisi.
“Kalau tidak membuat tarompa, saya justru merasa jenuh. Karena ini sudah menjadi bahagian dari hari-hari saya,” katanya sambil tersenyum.
Arlen bercerita, pernah mendapatkan bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), yang membantunya memulai usaha sendiri setelah bekerja dengan orang lain di Silaing selama 15 tahun. 
Arlen memiliki tiga anak perempuan. Meski belum sepenuhnya terjun dalam usaha ini, ia optimis tradisi ini akan mereka teruskan suatu saat nanti.
“Sayang sekali kalau tradisi ini punah. Padang Panjang harus punya kebanggaan dengan karya asli seperti ini. Tarompa Datuak bukan sekadar sandal, ini adalah jejak sejarah, simbol adat, dan bukti cinta terhadap warisan Niniak Mamak terdahulu. Saya hanya ingin tradisi ini hidup, dikenal, dan dihargai. Bukan untuk saya saja, tapi untuk Padang Panjang dan generasi selanjutnya,” kata dia.
Meski tak memiliki nama tempat usaha, pelanggan dari berbagai daerah, seperti Batam, Bukittinggi, hingga Pulau Jawa, tetap datang langsung untuk memesan karya Arlen. 
Sandalnya dijual seharga Rp200.000 hingga Rp250.000, tergantung jenis dan tingkat kesulitannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper