Bisnis.com, MEDAN - Sejumlah pemangku kepentingan berharap program peremajaan sawit rakyat yang telah dimulai sejak 2017 lalu tetap belanjut dengan segala perbaikan lantaran melihat dampak positif dari adanya dana hibah tersebut terhadap peningkatan produktivitas kebun petani (pekebun) sawit.
Hal itu disampaikan stakeholders yang terdiri dari instansi pemerintah/kementerian terkait, asosiasi perusahaan sawit mitra PSR, para akademisi, mahasiswa, ekonom agro sawit, hingga perwakilan petani sawit dalam acara Focus Group Discussion (FGD) 'Spotlight of Indonesia Oil Palm Issues' 2024.
Agenda yang digelar Gapki Sumut dengan Bisnis Indonesia dan didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Medan pada Rabu (13/11/2024) ini mengusung tema "PSR Terancam Gagal, Ada Apa?" sebagai bentuk dukungan untuk perbaikan program yang kerap dikeluhkan petani karena persyaratan pengajuan PSR yang semakin rumit.
Apalagi, tekad swasembada energi di era pemerintahan Presiden Prabowo dengan mengedepankan sumber energi nabati sawit menjadi peluang bagi petani sawit untuk meningkatkan nilai keekonomian perkebunan sawitnya.
Dalam hal ini, program PSR menjadi proyek andalan pemerintah dalam mendorong peningkatan kualitas sekaligus tingkat produksi sawit rakyat yang masih jauh di bawah kinerja perkebunan perusahaan.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Triwidarto mengatakan bahwa program PSR bisa membantu meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan kualitas panen sawit dan meningkatan produktivitas sawit rakyat yang porsinya mencapai 40% dari 15,34 juta hektare luas perkebunan sawit di Indonesia.
Baca Juga
Dikatakan Heru, pemerintah terus mendorong perusahaan besar, perusahaan negara, serta pekebun rakyat untuk meningkatkan produksi kebun sawit, salah satunya dalam rangka mendukung swasembada energi dan swasembada pangan Indonesia.
Pengembangan program biodiesel dari B35 atau campuran biodiesel sebanyak 35% dalam bahan bakar menjadi B40, B50, hingga seterusnya disebut Heru membutuhkan pasokan minyak sawit yang tak sedikit.
"Untuk proyek energi B-50 saja kita butuh tambahan minyak sawit 6,6 juta ton, kalau melakukan ekstensifikasi butuh 2-3 juta hektare lahan baru untuk perkebunan dan itu sulit dilakukan. Yang paling mudah dilakukan ialah meningkatkan produktivitas kebun yang telah ada,” ujar Heru via zoom dalam acara 'Spotlight of Indonesia Oil Palm Issues (SIOP) 2024' di Medan, Rabu (13/11).
Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Achmad Maulizal mengatakan, pihaknya telah menyalurkan dana PSR bagi 251.637 ha lahan di 21 provinsi dengan jumlah petani kebun yang terlibat mencapai 154.936 orang pada periode 2017-2024.
Besaran dana pun masih terus menyesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan program, dari Rp25 juta per hektare per petani pada tahap awal peluncuran, hingga dinaikkan menjadi Rp60 juta per hektare mulai tahun 2024 ini untuk mendorong petani segera me-replanting tanaman yang telah tua.
“Kami terus berusaha memperluas program PSR ini untuk mendorong kesejahteraan petani sawit. Ada 154.936 orang petani yang sudah mendapatkan program ini,” ujar Achmad Maulizal.
Adapun Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sawit Harapan Maju Desa Kelapa Bajohom Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) Saleh, yang hadir pada agenda ini menyampaikan keluh kesah para petani di lapangan terkait semakin rumitnya regulasi pengajuan dana PSR.
Saleh mengatakan banyak petani yang mundur atau gagal dalam proses pengajuan karena terjerat aturan.
"Dulu, untuk mengajukan bantuan PSR syaratnya cuma KTP, Kartu Keluarga, dan Surat Tanah. Sejak 2022 itu ada ketentuan baru, harus ada surat keterangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan BPKH. Itu yang proses pengurusannya lama dan bikin petani surut mendaftar. Belum lagi nanti, setelah data dikirim dan menunggu lama, ternyata tanah petani itu tercatat masuk HGU atau kawasan hutan," jelas Saleh panjang lebar.
Diaku Saleh, sejatinya program PSR amat memberi keuntungan bagi dirinya dan para petani sawit swadaya lain. Dia menyebut mereka belum tentu mampu melakukan penebangan dan membeli bibit sawit berkualitas tanpa bantuan dana dari pemerintah.
Namun, persyaratan pengajuan yang semakin bertambah dengan adanya surat keterangan dari BPN dan BPKH untuk memastikan bahwa lahan petani tersebut tidak masuk ke kawasan hutan maupun hak guna usaha (HGU) perusahaan membuat petani kesulitan memenuhinya.
Dia berharap aturan itu bisa ditinjau ulang agar program dukungan bagi petani sawit ini dapat terus berjalan.
"Kalau bisa dipermudahlah proses pengajuan ini. Dihilangkan saja regulasi yang mensyaratkan surat keterangan itu karena membuat semakin lama proses pengajuannya," tambahnya.
Pemangku kepentingan perkebunan sawit nasional mendorong pemerintah untuk melanjutkan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan intensitas yang lebih tinggi dari yang berlaku saat ini.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Seluruh Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan perusahaan sawit berkomitmen membantu implementasi program PSR untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut dia, Gapki terus berkoordinasi dengan Dirjen Perkebunan dan BPDPKS untuk mendorong memuluskan program PSR yang masih banyak terkendala sampai saat ini.
Beberapa masalah terkait sawit rakyat, tuturnya, mulai dari tidak tersedianya dokumen petani, proses upload dokumen yang panjang, proses pembuatan poligon peta yang sulit (biaya tinggi dan terbatasnya sumberdaya di lapangan), banyak perusahaan yang tidak bersedia menandatangani pernyataan kebenaran dan kelengkapan dokumen, hingga keengganan petani kehilangan pendapatan selama masa tanaman bekum menghasilkan.
Terkait dengan pendanaan program PSR kemitraan dengan petani, ungkapnya, pihaknya memiliki perhitungan biaya program sendiri, dimana nilainya untuk perhitungan minimal mencapai Rp100,54 juta dan tertinggi mencapai Rp112,42 juta per hemtare.
“Kami senang nilai bantuan PSR dinaikan dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta per ha. Tapi kami punya perhitungan lagi. Karena nilainya cukup besar Rp112,4 juta, kami usul sumber dananya dari BPDPKS dan pinjaman,” ujar Ketum Gapki tersebut. (K68)