Bisnis.com, PALEMBANG – Sebanyak 12 warga Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Palembang atas kasus kabut asap yang terjadi menahun di wilayah tersebut.
Gugatan yang juga didukung oleh Inisiasi Penggugat Asap Sumsel (ISSPA) ditujukan ke tiga perusahaan pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan tuntutan ganti rugi atas tercerabutnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pemulihan lingkungan atas terjadinya kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Diketahui, para penggugat merupakan warga yang bermukim atau berasal dari beberapa daerah diantaranya Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Kota Palembang, dengan latar belakang mulai dari petani, penyadap karet, nelayan, peternak kerbau rawa, ibu rumah tangga, pekerja lepas, hingga pegiat lingkungan.
Kuasa Hukum sekaligus Ketua Persatuan Advokat Dampak Krisis Ekologi (PADEK) Ipan Widodo mengungkapkan tuntutan pertanggungjawaban ini pertama kali dilakukan oleh masyarakat yang sudah lama menghadapi dampak buruk asap akibat karhutla.
Menurutnya, karhutla yang terjadi di wilayah izin para tergugat telah berkontribusi signifikan memicu kabut asap di Palembang, seperti yang terjadi pada tahun 2015, 2019 dan 2023 lalu.
“Luas areal terbakar dalam konsesi para tergugat pada 2015-2020 seluas 254.787 hektare,” imbuhnya.
Baca Juga
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Belgis Habiba menambahkan, konsesi para tergugat berada pada lanskap gambut yang memiliki peran penting menyimpan karbon.
Dengan rusaknya area gambut, kata dia, lantas memicu karhutla serta kabut asap secara terus menerus.
“Tentu sangat memperburuk krisis iklim. Peningkatan emisi karbon akibat itu (kebakaran dan asap) juga berkontribusi menghambat upaya penurunan emisi, bahkan membuat gagalnya pencapaian target iklim,” tegasnya.
Sementara itu, Pralensa salah seorang penggugat asal Desa Lebung Hitam, Kecamatan Tulung Selapan, OKI, mengakui karhutla hingga menyebabkan kabut asap telah memberikan dampak buruk di berbagai sektor kehidupan.
Dari sektor ekonomi, misalnya, dia merasakan kerugian atas terbakarnya lahan perkebunan serta usaha sarang burung walet yang dimilikinya. “Iya, kalau dikalkulasikan ratusan juta bisa sampai,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, adanya kabut asap menurutnya telah mengubah pola hidup seperti tidak bisa beraktivitas lebih pagi serta penggunaan masker.
“Iya dari sisi immateriil seperti kesehatan dan aktivitas-aktivitas lainnya,” tambahnya.