Bisnis.com, MEDAN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatra Utara merilis kondisi perbankan di Sumut hingga pertengahan tahun 2024.
Kepala Kantor OJK Provinsi Sumut Khoirul Muttaqien mengatakan sektor perbankan Sumut masih menunjukkan ketahanan dengan peningkatan modal dan ketahanan likuiditas hingga Mei 2024.
Dia menyebut pertumbuhan kredit semakin pulih dan solid sebesar 7,26% (yoy) setelah tahun sebelumnya mencatatkan pertumbuhan negatif.
Kredit produktif mendominasi penyaluran kredit dengan total mencapai Rp186,06 triliun atau 69,76% dari total kredit, dengan pertumbuhan sebesar 5,06% (yoy).
Peningkatan kredit produktif didorong oleh kredit Modal Kerja dengan porsi 44,49% atau tumbuh 7,85% yoy; dan kredit Investasi yang porsinya 25,27% dengan pertumbuhan 0,48% (yoy).
"Dari sisi lapangan usaha, peningkatan kredit produktif terutama didorong oleh Industri Pengolahan yang bertumbuh cukup tinggi 11,93% (yoy)," kata Muttaqien dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (23/7/2024).
Baca Juga
Terkait akses pembiayaan untuk UMKM di Sumut, OJK mencatat per Mei 2024 penyaluran kredit mencapai Rp79,72 triliun dengan pertumbuhan sebesar 9,06% (yoy).
Penyaluran kredit UMKM, lanjut dia, didominasi oleh sektor Perdagangan dengan pangsa 45,41%, diikuti dengan Pertanian dengan pangsa 26,08% yang terdiri dari perkebunan sawit dan pertanian padi.
Muttaqien mengatakan, pertumbuhan kredit UMKM yang cukup signifikan didorong oleh pertumbuhan kredit segmen usaha mikro dengan share outstanding terhadap kredit UMKM total sebesar 50,51%.
Sementara kredit konsumtif juga terjaga stabil tumbuh mencapai Rp80,66 triliun atau bertumbuh 12,71% (yoy).
Pertumbuhan kredit konsumtif, kata dia, ditopang oleh tiga kebutuhan, yakni kredit rumah tangga lainnya dan multiguna yang bertumbuh 12,67% (yoy), kredit kepemilikan rumah tinggal (KPR) yang mencapai 10,60% (yoy), serta terbesar dari kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) yang mencapai 17,43% (yoy).
Dari sisi kualitas kredit perbankan, OJK juga menyebut masih pada tingkat yang aman.
Rasio kredit tidak lancar atau non performing loan (NPL) net terbilang kecil hingga Mei 2024 yakni sebesar 1,01%, meski pada Desember 2023 perbankan di Sumut berhasil mencatatkan NPL hanya sebesar 0,73%.
Sedangkan NPL gross atau jumlah (total) kredit bermasalah termasuk bunga yang belum dibayar dan biaya lainnya periode ini sebesar 2,05%, lebih tinggi dari catatan OJK pada Desember 2023 yang sebesar 1,81%.
Sementara itu, loan at risk (LaR) atau kredit yang berisiko berhasil mengalami perbaikan hingga mencapai 7,39% saat ini. OJK mencatat ini dipengaruhi oleh berkurangnya jumlah kredit restrukturisasi. Diketahui, pada Desember 2023 LaR perbankan tercatat sebesar 7,61%.
Adapun penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang sempat stagnan selama 2023 juga mulai menunjukkan peningkatan. Hingga Mei 2024, total DPK yang dihimpun mencapai Rp317,37 triliun, tumbuh sebesar 5,62% (yoy).
Pertumbuhan DPK didukung oleh peningkatan simpanan Giro sebesar 13,88% (yoy) dan Deposito sebesar 5,94% (yoy). Sementara secara struktur, porsi jenis simpanan terbanyak terdapat dalam bentuk tabungan (43,71%), deposito (39,26%), lalu giro (17,03%).
Muttaqien mengatakan bahwa ketersediaan dana yang cukup dalam sektor perbankan dengan pusat operasi di Sumatrra Utara pada Mei 2024 menunjukkan tingkat likuiditas yang terjaga.
Dia menjelaskan, rasio antara Alat Likuid dan Deposito Non-Core (AL/NCD) serta Alat Likuid dan Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat masing-masing sebesar 97,56% dan 20,21%. Angka tersebut tergolong masih dalam level yang aman melampaui ambang batas kesehatan bank yang masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Dia juga menyebut kondisi itu jadi sinyal yang baik atas kesiapan perbankan dalam mengatasi kebutuhan transaksi masyarakat di Sumut.
Di samping itu, ketahanan modal juga tetap solid yang terlihat dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yang menguat menjadi 29,87%. Pada Desember 2023 CAR tercatat sebesar 28,22%.
Muttaqien menilai situasi tersebut mengindikasikan bahwa jumlah modal perbankan masih mencukupi dalam menghadapi risiko potensial.
"Ke depan, OJK dan industri perbankan akan terus memantau risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi," tutupnya. (K68)