Bisnis.com, PALEMBANG – Perkembangan aktivitas ekspor secara tahunan di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) dinilai memerlukan perhatian khusus.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Moh Wahyu Yulianto melaporkan ekspor di Sumsel secara year on year (yoy) mengalami penurunan sebesar 13,08% atau dari US$580,42 juta pada Mei 2023 menjadi US$504,51 juta pada periode tahun ini.
“Perlu menjadi perhatian bahwasanya perkembangan ekspor secara tahunan (Sumsel) 2024 lebih rendah dibanding kondisi tahun 2023 yang lalu,” ungkapnya, dikutip Selasa (2/7/2024).
Penurunan ekspor Sumsel secara yoy disebabkan oleh menurunnya ekspor nonmigas dan migas masing-masing sebesar 11,15% dan 36,83%.
Sementara itu, Wahyu menjelaskan, nilai ekspor Sumsel pada periode Mei 2024 ini sebesar US$504,51 juta atau naik 18,34% secara month to month (mtm).
Kenaikan itu ditopang oleh kenaikan ekspor nonmigas sebesar 22,37% atau dari US$389,72 juta pada tahun 2023 menjadi US$476,91 juta di tahun ini.
Baca Juga
“Kenaikan itu didorong oleh komoditas batu bara, lignit, serta karet dan produk dari karet,” imbuhnya.
Dia memerinci, dari total nilai ekspor yang mencapai US$504,51 juta, sektor pertanian tercatat mencapai US$5,63 juta atau mengalami kenaikan secara yoy sebesar 83,78%. Kemudian sektor industri US$217,82 juta atau terkontraksi 26,01% yoy, sektor pertambangan US$253,47 juta atau naik 5,92% yoy, serta sektor migas dengan nilai US$27,59 atau turun 36,83% yoy.
“Untuk share terbesar secara kumulatif dari sektor industri yakni sebesar 48,98%,” kata Wahyu.
Dia menambahkan, dari tiga komoditas unggulan di Sumsel, secara tahunan hanya ekspor batu bara yang mengalami kenaikan sebesar 5,92%. Sedangkan dua komoditas lain diantaranya karet remah dan pulp dari kayu masing-masing terkontraksi 0,65% dan 59,08%.
Adapun pangsa ekspor tertinggi masih ke Tiongkok dengan nilai US$819,55 juta atau sharenya sebesar 35,31%. Komoditasnya meliputi bubur kertas US$366,43 juta, lignit US$338,82 juta, dan batubara US$49,34 juta.
“Negara selanjutnya yaitu India sebesar 1118% dan Malaysia 8,29%,” pungkasnya.