Bisnis.com, Aceh - PT Socfin Indonesia (Socfindo) Sungai Liput Aceh berkomitmen mendukung industri sawit yang berkelanjutan dengan penerapan green economy dalam kegiatan industrinya.
Ini dibuktikan Socfindo dengan perolehan sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), baik untuk pengelolaan perkebunan maupun pabrik milik PT Socfindo, sejak 2016 dan 2014 lalu.
Beny Sihotang, Asisten Kepala Kebun Sungai Liput PT Socfindo mengatakan konsep industri ramah lingkungan sudah sejak lama diterapkan oleh salah satu usaha perkebunan sawit komersial pertama di Indonesia yang dibuka sejak 1911 ini.
Penerapan green economy (ekonomi hijau) oleh Socfindo mencakup penerapan praktik perkebunan maupun pabrik yang baik, tanggung jawab atas lingkungan maupun pekerjanya, hingga peningkatan usaha yang berkelanjutan.
“Sejak dari pembukaan lahan Socfindo berprinsip untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar. Batang-batang pohon itu kami belah tipis-tipis agar mempercepat proses pelapukan. Kami juga menanam sejenis kacang-kacangan (mucuna) yang berfungsi untuk menutup permukaan tanah. Tanaman kacang-kacangan ini berfungsi melindungi tanah agar kandungan haranya tetap terjaga. Selain itu, kami juga berupaya menekan penggunaan bahan kimia. Kami tidak lagi memakai paraquat atau bahan kimia herbisida untuk pengendalian rumput," terang Beny kepada Bisnis, Rabu (15/11/2023).
Socfindo Sungai Liput sendiri saat ini memiliki kebun seluas 3.200 hektare dengan satu pabrik CPO (crude palm oil) berkapasitas 21 ton per jam. Dalam penerapan prinsip ramah lingkungan lainnya, Teknisi 2 Socfindo, Santo mengatakan pabrik pengolahan CPO Socfindo di Sungai Liput ini disokong oleh bahan bakar yang berasal dari limbah sawit.
Baca Juga
“Dari proses pengolahan di sini ada sisa ekstraksi atau perasan. Ampas ekstraksi ini ditambahkan dengan ccangkang lalu dijadikan bahan bakar boiler untuk mengubah air menjadi uap. Uap itulah yang dialirkan ke turbin untuk membangkitkan alternator sehingga menjadi arus listrik. Steam atau uap yang dihasilkan akan kita distribusikan ke pabrik sebagai pemanasan, seperti merebus, pemanasan, dan keperluan lain yang membutuhkan uap," jelas Santo.
Prinsip industri ramah lingkungan lain yang diterapkan Socfindo untuk mendukung industri sawit yang berkelanjutan ialah dalam pengelolaan limbah.
Pabrik dan kebun sawit Socfindo Sungai Liput telah sejak lama memanfaatkan limbah (padat) untuk menyokong industri mereka sendiri. Selain penggunaan cangkang sawit sebagai salah satu bahan bakar, Socfindo juga memanfaatkan janjang kosong sawit sebagai pupuk langsung bagi tanaman sawit muda.
Sementara limbah cair yang dihasilkan Socfindo, kata Santo, telah melalui serangkaian tahapan sebelum dialirkan ke batang sungai. Socfindo memiliki 5 tahapan kolam yang harus dilalui limbah untuk menekan zat kimia berbahaya yang dibawanya.
“Kami memiliki bak dekantasi yang akan menyaring kembali kandungan minyak yang masih terdapat dalam limbah slood. Limbah tersebut lalu masuk ke bak fatpit. Di dalam fatpit inilah kandungan minyak dalam limbah kembali ditekan hingga sampai di bawah 0,6% sesuai standar Socfindo. Dari fatpit, baru masuk ke 5 kolam tahapan pengolahan lainnya sebelum limbah tersebut aman di buang ke sungai," terang Santo.
Untuk memonitor kualitas limbah cair yang dihasilkan, Socfindo pun telah terkoneksi langsung dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui alat sparing.
“Setiap 2 menit alat di rumah sparing ini akan mengirim data kualitas limbah kami ke KLHK," pungkasnya.
Sementara itu, Bendahara GAPKI Sumut Sugi Hartana mengatakan perkebunan Socfindo di Sungai Liput sebagai kebun sawit pertama di Indonesia masih beroperasi dengan baik.
Hal itu, lanjutnya, karena manajemen mencoba mempertahankan keberadaan kebun tersebut sebagai aset produktif dan heritage sejarah perkebunan kelapa sawit di Indonesia. (K68)