Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Sawit Belum Diuntungkan dengan Ketetapan Harga

Harga TBS di Sumsel pada periode kedua bulan Oktober 2023 ini ditetapkan sebesar Rp2.286 per kilogram untuk sawit umur tanam 10-20 tahun.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, PALEMBANG -- Hasil penetapan harga tandan buah segar (TBS) di beberapa daerah penghasil kelapa sawit di Indonesia dinilai belum terlalu menguntungkan bagi para petani swadaya. 

Harga TBS di Provinsi Sumatra Selatan, misalnya, pada periode kedua bulan Oktober 2023 ini ditetapkan sebesar Rp2.286 per kilogram untuk sawit umur tanam 10-20 tahun. 

Wakil Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumsel M Yunus mengatakan harga TBS yang didapatkan dari hasil rapat Tim Penetapan Harga tersebut tidak langsung sama dengan harga yang berlaku di kalangan petani sawit. 

Menurut Yunus, harga untuk para petani swadaya lebih rendah atau memiliki selisih berkisar Rp200 - Rp300 per kilogram dari harga TBS yang ditetapkan. 

"Karena harga itu untuk TBS plasma yang bermitra dengan perusahaan. Misalnya sekarang ditetapkan harga Rp2.300 per kilogram, di petani swadaya TBS bisa Rp1.900 atau Rp2.000 per kilogram," jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (24/10/2023). 

Penetapan harga TBS di Sumsel, kata Yunus, dilakukan Tim Penetapan Harga yang terdiri dari Dinas Perkebunan, perusahaan kelapa sawit yang jumlahnya berkisar 10 perusahaan dan juga asosiasi petani sawit atau Apkasindo. 

Dia menjelaskan, untuk proses penetapan harga yakni berdasarkan harga pasar crude palm oil (CPO) internasional yang biasanya merujuk pada harga CPO Malaysia dan Amsterdam. 

"Harga itu dirilis oleh KPBN di Jakarta, dan itu yang dijadikan acuan oleh perusahaan-perusahaan membuat kontrak penjualan CPO kepada pembeli," jelas Yunus. 

Masih dikatakan Yunus, terdapat beberapa biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan TBS menjadi CPO dan total biaya tersebut juga mempengaruhi terhadap harga beli TBS. 

"Itu juga disampaikan dalam laporan tertulis oleh perusahaan perusahaan peserta penetapan harga. Jadi cost tadi setelah menjadi pengurang kemudian mendapat indeks K dan dikalikan dengan CPO internasional baru menghasilkan harga pembelian TBS di tingkat PKS di masing-masing perusahaan," bebernya. 

Diakui Yunus, penetapan harga TBS di Sumsel yang berlangsung selama dua kali dalam sebulan masih sangat jauh dengan perkembangan CPO global, sehingga harga yang diterima petani juga semakin jauh dari seharusnya. 

Pihaknya berharap, tata kelola penetapan harga TBS sawit di Bumi Sriwijaya itu dapat dilakukan sama seperti provinsi penghasil sawit lainnya, seperti Riau. 

"Harusnya bisa satu minggu sekali, sehingga tidak memiliki gap yang jauh dengan harga CPO di internasional," tegasnya. 

Sementara itu, menyingung terkait peluncuran bursa CPO Indonesia dan telah menunjuk Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) sebagai penyelenggara bursa CPO diharapkan dapat memperbaiki harga TBS di Indonesia, utamanya Sumsel. 

Yunus memandang dengan adanya bursa CPO itu harga CPO Indonesia bisa lebih baik dari sebelumnya. "Karena kita ini produsen CPO terbesar, seharusnya kita yang menentukan harga tersebut," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper