Bisnis.com, PADANG — Pemerintah Provinsi Sumatra Barat melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) menyatakan akan melakukan kebijakan untuk memperkuat perdagangan antar daerah.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbar Novrial menyampaikan kondisi yang terjadi saat ini adanya hasil pangan di Sumbar yang dijual ke luar daerah. Padahal dari sisi produksi, sebagian besar pangan berada di Sumbar.
"Sebut saja, beras, bawang merah, cabai merah, tomat, dan sayur-sayuran lainnya itu, ada di Sumbar. Tapi kondisi yang terjadi di lapangan, hasil pangan di Sumbar lebih banyak diperjualbelikan di luar Sumbar," katanya, Rabu (27/9/2023).
Novrial melihat perdagangan itu terjadi bukanlah tanpa sebab dan didorong oleh beberapa faktor. Mulai dari soal harga dan selera orang Sumbar terhadap suatu komoditas pangan.
"Cabai merah Jawa itu ternyata lebih disukai masyarakat Sumbar ketimbang cabai merah yang dipanen di Sumbar sendiri. Ada rasa pedasnya yang disukai pada cabai merah Jawa itu. Makanya hasil panen cabai merah di Sumbar ini dijual ke luar daerah," jelasnya.
Begitu juga soal bawang merah, kendati Sumbar mempunyai sentra bawang merah, tapi hanya sedikit hasil panen bawang merah di Sumbar yang diperdagangkan di Sumbar, sementara sebagian besarnya banyak dijual keluar daerah Sumbar.
"Bawang merah yang banyak di jual di Sumbar ini datang dari Brebes. Masyarakat Sumbar merasa, bawang merah Brebes ini tidak begitu tajam rasanya, kalau bawang merah Sumbar terasa tajam. Makanya banyak bawang merah dari luar daerah yang masuk ke Sumbar," jelasnya.
Selain soal selera, dari sisi perdagangan, Novrial menduga harga jual ke luar Sumbar lebih tinggi, bila dibandingkan dijual di dalam daerah.
Artinya dari sisi bisnis, akan lebih menjanjikan berdagang ke luar provinsi, ketimbang di dalam daerah. Sehingga hasil panen dijual ke luar Sumbar.
Apalagi Sumbar memiliki brand yang sudah lebih terkenal, seperti Beras Solok. Untuk Beras Solok tergolong beras premium yang dijual dengan harga yang bisa dijangkau untuk kalangan menengah ke atas.
Begitu pun untuk santan kelapa, di Sumbar ini banyak rumah makan yang menjual rendang itu santan kelapa hanya dibeli di Kota Pariaman, kendati di daerah lainnya di Sumbar ada perkebunan kelapanya.
"Jadi saya melihat memang terjadi perdagangan silang di Sumbar ini. Hasil panen Sumbar di jual keluar, dan kebutuhan pokok Sumbar datang dari luar daerah," jelasnya.
Di lain hal, Novrial menyatakan telah ada pemerintah pusat yang mengatur soal penguatan pangan antar daerah itu. Artinya perdagangan antar daerah yang diperkuat.
Namun untuk menindaklanjuti aturan itu, Pemprov Sumbar perlu untuk mengeluarkan aturan turunannya, seperti Peraturan Gubernur (Pergub).
"Semoga soal penguatan antar daerah ini segera terwujud, jadi hasil panen pangan di Sumbar ini bisa memenuhi di dalam daerah. Bila rasanya sudah terpenuhi di dalam daerah, barulah berpikir untuk dijual ke luar daerah," ungkapnya.
Selain itu, Novrial mengakui belum mempunyai data terkait perdagangan itu, karena bicara soal angkutan barang yang masuk ke Sumbar itu kewenangannya ada di Kementerian Perhubungan, karena Kemenhub yang menghitung tonase kendaraan.
"Sekarang Disperindag sedang merancang untuk bekerjasama dengan Kemenhub, sehingga Disperindag punya data, berapa cabai merah yang masuk ke Sumbar, jadi kita bisa tahu. Kalau sekarang, kita tidak tahu dan tidak punya data soal itu," tegasnya.
Kondisi penguatan perdagangan pangan antar daerah ini, juga telah disorot oleh Kementerian Keuangan melalui Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumbar yang menyebutkan pemerintah daerah perlu mewaspadai terjadinya inflasi yang disebabkan oleh komoditas cabai merah.
Kepala Kanwil DJPb Sumbar, Syukriah HG mengatakan kondisi Sumbar pada Bulan Agustus 2023 secara month to month (mtm) tercatat mengalami inflasi sebesar 0,05 persen. Sementara secara year on year (yoy), pada bulan Agustus tercatat inflasi sebesar 3,23 persen dengan IHK sebesar 116,28.
Secara mtm, kelompok yang dominan memberikan andil inflasi Sumbar Agustus 2023 adalah kelompok cabai merah sebesar 0,17 persen, ikan gembolo/aso-aso sebesar 0,05% diikuti kelompok beras sebesar 0,04 persen, kentang sebesar 0,03 persen, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,03 persen.
"Sumbar perlu waspada soal cabai merah ini, apalah kini harga cabai merah lagi naik. Perlu ada upaya pengendalian sejak sekarang seharusnya, mungkin melalui program menanam cabai untuk masing-masing rumah tangga," katanya.
Menurutnya penting bagi pemerintah daerah untuk membahas kondisi tersebut. Karena Sumbar baru saja berhasil keluar dari angka inflasi tertinggi di Indonesia.
Supaya hal tersebut tidak terjadi, maka penting untuk dilakukan langkah-langkah yang tepat. DJPb Sumbar juga berencana akan membahas kondisi tersebut bersama pemerintah daerah dalam waktu dekat ini. "Dari ketersediaan stok, saya rasa Sumbar ini kaya hasil pangannya. Ada cabai merah nya, ada bawang merahnya, beras apalagi. Perlu langkah yang tepat," ujar dia.