Bisnis.com, PADANG - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyatakan bencana gempa bumi dan tsunami masih menjadi isu hangat di Provinsi Sumatra Barat.
Kepala Pelakaana BPBD Sumbar Rudy Rinaldy mengatakan ancaman tersebut butuh sinergi dan komitmen semua pihak pengambil kebijakan dalam penanggulangannya.
Menurutnya jika gempa megathrust Mentawai benar-benar terjadi, Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dan Pelabuhan Teluk Bayur besar kemungkinan bakal lumpuh. Padahal, keduanya ini pintu masuk atau keluar dari daerah Sumbar.
"Makanya penting membuat batasan landasan tsunami atau blue land, agar masyarakat lebih siaga, dan bisa mengurangi korban," kata Rudy pada kegiatan Table Top Exercise (TTX) Simulasi Gempabumi dan Tsunami Kawasan Infrastruktur Kritis BIM, di Padang, Selasa (22/8/2023).
Dia menyebutka selain memberikan informasi yang lebih cepat, akurat, dan terkini, dia berharap Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga bisa memakai alat yang lebih mutakhir. Kemudian harus disinergikan dan disosialisasikan agar bisa digunakan instansi terkait, termasuk bagi BPBD se-Sumbar.
"Karena informasi awal terkait gempa dan tsunami tentu dari BMKG. Jadi kami dari BPBD tetap berpijak pada teknologi mutakhir yang BMKG gunakan, cuma jika terjadi kami tidak fokus ke BIM saja, tapi seluruh wilayah Sumbar," ucapnya.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan BMKG, Daryono menyebut, potensi besarnya megathrust Mentawai bisa mencapai 8,9 magnitudo. Ancaman ini sangat penting diwaspadai dan perlu sinergisitas untuk zero victim atau meminimalisir korban.
Salah satunya, berupaya untuk bersinergi melakukan kegiatan-kegiatan mitigasi kebencanaan. Terlebih lagi di kawasan BIM Kabupaten Padang Pariaman, sebagai gerbang pintu masuk yang sangat penting di wilayah Sumbar.
"Karena Sumbar memang indah, namun di sisi lain juga sangat rawan bencana," kata Daryono sebelum membuka kegiatan TTX Simulasi Gempabumi dan Tsunami Kawasan Infrastruktur Kritis BIM yang digelar BMKG tersebut.
Menurutnya, mitigasi bencana sangat penting untuk menuju zero victim. Apalagi, gempa bumi yang diprediksi bakal terjadi sekitar 8,9 magnitudo sangat berdampak pada adanya ancaman tsunami dengan ketinggian air mencapai 10 meter.
Dia juga menjelaskan, sebelum megathrust Mentawai ini terjadi, Sumbar juga pernah dilanda gempa besar dan tsunami. Tercatat di antaranya, gempa 8,7 magnitudo pada 10 Februari 1797 dengan tsunami 9 meter, dan lebih 300 orang meninggal.
Kemudian, gempa 9,0 magnitudo pada 24 November 1833 dengan ketinggian tsunami 6 meter. Lalu bencana gempa 8,6 magnitudo disertai tsunami di Air Bangis pada 16 Februari 1861 dengan 700 orang meninggal dan puluhan rumah rusak.
"Terakhir gempa 7,8 magnitudo 2010 di Mentawai diiringi tsunami yang menyebabkan sebanyak 400 orang hilang," ungkap Daryono via zoom di hadapan peserta TTX.
Kendati begitu, dari banyaknya rentetan gempa yang terjadi selama ini, aktivitas gempa masih relatif jarang terjadi di wilayah Seberut Mentawai. "Hampir di wilayah Sumatera segmennya sudah lepas, hanya di Mentawai ini belum, jadi potensinya kemungkinan besar bakal terjadi," jelasnya.
Sementara Executive General Manager Angkasa Pura II Kantor Cabang BIM, Siswanto membeberkan, saat ini mencapai 7000 penumpang setiap hari di BIM Padang Pariaman. Jumlah ini disebut terus meningkat pasca Covid-19 empat tahun silam.
"Jadi kami sangat mengapresiasi jika BIM dijadikan simulasi gempa dan tsunami secara live. Tentu juga sebagai tambahan pengalaman antisipasi sejak dini bagi kami nantinya," sebutnya.
Baginya, jika gempa besar yang disertai tsunami benar-benar terjadi, lantai tiga BIM bisa dijadikan shelter atau tempat evakuasi sementara bagi warga yang ada di BIM. "Tentu termasuk bagi penumpang yang ada di BIM," tutupnya.