Bisnis.com, MEDAN - Gejolak perekonomian global dan maraknya penolakan produk hasil deforestasi oleh Uni Eropa tak lantas membuat PT Sumber Tani Agung Resources Tbk. (STAA) gentar akan menyempitnya pangsa pasar internasional.
Head of Investor Relation Sumber Tani Agung Resources Edward Wijaya mengatakan fokus target emiten STAA di tahun 2023 masih berasal dari pasar domestik, guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Akan tetapi di tahun 2024, seiring dengan mulai operasinya industri hilir kami, maka kami akan mulai melakukan pemasaran intensif di pasar internasional untuk mengekspor penjualan produk hilir kami," ujar Edward kepada Bisnis, Minggu (26/3/2023).
Belajar dari keberhasilan melewati resesi global yang terjadi di tahun 2000 dan 2008, Edward menyebut perusahaan akan terus fokus untuk menaikkan produksi dan meningkatkan cost efficiency. Dimana 2 aspek tersebut adalah fundamental dan sangat penting untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi rintangan apapun.
Terlebih kelapa sawit adalah produk salah satu komoditas yang produk turunannya banyak diperlukan untuk memproduksi produk-produk keseharian konsumsi global seperti di industri pangan dan energi, sehingga demand terhadap Crude Palm Oil (CPO) akan terus ada dan tidak akan berefek terlalu besar walaupun di masa resesi.
"Tantangan-tantangan yang umumnya perlu kami menjaga adalah faktor faktor internal seperti segi efisiensi, produktivitas maupun decision-making perusahaan karena hal hal inilah yang bisa dapat kami menjaga," tambah Edward.
Terkait penolakan Uni Eropa, Edward menilai hal tersebut tidak memberi dampak besar terhadap STAA, karena adanya kebijakan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang memudahkan perusahaan dalam memenuhi kriteria ekspor.
"Perusahaan juga berkomitmen untuk mendapatkan sertifikat RSPO bagi unit operasional yang telah mendapatkan sertifikat ISPO dan akan kickoff di tahun ini dengan memperkuat tim sustainability", lanjutnya.
Terlebih customers domestic STAA, sambung Edward, yaitu Wilmar, Permata Group, dan Musim Mas adalah perusahaan yang sudah terakreditasi RSPO dimana operationalnya tidak akan banyak berpengaruh pula atas kebijakan Uni Eropa tersebut.
Diketahui aktivitas ekspor minor yang dilakukan STAA saat ini masih merupakan negara-negara di benua Asia seperti India, Korea Selatan dan China. Sehingga memang tidak akan ada dampak yang signifikan terhadap perusahaan dari penolakan produk deforestasi oleh Uni Eropa.
Di samping itu, STAA mengaku akan meningkatkan tambahan produksi dari 2 kebun yang baru diakuisisinya pada September 2022 lalu. Edward pun optimis dengan usia tanaman yang masih prima dan pemupukan yang konsisten, ia yakin angka produksi akan lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
STAA di tahun 2023 juga akan fokus menyelesaikan proyek hilirisasi di Lubuk Gaung, Dumai. Yang mana proyek tersebut masih dalam proses pembangunan pabrik refinery dan fractionation kapasitas 2000 MT/day, tangki timbun dan pelabuhan jetty.
Selain itu, tambah Edward, saat ini perusahaan juga melakukan proses due diligence dengan beberapa prospek kebun sawit yang tengah ditawarkan ke STAA sebagai langkah untuk memperluas lahan.
"STAA akan selalu fokus pada fundamental operational perusahaan dan juga menonjolkan komitmen kami terhadap aspek ESG (Environment, Social, Governance). Dengan itu, kami harap para investor bisa memberi kepercayaan mereka terhadap kami dan ikut tumbuh dengan STAA," pungkas Edward.