Bisnis.com, PALEMBANG – Sebanyak 40 persen dari total luasan 1,2 juta hektare lahan gambut di Sumatra Selatan tercatat dalam kondisi menurun atau terdegradasi.
Hal tersebut disampaikan Tim Ahli Restorasi Gambut Sumatra Selatan (Sumsel) Syafrul Yunardi di sela acara konsultasi publik dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) Sumsel, Senin (29/8/2022).
Syafrul menjelaskan bahwa lahan gambut di Sumsel bentuknya berupa hutan rawa gambut.
“Di atasnya hutan, di bawahnya gambut tetapi pada kenyataannya hutan itu ditebang dan dibuka untuk kegiatan perkebunan dan pertanian,” katanya.
Pembukaan hutan gambut itu, kata Syafrul, seiring tingginya pertumbuhan jumlah penduduk yang berakibat pada keterbatasan lahan produksi.
“Padahal dulu lahan gambut itu tidak dilirik, karena ini lahan marjinal alias kurang subur namun karena permintaan [lahan] tinggi, masuklah perkebunan,” katanya.
Aktivitas produksi di lahan gambut itu pula yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lantaran adanya kanalisasi yang dibuat perusahaan konsesi.
“Sejatinya hutan rawa gambut hampir sepanang tahun tergenang, kalau hutan rawa gambut itu baik tidak akan pernah terbakar. Makanya perlu ada sekat kanal agar gambut tak kering,” katanya.
Syafrul mengatakan berbagai pihak telah berupaya untuk melindungi dan mengelola ekosistem gambut.
Bahkan, kata dia, Sumsel juga dapat dukungan dari banyak negara untuk membuat lahan gambut lestari.
“Salah satunya Kanada lewat proyek Land4Lives yang lokusnya ada di kabupaten dengan lahan gambut cukup luas di Sumsel,” katanya.
Kepala Kerjasama Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia, Kevin Tokar, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menggelontorkan dana Rp190 miliar untuk pengelolaan lahan yang lebih baik di tiga provinsi di Tanah Air, termasuk Sumsel.
“Sumsel merupakan daerah kedua terbesar untuk ekosistem gambut di Indonesia, sehingga kami menilai perlu mendukung pengelolaan gambut yang lebih baik,” katanya.
Di Sumsel, pelaksanaan program Kanada bermitra dengan World Agroforestry (ICRAF) Indonesia.
Menurut Kevin, Indonesia tidak bisa memenuhi komitmennya dalam mengurangi dampak perubahan iklim, kecuali dapat mengelola gambut secara berkelanjutan.
“Akan tetapi tujuan kami tak hanya untuk perubahan iklim, melainkan juga membantu petani agar dapat menerapkan tata kelola pertanian yang lebih baik,” katanya.
Bahkan, kata dia, Kanada juga mendukung penyusunan dokumen RPPEG untuk pengelolaan gambut berkelanjutan.