Bisnis.com, BUKITTINGGI - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menyebutkan konsumsi kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di daerah itu mengalami penurunan sebesar 3 persen.
Hal ini terungkap dari Rapat Koordinasi BBM dan LPG tabung 3 Kg bersubsidi di Triarga Bukittinggi. Asisten II Bidang Pembangunan dan Perekonomian Setdaprov Sumbar Wardarusmen mengatakan penurunan konsumsi sebesar 3 persen itu, apabila dibandingkan pada tahun lalu.
"Kita melihat pada tahun 2021 kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) 414.606 kiloliter dan untuk tahun 2022, 411.029 KL, terjadi penurunan 3.577 KL," katanya, Kamis (16/6/2022).
Menurut dia awalnya Pemprov Sumbar telah mengusulkan kuota solar bersubsidi untuk Sumbar ke BPH Migas untuk 2022 sebesar 150 persen dari kuota yang didapatkan pada 2021, namun BPH Migas menetapkan jatah untuk Sumbar turun pada tahun ini.
Wardarusmen mengatakan namun BPH Migas menetapkan kuota JBT solar dilakukan secara kondisional tergantung dengan keuangan negara, ada kalanya naik dan ada kalanya turun seperti saat kondisi sekarang.
"Akibat dari hal itu, sama-sama kita lihat. Dampaknya jalanan di Kota Padang dan beberapa kabupaten dan kota di Sumbar rasanya kian sempit bukan, yang disebabkan antrean karena truk berukuran besar berjejer di jalan raya, sampai ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) yang menyediakan solar bersubsidi untuk masyarakat," ujarnya.
"Pemandangan antrean panjang ini, hampir jamak terjadi di SPBU di Sumbar," sambungnya.
Wardarusmen menjelaskan, fenomena ini yang terjadi beberapa waktu terakhir dan banyak warga yang mengeluh karena antrean panjang ini tak hanya membuat kemacetan, namun berdampak bagi pelaku usaha yang tokonya tertutup kendaraan pada saat mengantre.
Dikatakannya dengan kuota 411.029 kiloliter untuk tahun 2022, maka dalam sehari hanya 1.100 kiloliter yang disebar ke seluruh SPBU di Sumbar.
Tentu dengan adanya penurunan untuk kuota JBT solar, maka perlu pengawasan agar kuota yang ada dapat terdistribusi secara tepat sasaran sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Perpres 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Wardarusmen juga sampaikan, untuk kuota Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) pertalite pada tahun 2021 sebanyak 484.236 KL sedangkan untuk tahun 2022 adalah 242.118 KL, namun kuota ini sudah dilakukan revisi kembali ke kuota awal sebesar 484.236 KL.
Pemakaian JBT Solar untuk Pemprov Sumbar sudah over kuota sebesar 107% dari penetapan kuota sejak bulan Januari - Juni 2022.
Begitupun untuk kuota JBKP pertalite juga sudah over kuota sebesar 132%. Dengan adanya kondisi over kuota tersebut, tentu perlu adanya pengawasan yang optimal dari pihak Pemda dan seluruh stakeholder terkait.
Dia menyampaikan Pemprov Sumbar telah menerbitkan Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 540-376-2022 tanggal 27 April 2022 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pengawasan Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan dan LPG 3 kg di Sumbar.
Dikatakannya sampai saat ini belum ada kabupaten dan kota yang mengalokasikan anggaran terkait pengawasan terhadap pendistribusian BBM. Untuk itu dipandang penting agar kebijakan pembentukan Satgas BBM dan LPG 3 kg, dapat dijadikan landasan bagi kabupaten dan kota untuk membentuk Satgas yang sama di daerahnya masing-masing.
"Apalagi untuk daerah-daerah yang rentan penyelewengan pendistribusian BBM, maka pembentukan Satgas BBM menjadi suatu keharusan," katanya.
Selain itu Wardarusmen juga jelaskan upaya memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna LPG tabung 3 kg di Sumbar, telah menerbitkan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 95 Tahun 2014 Tentang Harga Eceran tertinggi LPG Tabung 3 Kg ditingkat Pangkalan.
Selanjutnya berhubung LPG tabung 3 kg merupakan kategori barang bersubsidi, maka terdapat tantangan dalam pelaksanaan subsidi bagi LPG 3 kg di Sumbar.
Seperti penerima program subsidi sulit diidentifikasi. Distribusi belum tepat sasaran (rawan diselewengkan) dan disinyalir juga dimanfaatkan oleh kelompok konsumen yang tidak berhak menggunakannya seperti restoran besar, hotel, usaha peternakan dan usaha pertanian.
Serta jumlah penggunaan tabung tidak dapat dibatasi. Rawan terjadinya pengoplosan dan penimbunan akibat disparitas harga antara LPG bersubsidi dengan LPG tidak bersubsidi.
Menurutnya terkait permasalahan BBM pada saat ini sebetulnya bukan lagi menjadi isu lokal saja, namun sudah menjadi permasalahan secara global. Harga minyak dunia yang terus melonjak dan besarnya dana subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah, menjadikan isu ini menjadi hal yang penting untuk disikapi segera.
"Kita berharap ada kebijakan baru dari pemerintah untuk menyikapinya karena tuntutan masyarakat terhadap pemerintah daerah juga semakin besar" harapnya.
Untuk itu, dengan kehadiran pejabat yang berwenang dari pemerintah pusat pada rapat tersebut, semoga dapat memberikan gambaran tentang rencana kebijakan pemerintah ke depan dalam rangka mengantisipasi permasalahan terkait dengan pendistribusian BBM dan Gas dan arahan terkait dengan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah. (k56)