Bisnis.com, MEDAN – Kinerja perekonomian sejumlah provinsi menunjukkan catatan positif pada kuartal I/2022, salah satunya adalah Provinsi Sumatra Utara.
Perekonomian provinsi ini tumbuh 3,90 persen secara tahunan atau year on year (yoy), meski secara quarter on quarter (qoq) justru mengalami kontraksi -0,13 persen.
Meski laju perekonomian kuartal awal tahun ini berjalan positif, terdapat tantangan serius yang menanti perekonomian Sumatra Utara pada kuartal mendatang. Tantangan muncul seiring kebijakan pemerintah melarang ekspor Crude Palm Oil (CPO) sejak akhir April 2022.
Seperti diketahui, perekonomian Sumatra Utara masih sangat bergantung pada sektor perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya. Tak tanggung-tanggung, sektor ini berperan hingga 60 persen.
Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Pemprov Sumatra Utara Naslindo Sirait optimistis pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2022 lebih positif ketimbang kuartal saat ini. Optimisme tersebut muncul seiring peningkatan konsumsi rumah tangga, swasta, dan pemerintah.
Naslindo mengatakan peningkatan konsumsi rumah tangga terdongkrak oleh masa Ramadan dan Lebaran Idulfitri 1443 Hijriah. Ada sekitar 7,3 juta pekerja yang memperoleh Tunjangan Hari Raya (THR). Para Aparatur Sipil Negara (ASN) juga akan menerima gaji ke-13.
Di sisi yang sama, pemerintah pusat telah memperpanjang diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 50 persen hingga 30 September 2022. Kebijakan itu, menurut Naslindo, akan mendongkrak sektor real estate.
"Pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara pada triwulan II /2022 diperkirakan akan lebih tinggi dari triwulan I dengan meningkatnya konsumsi," kata Naslindo kepada Bisnis, Rabu (11/5/2022).
Selain rumah tangga, lanjut Naslindo, konsumsi swasta diperkirakan juga meningkat pada kuartal mendatang. Pertumbuhan akan didorong peningkatan kinerja manufaktur dan investasi.
Menurutnya, kalangan swasta cenderung bersikap wait and see pada kuartal I/ 2022. Tetapi, sikap tersebut diprediksi akan berubah pada triwulan selanjutnya. Terkhusus pada bidang investasi dan konsumsi barang/jasa.
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). - Antara Foto/Muhammad Bagus Khoirunas
Naslindo mengatakan tingkat konsumsi pemerintah juga bakal meningkat pada kuartal II/2022 karena didorong realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada semester satu tahun ini.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan menembus angka 45 persen. Selain itu, bantuan sosial (bansos) juga akan memberi peran besar dan mendorong peningkatan konsumsi di tengah masyarakat.
"Dan penyelesaian berbagai proyek infrastuktur seperti pembangunan beberapa ruas jalan tol akan meningkatkan sektor konstruksi," kata Naslindo.
Naslindo tak memungkiri bahwa pelarangan ekspor CPO akan jadi tantangan dan memoderasi kinerja perekonomian Sumatra Utara. Apalagi pertumbuhan ekspor relatif tinggi pada kuartal I awal tahun ini. Akan tetapi, kata Naslindo, tantangan harus disikapi secara bijak. Khususnya bagi kalangan industri kelapa sawit.
"Industri refinery kelapa sawit dapat segera shifting ke industri downstream dengan berbagai produk turunan yang nilainya jauh lebih besar dari CPO," ujar Naslindo.
Mekipun demikian, Naslindo memahami bahwa pergeseran tipe industri tidak semudah yang dibayangkan. Diperlukan kecepatan dalam melakukan peralihan baik dari sisi produksi maupun pengembangan pangsa ekspor. Kalangan eksportir harus mengejar kontrak baru dan melakukan negosiasi dengan pihak pembeli.
"Dengan demikian, pada akhir triwulan II/2022 atau Juni mendatang kinerja ekspor akan menggeliat lagi dengan berbagai bisnis turunan CPO," ujar Naslindo.
Lebih lanjut, Naslindo menjelaskan penyebab di balik penurunan kinerja sektor pertanian Sumatra Utara pada kuartal I/2022. Menurutnya, saat itu sektor pertanian memasuki masa musim tanam.
Naslindo pun optimistis sektor tersebut meningkat kembali pada kuartal mendatang sebab musim panen akan tiba dan otomatis bakal mendongkrak kinerjanya.
"Dalam menjaga pertumbuhan positif, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi juga senantiasa melakukan koordinasi dengan semua stakeholder, baik dengan Bank Indonesia serta pemerintah kabupaten dan kota," ujarnya.
Demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi kuartal mendatang, Pemprov Sumatra Utara memberi berbagai stimulus ekonomi. Khususnya untuk kalangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), petani serta nelayan.
Stimulus tersebut berupa akses pembiayaan murah, pemberian bibit, bantuan sarana dan prasarana produksi, pelatihan dan fasilitas lainnya.
"Kami juga terus menjaga kondusivitas Sumatra Utara bagi iklim invetasi dan mendorong pengelola Kawasan Industri Kuala Tanjung dan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei untuk terus mempromosikan dan mengundang investor," ujar Naslindo.
Menurut pengamat ekonomi asal Universitas Islam Sumatera Utara Gunawan Benjamin, pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara pada kuartal mendatang akan terdorong oleh tingkat konsumsi masa Ramadan dan Lebaran Idulfitri 1443 Hijriah. Berbeda dari dua tahun terakhir, pemerintah pusat memberi pelonggaran syarat mudik pada tahun ini.
Namun di sisi lain, kesempatan akselerasi justru diiringi dengan kebijakan pelarangan ekspor CPO. Padahal, komoditas ini merupakan andalan ekspor Sumatra Utara.
"Kebijakan tersebut diambil setelah harga minyak goreng yang sebelumnya sulit untuk dikendalikan. Kalau seandainya kebijakan ini berlanjut hingga Juni 2022, jelas pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara akan terganggu," kata Gunawan kepada Bisnis.
Bila larangan ekspor CPO tidak diterapkan, menurut Gunawan, pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara sebenarnya berotensi menembus hingga 7 persen (qoq) pada kuartal II/2022. Hal itu didorong lonjakan konsumsi pada masa Ramadan dan Lebaran.
Namun karena adanya larangan, maka laju pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara diprediksi bakal jauh di bawah potensi maksimal. Menurut perhitungan Gunawan, Sumatra Utara bisa kehilangan Rp8,5 triliun dalam sebulan jika larangan ekspor CPO diterapkan.
"Jadi kalau berlaku selama dua bulan kurun Mei - Juni 2022, maka pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara di kuartal kedua akan berada dalam kisaran 4,3 - 4,7 persen," katanya.
Gunawan juga pesimistis akselerasi belanja pemerintah daerah di tengah kebijakan pelarangan mampu meredam penurunan kinerja ekspor Sumatra Utara pada kuartal II/2022. Sebab, belanja pemerintah daerah umumnya baru terealisasi maksimal pada kuartal III dan IV. Sebaliknya, penggerak ekonomi pada kuartal II biasanya ditopang konsumsi rumah tangga meski hanya sesaat.
Menurut Gunawan, berbagai ancaman di atas tak lepas dari kebijakan pemerintah pusat. Selama ini, perekonomian Sumatra Utara sangat bergantung pada sektor perkebunan kelapa sawit. Perannya mencapai 60 persen.
"Larangan ekspor produk turunan sawit memang tidak lantas membuat ekonomi Sumatra Utara hilang 60 persen. Tetapi dampaknya akan sangat terasa mulai dari petani, pekerja, pengusaha hingga masyarakat pada umumnya," pungkas Gunawan.
Berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Sumatra Utara tumbuh 3,90 persen (yoy) pada kuarral I/2022. Jika dibandingkan kuartal IV/2021 (qoq), perekonomian Sumatra Utara pada kuartal I/2022 tercatat terkontraksi -0,13 persen.
Secara spasial, struktur perekonomian Pulau Sumatra didominasi oleh Provinsi Riau sebesar 24,56 persen pada kuartal I/2022. Lalu disusul Sumatera Utara sebesar 22,92 persen dan Sumatra Selatan sebesar 13,05 persen.
Berdasarkan data BPS, perbaikan perekonomian mulai terjadi di semua provinsi setelah sekitar dua tahun dilanda pandemi Covid-19. Level pertumbuhannya bervariasi.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara menempati posisi keempat dari 10 provinsi di Pulau Sumatra. Seperti dituliskan di atas, pertumbuhannya sebesar 3,90 persen pada kuartal I/2022.
Pada 2021, laju pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara mentok di angka 2,61 persen (yoy). Meski tak sesuai harapan, angkanya meningkat dibandingkan catatan 2020 yang sempat terkontraksi dalam, yakni -1,07 persen (yoy).
Pada tahun ini, ekonomi Sumatra Utara diperkirakan berada di rentang 3,7 persen hingga 4,5 persen (yoy), laju yang sesungguhnya masih di bawah angka pertumbuhan pra pandemi.
Bank Indonesia memperkirakan pemulihan ekonomi Sumatra Utara akan terus berlangsung pada tahun ini meskipun secara gradual.
Pada 2022, pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara diperkirakan lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, yakni di kisaran 3,7 - 4,5 persen.
"Didorong oleh terus meluasnya vaksinasi yang dapat mendorong mobilitas dan konsumsi masyarakat, serta tetap tingginya harga komoditas utama yang dapat menjaga kinerja ekspor Sumatra Utara," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Utara Doddy Zulverdi beberapa waktu lalu.