Bisnis.com, MEDAN - Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Timur menetapkan dua orang tersangka dalam kasus kematian tiga ekor harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae).
Kedua tersangka adalah JD, 37, dan YM, 56. Mereka diketahui bukan warga Aceh. Melainkan berasal dari Desa Saragih Timur, Kecamatan Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.
Seperti diketahui, tiga ekor harimau mengalami nasib tragis setelah tewas dengan kondisi mengenaskan akibat terkena jerat.
Lokasi peristiwa berada di area Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT Aloer Timur, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, beberapa waktu lalu.
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Timur AKP Miftahuda Dizha Fezuono, penetapan tersangka dilakukan setelah melalui serangkaian proses penyidikan. Antara lain berupa pemeriksaan sejumlah saksi, petunjuk, barang bukti hingga melakukan gelar perkara.
Miftahuda mengatakan, terdapat 12 orang saksi yang telah diperiksa pihaknya. Di antara saksi tersebut berasal dari PT Aloer Timur.
Dari rangkaian penyidikan itu, petugas kepolisian memeroleh informasinya adanya delapan orang lelaki yang datang ke sekitar lokasi beberapa hari sebelum jasad tiga harimau ditemukan.
Sejumlah lelaki dimaksud tidak berasal dari Aceh. Kedatangan mereka disebut bertujuan untuk menjerat babi. Kini, dua dari delapan lelaki asal Sumatra Utara itu ditetapkan sebagai tersangka.
"Setelah dilakukan pulbaket untuk mencari penyebab kematian dari ketiga ekor harimau Sumatera tersebut, diperoleh informasi bahwa adanya kelompok orang yang berasal dari luar Provinsi Aceh sedang menjerat babi di wilayah Kecamatan Peunaron," ujar Miftahuda, Jumat (29/4/2022).
Petugas kepolisian menyita sejumlah barang bukti dari para tersangka. Antara lain satu unit sepeda motor tanpa nomor polisi dan sejumlah gulungan seling yang digunakan sebagai jerat.
Selain itu, petugas juga menemukan beberapa helai bulu burung Kuau Raja (Argusianus argus) saat menyambangi bekas area kemah para pelaku. Burung Kuau Raja diketahui juga tergolong hewan dilindungi undang-undang.
Dalam kasus ini, penyidik Polres Aceh Timur menjerat kedua tersangka dengan Pasal 21 Ayat 2 Huruf (a) jo Pasal 40 ayat (2) Subsider Pasal 40 Ayat 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Keduanya terancam hukuman pidana paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 juta.
Lebih lanjut, Miftahuda menjelaskan alasan mengapa tidak satupun dari jajaran PT Aloer Timur yang turut ditetapkan sebagai tersangka pada kasus ini. Berdasar hasil gelar perkara, penyidik menyimpulkan bahwa tindakan para pemburu babi memasang jerat berujung kematian harimau itu di luar pengetahuan pihak perusahaan.
"Karena kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku ini tanpa sepengetahuan perusahaan perkebunan. Dari pihak perusahaan sendiri melarang adanya kegiatan perburuan satwa di kawasan perkebunan," kata Miftahuda.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh Ahmad Shalihin berharap penegak hukum tidak hanya berhenti pada dua tersangka yang diduga memasang jerat.
Namun menurut Shalihin, pihak PT Aloer Timur juga patut dimintai pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, tiga ekor harimau yang tewas akibat jerat itu berada di area HGU perkebunan kelapa sawit mereka.
"Ini perusahaan juga harus bertanggung jawab. Karena kejadian ini kan berada di area kerja mereka," kata Shalihin.
Menurut Shalihin, kasus kejahatan terhadap satwa langka kali ini harus benar-benar tuntas ditangani. Sehingga memberikan efek jera sekaligus contoh bagi kalangan lainnya agar berhenti memasang jerat untuk tujuan apapun. Termasuk menjerat babi di hutan.
"Mau tak mau semua yang terjadi di dalamnya harus dimintai pertanggungjawaban ke perusahaan," kata Shalihin.
Berdasar catatan WALHI Aceh, setidaknya terdapat delapan kasus kematian harimau akibat jerat dan perdagangan organ di Aceh kurun 2020-2021.
Selain harimau, gajah Sumatra (Elephas maximus sumatrensis) juga merupakan spesies paling terancam dengan jerat. Sejak 2017 hingga 2021, sudah terdapat 48 ekor gajah yang mati di Aceh. Tak cuma jerat, mereka juga tewas akibat tersengat pagar listrik dan diracun.
Peristiwa di atas terus terulang karena berbagai faktor. Menurut Shalihin, persoalan konflik satwa-manusia di Aceh sangat kompleks.
Saat ini, komposisi tata ruang di Aceh sudah tidak ideal. Begitu banyak kawasan yang seharusnya habitat satwa beralih jadi lahan perkebunan dan areal lainnya.
Pemahaman warga lokal terhadap keselamatan satwa dilindungi juga terbilang masih rendah. Sedangkan jumlah sumber daya pendukung untuk melakukan pengawasan sangat terbatas.
Di sisi lain, penegakan hukum terhadap pelaku pemasangan jerat cenderung tak tuntas. Sehingga persoalan jerat tak kunjung berlalu di Aceh. Seperti yang terjadi di dekat Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan pada Selasa (24/8/2021) silam.
Tragedi serupa juga terjadi akibat jerat. Tiga ekor harimau Sumatra ditemukan mati dengan jarak berdekatan. Foto jasad harimau yang mulai membusuk kemudian beredar luas dan menarik perhatian internasional.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Aceh Kombes Winardy, kasus kematian tiga ekor harimau di Kebupaten Aceh Selatan akibat jerat saat ini masih berproses.
Dalam perkara itu, penyidik sudah menetapkan satu orang tersangka. Yakni lelaki berinisial J. Namun kata Winardy, yang bersangkutan sudah kabur melarikan diri sehingga masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Satreskrim Polres Aceh Selatan telah menetapkan tersangka inisial J dan sudah diterbitkan DPO karena dipanggil dua kali tidak datang. Saat ini masih dilakukan pencarian terhadap tersangka," kata Winardy.
Kembali ke Kabupaten Aceh Timur. Menurut Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto, jasad tiga harimau bernasib tragis itu ditemukan secara kebetulan.
Awalnya, petugas gabungan sedang berpatroli dalam rangka penanganan gajah liar pada Minggu (24/4/2022) lalu. Di suatu lokasi, petugas melihat jejak harimau. Mereka pun memutuskan untuk mengikutinya.
Betapa terkejutnya petugas saat melihat dua ekor harimau tewas mengenaskan dengan kondisi leher dan kaki terlilit jerat di area HGU Perkebunan Kelapa Sawit PT Aloer Timur, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur.
Kedua harimau itu belakangan diketahui sama-sama berjenis kelamin jantan dan diperkirakan berusia antara 2 - 2,5 tahun. Penemuan pertama terjadi pada sekitar pukul 14.00 WIB.
Beranjak dari temuan tersebut, petugas kemudian lanjut menyisir sekitar area. Benar saja, satu lagi harimau juga ditemukan tewas dengan kondisi yang tak kalah mengenaskan.
Harimau itu berjenis kelamin betina dan diperkirakan berusia lebih tua dari dua harimau sebelumnya. Yakni sekitar 5,5 - 6 tahun. Penemuan kedua ini hanya berjarak sekitar 500 meter dari lokasi awal. Letaknya sama-sama berada di area HGU perkebunan kelapa sawit. Saat itu, hari sudah mulai petang.
Berdasar identifikasi awal, ketiga harimau itu diduga mati dalam rentang waktu berbeda. Harimau betina diperkirakan tewas terlebih dulu dibanding dua ekor harimau jantan tersebut.
Berdasar nekropsi yang dipimpin oleh drh Rossa, diketahui setidaknya ada tiga penyebab kematian satwa-satwa buas itu.
Pertama karena adanya gangguan pernafasan dan peredaran darah akibat terkena jerat. Kemudian, ketiga harimau kehabisan oksigen. Lalu penyebab terakhir akibat terdapat penekanan pada bagian saluran nafas.
Pada kesempatan itu, otoritas terkait juga mengambil sempel isi lambung harimau guna diuji di laboratorium.