Bisnis.com, PALEMBANG – Pelaku usaha keripik tempe di Kota Palembang berupaya bertahan di tengah deru kenaikan harga bahan baku hingga minyak goreng.
Junaidi, 49 tahun, terlihat semangat mengemas keripik tempe yang baru saja digoreng. Apalagi, keripik tempe dengan merek ‘Bu Mar’ itu sudah ada yang menunggu. Setidaknya Junaidi harus menyiapkan pesanan sepuluh bungkus keripik tempe kemasan 250 gram saat itu.
Semangat Junaidi untuk menggoreng keripik tempe tak lantas mengecil meskipun harga berbagai komoditas tengah melambung secara nasional di awal tahun ini.
Keputusan hijrah ke produksi keripik tempe diambilnya setelah beberapa tahun sebelumnya fokus memproduksi olahan tempe.
“Sebetulnya harga kedelai itu sudah naik sejak 2021, dari sebelumnya Rp7.000 naik jadi Rp9.000 di awal 2021,” kata Junaidi baru-baru ini.
Harga kedelai yang jadi bahan baku tempe kian melonjak tajam ke Rp12.000 per kg, yang akhirnya membuat Junaidi banting setir jadi produksi keripik tempe.
Namun demikian, harga tempe yang sudah jadi untuk selanjutnya diolah Junaidi jadi keripik, bukannya tak ikutan naik.
Untuk memproduksi 3 Kg keripik tempe, Junaidi perlu merogoh kocek Rp50.000 ke penjual. Dengan harga demikian, Junaidi mendapat enam papan tempe 500 gram.
Akan tetapi, seperti dikatakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, kewirausahaan itu tak sekadar profesi, melainkan sebuah pola pikir.
Tahan banting, tidak mudah putus asa, dan berpikir outside the box mencerminkan karakter kewirausahaan, dan itu melekat pada diri Junaidi.
Ia tak lantas putus asa di tengah tingginya harga-harga komoditas sekarang. Demi upayanya menjaga ketahanan pangan di Kecamatan Plaju, Junaidi terus memutar otak dan berusaha maksimal agar keripik tempe dapat terus diproduksi.
Sebelum Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng dilepas sejak Rabu (16/3/2022), satu nilainya sebesar Rp18.000 per liter -- Rp20.000 per liter.
Oleh karena itu, Junaidi mencari minyak goreng yang harganya di bawah Rp18.000 untuk efisiensi produksi, dan menjual keripik tempe yang sudah jadi dengan patokan harga minyak goreng tertinggi.
Untuk memproduksi 3 Kg keripik tempe, Junaidi memerlukan dua liter minyak goreng. Dengan mencari minyak goreng di bawah harga Rp18.000, ia mampu menekan biaya produksi yang tinggi.
Strategi bisnis itu ia lakukan bukan semata-mata demi meraup untung, tapi agar margin penjualan tetap terjaga, guna kelancaran proses produksinya di tengah tantangan yang kian berat. Mau tak mau Junaidi harus bertahan di tengah tantangan itu.
Pemasaran pun ia lakukan secara online maupun langsung ke lima titik warung makan di Kecamatan Plaju.
“Jadi fokus kami sekarang menyediakan makanan ringan untuk di warung-warung,” ujarnya.
Junaidi mengatakan dirinya juga bagian dari penerima manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit III Plaju (Kilang Pertamina Plaju).
Sehingga, proses pengemasan dan pemasaran keripik tempe Junaidi didampingi Kilang Pertamina Plaju melalui program CSR Kampung Pangan Inovatif.
“Kemasannya, dari Pertamina yang membuatkan, alhamdulillah tidak ada tambahan biaya, semuanya sudah di-cover dana CSR,” terangnya.
Harga yang ia patok untuk keripik tempe ini Rp80.000 per kg. Untuk kemasan kecil, tersedia ukuran 100 gram yang dipatok Rp9.000, dan untuk kemasan 200 gram dibanderol Rp16.000 hingga Rp18.000.
Dengan harga demikian, Junaidi masih bisa meraih omset yang terus meningkat. “Kira-kira bisa mencapai 1,5 juta hingga dua jutaan perbulan,” ujar Junaidi.
Atas konsistensinya menekuni usaha tempe ini menjadikan Plaju Ulu sebagai ikon wisata pangan di Plaju.
Junaidi berharap, meskipun usahanya dalam skala kecil, ia dapat terus berinovasi menghadirkan produk olahan tempe yang kian variatif.
“Saya ingin tempe ini abadi, makanan khas Indonesia ini tidak boleh pudar dan harus terus dikenal masyarakat,” ujarnya.
Sejalan dengan Tujuan SDGs
Area Manager Communication, Relations & CSR Kilang Pertamina Plaju, Siti Rachmi Indahsari mengatakan, hadirnya program Kampung Pangan Inovatif dilatarbelakangi unsur historis Kecamatan Plaju sebagai sentra tempe tertua di Palembang.
“Sebagai sentra produksi tempe tertua di Palembang, kami mendorong Kecamatan Plaju agar teguh mempertahankan kekayaan kuliner Indonesia ini,” ujar Rachmi.
Selain keripik tempe ‘Bu Mar’ yang diproduksi Junaidi, di Kelurahan Plaju Ulu yang kaya ragam produk olahan tempe juga diproduksi nugget tempe dan olahan tempe lainnya.
Rachmi mengatakan pihaknya akan terus mendukung UMKM di Kecamatan Plaju, termasuk produksi keripik tempe milik Junaidi agar semakin naik kelas.
Hal itu, sudah ditunjukkan dengan pendampingan yang sudah berjalan dua tahun terakhir.
Selain pendampingan, tak jarang produk olahan tempe menjadi santapan di rapat-rapat manajemen Kilang Pertamina Plaju. Berbagai pameran UMKM pun telah diikuti.
Dalam upaya memperluas pemasaran, Kilang Pertamina Plaju juga telah menyediakan platform Plaju Berdaya (plajuberdaya.com) sebagai marketplace yang menghubungkan penjual dan pembeli.
Dukungan Kilang Pertamina Plaju terhadap usaha tempe ini, sejalan dengan tujuan kedua dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yakni menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik.
“Sebagaimana tertera dalam target 2.1, Kilang Pertamina Plaju telah berupaya menggandakan pendapatan produsen makanan skala kecil,” katanya.