Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masa Suram Ekspor Karet Sumatra Utara, Anjlok Sejak Awal Tahun

Pada Januari 2022, volume ekspor tercatat 32.608 ton. Sedangkan pada Februari 2022 volumenya turun 11,99 persen menjadi 28.698 ton.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, MEDAN - Ekspor komoditas karet dari Sumatra Utara menurun pada Februari 2022 dibanding bulan sebelumnya. Pada Januari 2022, volume ekspor tercatat 32.608 ton. Sedangkan pada Februari 2022 volumenya turun 11,99 persen menjadi 28.698 ton.

Sebenarnya, tren penurunan sudah terlihat pada awal tahun. Pengapalan Januari 2022 tersebut juga menurun dibanding Desember 2021. Penurunannya menyentuh 17,7 persen.

Menurut Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara Edy Irwansyah, penyebab penurunan kinerja ekspor ini tak jauh berbeda dari waktu-waktu sebelumnya.

Yakni penurunan volume yang tajam akibat lemahnya demand atau permintaan dari end user berkurang. Kemudian, persoalan delay shipment atau penundaan pengapalan juga masih kerap terjadi.

"Total volume ekspor Januari dan Februari tahun ini mengalami penurunan 5,65 persen menjadi 61.305 ton bila dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama," kata Edy, Rabu (9/3/2022).

Pada Februari 2022, pangsa ekspor karet asal Sumatra Utara tercatat 30 negara. Lima negara yang paling banyak mengimpor adalah Jepang dengan persentase 39,02 persen, kemudian USA sebesar 11,54 persen, lalu Brazil sebesar 9,83 persen dan China serta Kanada yang masing-masing 9,64 persen dan 7,33 persen.

Pangsa di atas sedikit mengalami pergeseran. Pada Januari 2022, total ada 34 negara tujuan ekspor karet asal Sumatra Utara. Lima besar negara tujuan ekspor adalah Jepang sebesar 27,03 persen, kemudian USA sebesar 12,78 persen, lalu Brazil sebesar 10,73 persen, China sebesar 7,68 persen dan Turki sebesar 6,12 persen.

Edy mengatakan, harga rata-rata karet jenis TSR20 di bursa berjangka Singapura pada Februari 2022 mengalami kenaikan 2,1 sen dibandingkan bulan sebelumnya. Pada bulan lalu harganya menjadi US$1,795 per kilogram. Edy berharap kenaikan harga memicu peningkatan transaksi perdagangan komoditas karet.

"Peningkatan harga ini diharapkan dapat meningkatkan transaksi perdagangan di pasar spot," kata Edy.

Berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor Sumatra Utara turun sebesar 15,87 persen pada Januari 2022 dibanding Desember 2021. Sedangkan impor tercatat naik sebesar 16,24 persen.

Pada Desember 2021, ekspor Sumatra Utara tercatat US$1,14 miliar. Sedangkan ekspor pada Januari 2022 menjadi US$956,41 juta.

Akan tetapi, nilai ekspor pada Januari 2022 tercatat naik bila dibandingkan ekspor pada Januari 2021. Kenaikannya tercatat mencapai 19,67 persen.

Bila dibandingkan Januari 2021, golongan barang ekspor yang mengalami kenaikan terbesar pada Januari 2022 adalah berbagai produk kimia. Yakni sebesar US$46,54 juta atau naik 54,18 persen. Diikuti golongan bahan kimia organik sebesar US$40,39 juta atau naik 126,16 persen.

Sedangkan golongan yang mengalami penurunan terbesar adalah golongan karet dan barang dari karet sebesar US$14,76 juta atau turun -11,44 persen. Diikuti oleh golongan buah-buahan sebesar US$0,17 juta atau turun -0,70 persen.

Secara sektor, pertanian menyumbang kenaikan nilai ekspor sebesar US$4,19 juta atau 7,41 persen. Sedangkan sektor industri turun sebesar US$184,57 juta atau -17,09 persen.

Kembali ke ekspor karet. Edy menjelaskan, kondisi kebun karet di Sumatra Utara masih akan berada pada musim kering pada Maret 2022. Kondisi ini diprediksi akan mempengaruhi produksi kebun karet sekaligus kinerja ekspor sehingga masih stagnan.

Perkebunan karet di Sumatra Utara mengalami musim gugur daun pada pertengahan Februari 2022. Hal itu mengakibatkan produksi lateks atau getah kental menurun.

Dampaknya, sejumlah perusahaan pengolah karet kurang pasokan bahan baku. Di satu sisi, kondisi ini membuat harga pembelian di tingkat lokal sedikit meningkat.

"Ini sedang trek. Daunnya gugur, getah jadi berkurang," ujar petani asal Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Bejo, kepada Bisnis, Rabu (16/2/2022) lalu.

Secara alami, daun pohon karet (Hevea brasiliensis) mengalami siklus gugur pada waktu tertentu. Namun menurut Bejo, intensitasnya kian meningkat kurun setahun terakhir.

"Tapi sudah setahun ini jadi sering sekali daunnya gugur," kata Bejo.

Petani lainnya, Iwan, mengatakan bahwa musim gugur telah melanda pepohonan karet di daerah itu sejak beberapa waktu lalu. Akibatnya, produksi lateks berkurang. Saat ini, harga karet mentah mutu tinggi dipatok Rp11.000 per kilogram di tingkat petani.

Menurut Iwan, banyak petani karet atau pemilik lahan pertanian yang kini beralih ke kelapa sawit. Pilihan itu dilandasi perbandingan harga jual yang jauh. Bertani kelapa sawit dianggap lebih menjanjikan ketimbang karet.

"Kalau kami lihat, pemerintah pun selama ini cenderung memperhatikan perkebunan sawit daripada karet. Akhirnya banyak petani yang sekarang mengubah ladang karetnya menjadi ladang sawit," kata Iwan kepada Bisnis.

Menurut Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumatra Utara Edy Irwansyah, daun primer pepohonan karet memasuki siklus gugur secara alami dan bersifat normal. Secara fisiologi, tanaman menggugurkan daunnya demi menjaga ketersediaan kebutuhan air untuk mengantisipasi musim kemarau.

Menurut Edy, persentase volume gugur bervariasi. Tergantung jenis klon tanaman karet. Ketika daunnya sudah total gugur, produksi lateks akan berkurang hingga 30 persen dari keadaan normal.

"Penurunan tertinggi terjadi pada saat pembentukan daun muda," katanya.

Edy memperkirakan musim gugur daun perkebunan karet di Sumatra Utara akan berakhir pada April 2022 mendatang. Hal itu, katanya, menyebabkan sejumlah pabrik pengolahan karet kesulitan memeroleh bahan baku.

"Berkurangnya pasokan ini berdampak pada meningkatnya harga pembelian lokal. Di pasar internasional juga sudah mulai menunjukkan peningkatan," ujarnya.

Lebih lanjut, Edy mengatakan bahwa beberapa pelaku usaha karet mengungkapkan kendala yang dialami beberapa waktu belakangan.

Meski harga beli ditingkatkan, pelaku usaha masih tetap kesulitan memenuhi kebutuhan bahan baku.

"Sebab pasokan karet rakyat belakangan ini terus berkurang karena dikonversi ke tanaman lain," kata Edy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper