Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Karet di Sumut Kewalahan Cari Bahan Baku saat Musim Gugur Daun

Perkebunan karet di Sumatra Utara mengalami musim gugur daun sehingga mengakibatkan produksi lateks atau getah kental menurun. 
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, MEDAN - Perkebunan karet di Sumatra Utara mengalami musim gugur daun sehingga mengakibatkan produksi lateks atau getah kental menurun. 

Dampaknya, sejumlah perusahaan pengolah karet kurang pasokan bahan baku. Di satu sisi, kondisi ini membuat harga pembelian di tingkat lokal sedikit meningkat.

"Ini sedang trek. Daunnya gugur, getah jadi berkurang," ujar petani asal Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Bejo, kepada Bisnis, Rabu (16/2/2022).

Secara alami, daun pohon karet (Hevea brasiliensis) mengalami siklus gugur pada waktu tertentu. Namun menurut Bejo, intensitasnya kian meningkat kurun setahun terakhir.

"Tapi sudah setahun ini jadi sering sekali daunnya gugur," kata Bejo.

Petani lainnya, Iwan, mengatakan bahwa musim gugur telah melanda pepohonan karet di daerah itu sejak beberapa waktu lalu. Akibatnya, produksi lateks berkurang. Saat ini, harga karet mentah mutu tinggi dipatok Rp11.000 per kilogram di tingkat petani.

Menurut Iwan, banyak petani karet atau pemilik lahan pertanian yang kini beralih ke kelapa sawit. Pilihan itu dilandasi perbandingan harga jual yang jauh. Bertani kelapa sawit dianggap lebih menjanjikan ketimbang karet.

"Kalau kami lihat, pemerintah pun selama ini cenderung memperhatikan perkebunan sawit daripada karet. Akhirnya banyak petani yang sekarang mengubah ladang karetnya menjadi ladang sawit," kata Iwan kepada Bisnis.

Menurut Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) Sumatra Utara Edy Irwansyah, sebagian besar perkebunan karet di Sumatra Utara mengalami musim gugur daun pada pertengahan Februari 2022.

Daun primer pepohonan karet memasuki siklus gugur secara alami dan bersifat normal. Secara fisiologi, tanaman menggugurkan daunnya demi menjaga ketersediaan kebutuhan air untuk mengantisipasi musim kemarau.

Menurut Edy, persentase volume gugur bervariasi. Tergantung jenis klon tanaman karet. Ketika daunnya sudah total gugur, produksi lateks akan berkurang hingga 30 persen dari keadaan normal.

"Penurunan tertinggi terjadi pada saat pembentukan daun muda," katanya.

Edy memperkirakan musim gugur daun perkebunan karet di Sumatra Utara akan berakhir pada April 2022 mendatang. Hal itu, katanya, menyebabkan sejumlah pabrik pengolahan karet kesulitan memeroleh bahan baku.

"Berkurangnya pasokan ini berdampak pada meningkatnya harga pembelian lokal. Di pasar internasional juga sudah mulai menunjukkan peningkatan," ujarnya.

Lebih lanjut, Edy mengatakan bahwa beberapa pelaku usaha karet mengungkapkan kendala yang dialami beberapa waktu belakangan.

Meski harga beli ditingkatkan, pelaku usaha masih tetap kesulitan memenuhi kebutuhan bahan baku.

"Sebab pasokan karet rakyat belakangan ini terus berkurang karena dikonversi ke tanaman lain," kata Edy.

Di sisi lain, laju ekspor komoditas karet asal Sumatra Utara melambat pada awal tahun. Pada Januari 2022, ekspor karet hanya tercatat 32.608 ton. Sedangkan pada Desember 2021 mencapai 39.636 ton. Sehingga penurunannya 17,7 persen.

Menurut Edy, penurunan volume ekspor dipengaruhi permintaan customer yang berkurang.

Selain itu, persoalan delay shipment atau penundaan pengapalan masih terjadi pada awal tahun ini.

Edy optimis penurunan ini bersifat temporer alias sementara. Dia memperkirakan ekspor akan kembali bergeliat dan bakal tumbuh hingga akhir tahun.

"Penurunan sifatnya temporer. Sampai akhir tahun diperkirakan ada sedikit pertumbuhan," kata Edy.

Demi menyiasati persoalan ini, kata Edy, para perusahaan karet asal Sumatra Utara akan mengurangi jumlah produksi untuk sementara.  

"Masih ada potensi peningkatan. Upaya sementara mengurangi produksi," katanya.

Pengamat ekonomi asal Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Gunawan Benjamin, penurunan ekspor pada awal tahun tidak terlalu mengkhawatirkan. Sebab, Gunawan memprediksi tren negatif ini bersifat sesaat. 

"Pemulihan ekonomi dunia tengah terjadi saat ini. Konsumsi berpeluang untuk naik nantinya. Adanya ancaman perang dalam pandangan saya justru bisa menjadi berkah bagi pemulihan ekspor karet Sumatra Utara," kata Gunawan kepada Bisnis.

Menurut Gunawan, ekspor karet pada awal tahun memang kerap menurun sejak 2019 dan 2020. Harganya bahkan sempat jauh terpuruk ¥150 per kilogram. Namun harga komoditas tersebut kini kembali merangkak naik. 

"Melambatnya ekspor di awal tahun tidak menggaransi bahwa ekspor akan turun lagi di sepanjang tahun ini," kata Gunawan.

Lebih lanjut, Gunawan memprediksi permintaan atas komoditas karet akan kembali meningkat pada 2022. Hal ini dipicu oleh pemulihan ekonomi global.

"Sejumlah masalah teknis terkait dengan ekspor memang menjadi penghambat ekspor Sumatra Utara saat ini. Namun saya menilai ekspor di bulan selanjutnya akan membaik. Khususnya jika telah melewati musim kering," kata Gunawan.

Ekspor komoditas dari Sumatra Utara diketahui menurun pada Januari 2022 dibanding Desember 2021. Penurunannya tercatat mencapai 17,7 persen menjadi 32.608 ton. 

Padahal, ekspor karet pada Desember 2021 berjumlah 39.636 ton. Meningkat 7,5 persen dibanding bulan sebelumnya.

"Memasuki awal tahun, kinerja ekspor melemah karena volume penurunan yang tajam, sedangkan harga mulai membaik," kata Edy.

Edy mengatakan, penurunan volume ekspor disebabkan permintaan dari end user berkurang. Selain itu, persoalan delay shipment atau penundaan pengapalan masih terjadi pada Januari 2022.

"Bila dibandingkan dengan volume ekspor pada Januari tahun lalu, terlihat penurunan 1,2 persen," kata Edy.

Pada Januari 2022, terdapat total 34 negara tujuan ekspor karet dari Sumatra Utara. Lima negara yang paling banyak mengimpor komoditas tersebut adalah Jepang dengan persentase 27,03 persen.

Disusul USA sebesar 12,78 persen, kemudian Brazil sebesar 10,73 persen, lalu China sebesar 7,68 persen dan Turki sebanyak 6,12 persen.

Edy menjelaskan bahwa harga karet jenis TSR20 di bursa berjangka Singapura memperlihatkan adanya peningkatan pada Februari 2022. Per Jumat (11/2/2022), harganya dipatok US$1,806 per kilogram.

"Adanya peningkatan harga ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan di pasar spot," katanya.

Menurut Edy, sebagian kawasan kebun karet di Sumatra Utara sudah memasuki musim kering pada Februari 2022. Kondisi ini akan turut mempengaruhi produksi. 

"Keadaan ini juga akan mempengaruhi kinerja ekspor, diperkirakan masih stagnan," katanya.

Mundur ke belakang, ekspor karet dari Sumatra Utara untuk pengapalan Desember 2021 tercatat naik 7,5 persen menjadi 39.636 ton dibandingkan November 2021. Kenaikan yang signifikan ini menjadi yang tertinggi sepanjang 2021.

Kenaikan di akhir tahun lalu merupakan cerminan dari realisasi kontrak-kontrak yang masih tertunda pada bulan-bulan sebelumnya.

Berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian mengalami kenaikan nilai ekspor US$4,86 juta atau 9,40 persen pada Desember 2021 dibanding bulan sebelumnya. Sektor industri juga tercatat naik sebesar US$143,05 juta atau 15,26 persen. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian justru turun sebesar US$5,00 juta atau -100,00 persen.

Khusus untuk golongan barang karet dan barang dari karet, nilai ekspor dari Sumatra Utara tercatat US$129,79 juta pada Desember 2021. Meningkat 0,56 persen dibanding November 2021. Sepanjang 2021, nilai ekspor komoditas tersebut tercatat US$1,58 miliar. Meningkat 38,40 persen dibanding 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper