Bisnis.com, PADANG - Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat mencatat hingga tahun 2022 ini total luas Perhutanan Sosial di Sumbar telah mencapai 236.904 hektare.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi mengatakan luas itu terjadi penambahan di tahun 2022 mencapai 9.033 hektare, karena baru kemarin ini diserahkan SK Hutan Sosial oleh Presiden RI melalui virtual kepada sejumlah masyarakat di Sumbar.
"Jadi total luas Perhutanan Sosial di Sumbar sekarang itu 236.904 hektare dari penambahan tahun 2022 ini. Artinya masyarakat bisa memanfaatkan hutan, tanpa harus merusaknya. Sehingga terciptalah green ekonomi," katanya ketika dihubungi Bisnis di Padang, Jumat (4/2/2022).
Dia menjelaskan untuk Hutan Sosial yang dimaksud merupakan Program Reforma Agraria melalui Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial bertujuan untuk pemerataan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan konflik tenurial dan untuk pengentasan kemiskinan yang merupakan Program Strategis Nasional.
Yozarwardi merinci dari luas itu, terdapat Hutan Nagari sebanyak 99 unit dengan luas 185.138,83 hektare, Hutan Kemasyarakatan sebanyak 50 unit dengan luas 33.109 hektare, Hutan Tanaman Rakyat sebanyak 4 unit dengan luas 2.247 hektare, Kemitraan Kehutanan sebanyak 3 unit dengan luas 438,08 hektare dan Hutan Adat sebanyak 5 unit dengan luas 6.942 hektare.
Sementara untuk 9.033 hektare yang baru ini telah keluar SK dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu terdapat di LPHN Rangkiang Luluih, Nagari Rangkiang Luluih Kecamatan Tigo Lurah Kabupaten Solok, seluas 1.018 hektare.
LPHN Sungai Lansek, Nagari Sungai Lansek Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung, seluas 253 hektare. LPHN Paninjauan, Nagari Paninjauan Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam, seluas 57 hektare.
LPHN Tigo Koto Silungkang, Nagari Tigo Koto Silungkang Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam, seluas 2.751 hektare. LPHN Maek, Nagari Maek Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten 50 Kota, seluas 3.270 hektare.
KTH Ulu Aia, Nagari Harau Kecamatan Harau Kabupaten 50 Kota, seluas 1.184 hektare. KTH Maju Basamo, Nagari Tarantang Kecamatan Harau Kabupaten 50 Kota, seluas 298 hektare. KTH Putra Andam Dewi, Nagari Sungai Nyalo Mudiak Aia Kecamatan Koto XI Kabupaten Pesisir Selatan, seluas 202,49 hektare.
"Setelah menerima SK persetujuan/hak pengelolaan, kelompok masyarakat penerima sesegera mungkin agar melakukan kegiatan pemanfaatan lahannya, harus dapat memanfaatkan lahan hutan secara optimal," sebutnya.
Dimana nantinya petani akan diarahkan untuk menanami pohon berkayu minimal 50% dari luas areanya sisanya ditanam dengan tanaman semusim seperti jagung, kedelai, padi hutan, kopi, buah-buahan dan komoditas lainnya dalam pola agroforestry.
Selain itu, dapat dikembangkan juga usaha silvopasture (usaha ternak) dan silvofishery usaha perikanan di mangrove. Serta juga bisa dijadikan tempat ekowisata.
"Kita harapkan dengan penerimaan SK ini dapat meningkatkan pendapatan petani hutan di Sumbar, sesuai visi Gubernur/Wakil Gubernur Sumbar yakni terwujudnya Sumbar yang unggul dan berkelanjutan," tegasnya.
Kini dengan telah adanya program Perhutanan Sosial itu, maka dapat dikatakan sebuah jalan bagi masyarakat untuk bisa mengelolah hutan secara legal, serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebab, dengan adanya program Perhutanan Sosial itu, pemerintah melalui KLHK memberikan akses kepada masyarakat untuk mengelola kawasan dalam bentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Diakuinya selama ini memang pemerintah menentang keras bagi masyarakat yang mengelola hutan, terutama bagi hutan lindung dan hutan produksi.
Namun dengan adanya konsep perhutanan sosial, masyarakat pun mendapat akses, dan perlu mematuhi beberapa ketentuan. Karena pengelolahan perhutanan sosialnya diberi akses selama 35 tahun.
Dalam rentang waktu itu, kepada masyarakat yang mengelolah hutan, diberi akses, tapi bukan untuk menjual lahan yang dikelola, karena sifat pengelolaannya itu negara meminjamkan.
"Tapi menjual hasil pengolahannya itu boleh. Karena harapan kita baik di Dishut maupun dari KLHK, ekonomi masyarakat di kawasan hutan tumbuh, serta terciptanya hutan yang terjaga," sebut Yozarwardi.
Seperti untuk hutan lindung, meski diberi akses untuk dikelola, tapi masyarakat dilarang menebang kayu. Lalu di hutan produksi juga diberi akses dan bolehkan menebang kayu, tapi harus dilakukan penanaman dulu.
Akses yang diberikan itu yakni memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, dan pemanfaatan kawasan.
Untuk pemanfaatan hutan bukan kayu dimaksud seperti boleh menikmati panen durian, jengkol, petani, gaharu, dan lain sebagainya.
Lalu untuk jasa lingkungan, dalam hal ini yang dimaksud adalah menjadikan kawasan hutan sebuah ekowisata dan pemanfaatan air, yaitu air terjunnya, keindahan alamnya, dan hal lainnya. Begitu pun pemanfaatan kawasan, seperti membuka usaha peternakan.
"Jadi konsep dari pengelolaan perhutanan sosial ini adalah green economic. Artinya, hutan tetap terlihat hijau dan asri, tanpa merusak lingkungan dan tanaman lainnya. Namun bisa dikelola, dan bisa menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat," ujarnya.
Menurutnya hadirnya program perhutanan sosial itu, selain mengajak dan mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melindungi hutan, juga bisa memberikan dampak ekonomi yang bagus.(k56).