Bisnis.com, PEKANBARU - Kebijakan domestic market obligation (DMO) dengan harga khusus atau domestic price obligation (DPO) komoditas sawit membuat petani di Provinsi Riau menjerit karena 'kiamat' harga TBS sawit makin dekat.
Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau Djono Albar Burhan menjelaskan kebijakan sepihak dari pemerintah pusat ini membuat kepanikan petani yang memang tinggal di pedesaan.
"Kebijakan [DMO dan DPO] ini menimbulkan kepanikan luar biasa petani sawit Riau, karena sekitar 65 persen kebun kelapa sawit Riau adalah milik petani kecil, kami melihat kebijakan ini bagaimana hitungan pemerintah bisa membuat keputusan sepihak DPO harga CPO Rp9.300 per kilogram," ujarnya Minggu (30/1/2022).
Dari data Apkasindo Riau, harga jual TBS sawit di daerah itu turun dalam dari rentang Rp3.500 per kilogram menjadi sekitar Rp2.500 per kilogram, atau tercatat turun senilai Rp1.000 perhari pada Jumat (28/1/2022) hingga Sabtu (29/1/2022) kemarin.
Meski pemerintah menegaskan harga acuan ini hanya diterapkan sebesar 20 persen volume ekspor, kenyataannya perusahaan yang membeli TBS petani melakukan sistem pukul rata dan menurunkan harga TBS sawit.
Menurutnya sebelum menetapkan harga acuan CPO ini, pemerintah harus merincikan biaya-biaya apa saja dalam komponen produksi kelapa sawit yang dikeluarkan petani atau produsen, sehingga angka acuan yang dikeluarkan itu hendaknya juga menghitung potensi keuntungan yang didapatkan petani sawit.
Saat ini dia menilai kebijakan model top down atau keputusan sepihak tanpa melakukan diskusi dan mendengar pendapat petani di lapangan, bisa menimbulkan masalah baru yang serius yaitu mendorong peningkatan angka kemiskinan.
Dia mengakui petani kecil sangat terpengaruh dengan kebijakan harga jual TBS yang turun secara tiba-tiba, karena saat ini komponen utama produksi sawit seperti harga pupuk dan pestisida lainnya malah cenderung meningkat.
"Jadi dengan kebijakan sekarang setelah harga TBS sawit turun, apakah produsen pupuk dan pestisida mau menurunkan harganya juga, sampai saat ini belum ada kenyataan di lapangan," ujarnya.
Kementerian Perdagangan sebelumnya memastikan kebijakan DPO tidak berlaku pada seluruh produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang dipasok ke dalam negeri. Harga khusus hanya diterapkan pada bahan baku untuk minyak goreng domestik.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan harga khusus sebesar Rp9.300 per kilogram CPO dan Rp10.300 per liter olein hanya berlaku untuk volume yang wajib dipasok eksportir untuk kebutuhan dalam negeri, yakni sebesar 20 persen volume ekspor.
"Sampai saat ini harga DPO hanya untuk 20 persen dari volume yang diekspor," ujarnya.