Bisnis.com, PADANG - Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Barat mencatat jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) pada Maret 2021 di Sumbar mencapai 370,67 ribu orang (6,63 persen) atau bertambah sebesar 5,88 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2020 yang sebesar 364,79.
Kepala BPS Sumbar Herum Fajarwati menjelaskan melihat pada persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2020 sebesar 5,22 persen naik menjadi 5,30 persen pada Maret 2021.
"Sementara persentase penduduk miskin di daerah pedesaan pada September 2020 sebesar 7,83 persen naik menjadi 7,91 persen pada Maret 2021," jelasnya seperti tertulis di data BPS, Kamis (15/7/2021).
Dia menyebutkan bila melihat secara umum, pada periode Maret 2013 – Maret 2021 tingkat kemiskinan di Sumbar mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentasenya.
Dimana selama lebih satu windu ini, jumlah penduduk miskin Sumbar telah dapat ditekan cukup signifikan dari 411,12 ribu jiwa (Maret 2013), menjadi 370,67 ribu jiwa (Maret 2021).
"Secara persentase juga mengalami penurunan dari 8,14% (Maret 2013) menjadi 6,63% (Maret 2021)," tegasnya.
Dikatakannya perkembangan tingkat kemiskinan Maret 2013 sampai dengan Maret 2021. Jika dilihat dari September 2020 ke Maret 2021 terjadi sedikit kenaikan persentase penduduk miskin dari 6,56% menjadi 6,63%.
Herum Fajarwati juga menyebutkan pada perkembangan tingkat kemiskinan Maret 2020 - Maret 2021, jumlah penduduk miskin di Sumbar pada Maret 2021 mencapai 370,67 ribu orang.
"Artinya terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin sebesar 5,88 ribu orang dibandingkan September 2020," ujarnya.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2020 - Maret 2021, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebesar 4,27 ribu orang, sedangkan daerah pedesaan naik sebesar 1,62 ribu orang.
Sementara untuk persentase kemiskinan di perkotaan naik dari 5,22 persen menjadi 5,30 persen. Sedangkan di pedesaan naik dari 7,83 persen menjadi 7,91 persen.
"Perubahan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak akan terlepas dari perubahan nilai garis kemiskinan. Garis kemiskinan (GK) merupakan rata-rata pengeluaran per kapita perbulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin," jelasnya.
Herum Fajarwati menyampaikan untuk garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin Maret 2021 adalah Rp568.703,- (kapita/bulan). Selama periode September 2020 - Maret 2021, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,92 persen.
Kenaikannya dari Rp547.240,- perkapita per bulan pada September 2020 menjadi Rp568.703,-per kapita per bulan pada Maret 2021. Sementara pada periode Maret 2020 – Maret 2021, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,48 persen, yaitu dari Rp544.315,- per kapita per bulan pada Maret 2020 menjadi Rp568.703,- per kapita per bulan pada Maret 2021.
"Jika dibandingkan antara September 2020 dengan Maret 2021, maka garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat sebesar 2,72 persen. Sedangkan di daerah pedesaan meningkat 5,00 persen," ucapnya.
Dia menjelaskan untuk Garis Kemiskinan terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), terlihat bahwa komponen terbesar pembentuk Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan Makanan.
"Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2021 adalah sebesar 75,90 persen. Jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan maka sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 78,79 persen, lebih besar dibandingkan daerah perkotaan yang hanya 73,00 persen," kata Herum Fajarwati.
Komoditas Makanan Penyumbang Kemiskinan di Sumbar
Selain itu, pada Maret 2021, komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK baik di perkotaan maupun di pedesaan pada umumnya hampir sama.
Beras memberi sumbangan terbesar dalam komponen komoditas penyusun GK, sebesar 19,38 persen di perkotaan dan 23,91 persen di pedesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK di pedesaan (15,39 persen) dan di perkotaan (14,46 persen).
Posisi ketiga komoditas dengan kontribusi terbesar baik di perkotaan dan perdesaan adalah cabe merah yaitu 5,70 persen dan 6,25 persen.
Di perkotaan, sampai dengan posisi sepuluh besar kontributor utama penyusun GK meliputi telur ayam ras, tongkol/tuna/cakalang, daging ayam ras, bawang merah, roti, gula pasir, dan tahu, yang masing-masing menempati posisi ke 4 sampai dengan 10 dengan porsi terbesar penyusun GK perkotaan.
"Komoditas yang hampir sama tapi menempati posisi yang berbeda, sebagai pemberi sumbangan terbesar kepada GK perdesaan dari posisi ke 4 sampai dengan 10 adalah tongkol/tuna/cakalang, telur ayam ras, roti, daging ayam ras, gula pasir, bawang merah dan kelapa," jelasnya.
Tidak hanya itu, untuk komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK perkotaan adalah perumahan, bensin, pendidikan, listrik serta perlengkapan mandi.
Komoditas yang sama juga menjadi penyumbang terbesar pada GK pedesaan yaitu perumahan, bensin, listrik, pendidikan serta perlengkapan mandi.
Herum Fajarwati menyatakan persoalan kemiskinan ini bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode September 2020 – Maret 2021, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami kenaikan, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada September 2020 adalah 0,992 naik 0,051 poin menjadi 1,043 pada Maret 2021.
"Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0,020 dari 0,261 pada September 2020 menjadi 0,241 pada periode yang sama," ungkapnya.
Menurutnya jika berdasarkan daerah perkotaan dan perdesaan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) cenderung mengalami kenaikan dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami penurunan. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah pedesaan lebih tinggi daripada di daerah perkotaan.
Dikatakannya pada Maret 2021, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan sebesar 0,866 sementara di daerah pedesaan lebih tinggi, yaitu mencapai 1,214.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menunjukan bahwa penduduk miskin di pedesaan memiliki rata-rata (gap) pengeluaran dengan garis kemiskinan yang lebih besar dibandingkan penduduk miskin perkotaan.
Kondisi penduduk miskin di perkotaan sedikit lebih baik, dilihat dari nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yang lebih kecil dibanding penduduk perdesaan.
"Artinya, diperlukan usaha yang lebih besar untuk mengentaskan penduduk pedesaan dari kemiskinan daripada di perkotaan," sebutnya.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengindikasikan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin. Di perdesaan, nilai indeks ini masih lebih tinggi dibanding di perkotaan.
Dimana pada Maret 2021, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) perdesaan sebesar 0,282 dibandingkan perkotaan 0,199 di periode yang sama. (k56)