Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Infrastruktur Telekomunikasi: Agar Tak Ada Lagi Siswa Belajar Daring di Atas Pohon

Keberadaan infrastruktur telekomunikasi sangat dibutuhkan di daerah pesisir Sumatra Selatan, agar tak perlu lagi ada siswa yang memanjat pohon setinggi hingga 15 meter demi mendapat sinyal untuk belajar secara daring.
Desa Sungai Ceper, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatra Selatan yang masih terkendala akses telekomunikasi./Istimewa
Desa Sungai Ceper, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatra Selatan yang masih terkendala akses telekomunikasi./Istimewa

Bisnis.com, PALEMBANG - Kesenjangan digital sangat dirasakan masyarakat di Desa Sungai Ceper, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan (Sumsel). Alih-alih menikmati kemudahan dari teknologi komunikasi, warga di pelosok itu malah harus berjuang mengakses jaringan telekomunikasi.

Perjuangan tersebut, terutama dialami para pelajar di Desa Sungai Ceper. Kegiatan belajar dalam jaringan (daring) selama masa pandemi Covid-19, membuat para siswa harus berburu sinyal telekomunikasi hingga ke kecamatan lain. Caranya? Dengan memanjat pohon setinggi 10 meter hingga 15 meter.

“Jadi sejak sekolah ditutup karena pandemi, siswa harus belajar daring. Sementara sinyal internet di sini sangat susah, makanya banyak siswa yang manjat pohon karet, pohon durian untuk dapat sinyal biar bisa kirim tugas,” kata Kepala Desa Sungai Ceper Kaharno kepada Bisnis, Senin (22/2/2021).

Desa Sungai Ceper merupakan daerah yang masuk kategori tertinggal, terpencil, terdepan (3T) di Kabupaten OKI. 

Butuh waktu sekitar 5 jam dari Kota Palembang untuk menuju desa yang terdiri dari 8 dusun itu. Akses terdekat bisa ditempuh via Kabupaten Mesuji di Lampung. Perjalanan pun juga harus berlanjut dengan menyeberangi perairan sekitar 10 menit untuk tiba di Desa Sungai Ceper.

Daerah yang terdiri dari dusun perairan dan dusun daratan itu berbatasan dengan provinsi tetangga, Lampung, sehingga sinyal telekomunikasi berasal dari tetangga. 

Menurut Kaharno, tower telekomunikasi terdekat dari desa yang memiliki sekitar 1.500 kepala keluarga (KK) itu berada di Desa Wira Laga, Kecamatan Mesuji, Lampung. 

“Warga yang tinggal di dusun perairan lebih mudah dapat sinyal, meski harus duduk di pinggir sungai, tetapi warga di dusun darat lebih sulit, makanya mereka sampai manjat pohon untuk jangkau sinyal,” ujarnya.

Kondisi warga untuk menangkap sinyal internet, kata dia, akan lebih memprihatinkan saat musim hujan tiba. 

“Kasihan para siswa itu harus mengelap pohon dulu biar tidak licin. Mereka pun baru turun kalau tugas sudah terkirim, kalau belum ya bisa sampai siang di atas pohon,” katanya.

Kaharno mengemukakan, pemandangan pelajar yang memanjat pohon tersebut sudah lumrah sejak penerapan kegiatan belajar-mengajar daring. 

Bahkan, aktivitas itu sempat viral di salah satu media sosial setelah diunggah oleh orang tua siswa. 

Adalah Syahdarman orang tua dari Radja Pramana, siswa kelas 7 SMP Desa Harapan Jaya, yang mengunggah foto anaknya di laman Facebook. Kala itu Radja sedang berada di atas pohon karet setinggi 15 meter.

Siswa memanjat pohon untuk menangkap sinyal telekomunikasi saat belajar daring/Bisnis-Dinda Wulandari
Siswa memanjat pohon untuk menangkap sinyal telekomunikasi saat belajar daring/Bisnis-Dinda Wulandari
Dikonfirmasi Bisnis, Syahdarman mengaku saban belajar daring, putranya harus memanjat pohon karet di pinggir rawa yang berjarak 2 kilometer dari kediamannya.

“Belajar tatap muka hanya Senin dan Kamis, sisanya mereka mengikuti pelajaran secara daring. Para siswa pun sudah menyiapkan tangga darurat untuk naik ke pohon,” katanya.

Problem telekomunikasi di daerah 3T menjadi pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan pemerintah demi kemudahan warga untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi, terutama pada  masa pandemi.

Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten OKI pun sejak tahun lalu gencar mendorong pengentasan wilayah yang belum terjangkau sinyal telekomunikasi alias blank spot. 

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten OKI, Alexsander Bustomi, mengatakan peran dari industri telekomunikasi, operator dan penyedia menara, merupakan yang paling penting dalam pengurangan blank spot. 

“Dari 2020 kami sudah gerilya, mendatangi para provider [operator dan menara telekomunikasi] agar mau membangunkan tower di blank spot terutama di wilayah pesisir OKI,” katanya. 

Penambahan Menara Telekomunikasi 

Gayung pun bersambut. Perusahaan tower akhirnya membangun menara base transceiver station (BTS) di 19 titik sepanjang tahun 2020 lalu.

 Berdasarkan catatan Dinas Kominfo OKI, 19 tower tersebut tersebar di daerah pesisir OKI, seperti Desa Sungai Somor, Kuala Sungai Jeruju, Kuala Sungai Pasir, Talang Rimba dan Kecamatan Cengal. Kemudian, ada pula di Desa Lebung Gajah, Kecamatan Tulung Selapan.

Menara pemancar sinyal telekomunikasi juga telah berdiri di wilayah daratan yang terpencil, seperti Kecamatan Pangkalan Lapam, Jejawi, Pampangan, Mesuji Raya dan Sirah Pulau Padang.

Ia memastikan pihaknya tak berhenti untuk menuntaskan perkara sulit sinyal di daerah 3T lainnya, termasuk Desa Sungai Ceper, hingga tak ada lagi daerah di OKI yang blank spot. 

“Namun jalan panjang itu tidak dapat dilalui tanpa sinergi pemerintah dengan industri telekomunikasi, karena kami tak bisa intervensi,” katanya. 

Dukung Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi

Dukungan penyediaan infrastruktur telekomunikasi di daerah terpencil juga datang dari Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan.

Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan ketersediaan sinyal telekomunikasi masih menjadi kendala untuk kegiatan belajar daring selama masa pandemi Covid-19.

“Masalah jaringan ini sudah tugasnya provider, kalau pemprov bisa membangunnya pasti sudah lama kami lakukan, tapi kan tidak bisa,” kata dia.

Menurut Deru, pembangunan tower telekomunikasi di provinsi itu masih belum merata. Sehingga tak heran masih ada daerah seperti di Kawasan Pesisir Timur Sumsel yang blank spot.

“Harusnya bisa disebar. Tidak di kawasan padat saja tapi juga di kawasan terpencil atau pinggiran hutan,” kata Deru.

Dia melanjutkan, masalah jaringan telekomunikasi di sejumlah daerah sudah diatasi pemprov melalui Program Internet Desa yang diluncurkan sejak akhir 2019. 

Namun demikian, hal itu tidak cukup menjangkau seluruh wilayah di Sumsel. Peran swasta sangat penting dalam pengembangan jaringan telekomunikasi tersebut. 

“Saya menargetkan tidak akan ada lagi wilayah blank spot di Sumsel,” ujar Deru.

Salah satu perusahaan menara yang berkomitmen untuk memajukan teknologi informasi dan komunikasi di daerah 3T adalah PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). 

Chief Financial Officer (CFO) PT Tower Bersama Infrastructure Tbk Helmy Yusman Santoso mengatakan menara TBIG telah hadir di sejumlah daerah pelosok di OKI, seperti Desa Sungai Lumpur, Sungai Ketupak, Sungai Lumpur Barat dan Kecamatan Cengal.

“Kami ingin membantu masyarakat di daerah untuk mendapatkan akses telekomunikasi yang baik, sehingga memudahkan masyarakat termasuk juga menggerakan roda perekenomian di wilayah itu,” ujarnya.

Menurut Helmy, perseroan siap mendukung operator telekomunikasi dan pemerintah daerah untuk memperluas dan memperkuat jaringan, sehingga tak ada lagi blank spot. 

Perseroan pun sepakat bahwa koordinasi dari berbagai pihak merupakan kata kunci untuk mempercepat pembangunan sarana telekomunikasi di daerah 3T. Apalagi, kata dia, pihaknya seringkali harus menghadapi sejumlah tantangan di lapangan.

“Infrastruktur pendukung, seperti akses menuju menara, serta kondisi geografis, sosial hingga budaya di daerah itu menjadi tantangan yang harus kami hadapi. Makanya, koordinasi dengan pemda, perangkat desa dan masyarakat tantangan itu bisa dilalui,” kata dia.

Sementara itu, Camat Cengal Herkules mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah TBIG yang telah mendirikan menara telekomunikasi di sejumlah desa di kecamatan itu.

“Kami senang karena sudah ada sebagian desa di Cengal yang dapat sinyal telekomunikasi, meski juga masih ada titik blank spot,” katanya.

Sama halnya dengan Desa Sungai Ceper, perdesaan di Kecamatan Cengal juga minim akses infrastruktur. 

Tak heran ada beberapa desa yang malah belum menikmati listrik dari PLN. Ketersediaan jaringan telekomunikasi setidaknya bisa membantu aktivitas masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dinda Wulandari
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper