Bisnis.com, PADANG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatra Barat mengungkapkan bahwa kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah di Sumbar mengalami kontraksi, di mana total aset menurun sebesar 16,08 persen (yoy).
Kepala OJK Sumbar Misran Pasaribu mengatakan penyebab terjadinya penurunan total aset di BPR/BPRS itu karena dana pihak ketiga (DPR) juga mengalami penurunan yakni -19,94 persen.
"Hal ini dikarenakan memang nasabah di BPR/BPRS ini adalah masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga sulitnya ekonomi membuat nasabah mereka harus menarik uang dari tabungan," kata Misran yang dikutip dari materi Kondisi Sektor Jasa Keuangan di Provinsi Sumatra Barat 2020 dan Outlook Perekonomian Provinsi Sumatra Barat 2021, Senin (13/12/2020).
Untuk penyaluran kredit di BPR/BPRS di Sumbar tercatat mengalami peningkatan baik secara yoy maupun ytd, seperti di posisi Oktober 2020 ada sebesar 9,5 persen, dan bahkan berada di atas nasional yakni 8,08 persen.
Misran menyebutkan saat ini jumlah BPR/BPRS di Sumbar ada sebanyak 94 unit dan hal itu merupakan jumlah terbanyak bila dibandingkan dengan provinsi di luar Jawa dan Bali.
Akan tetapi sangat disayangkan bahwa jumlah BPR/BPRS yang banyak itu tidak didukung oleh permodalan yang kuat. Saat ini rata-rata permodalan di BPR/BPRS di Sumbar masih di bawah Rp6 miliar.
Dengan demikian, membuat kondisi kinerja BPR/BPRS jadi tidak stabil. Serta kondisi itu diperparah dengan dampak dari pandemi Covid-19.
Baca Juga : Pertamina Setor PAD Sumbar Rp341,9 Miliar |
---|
"Modal yang masih dan diperparah adanya dampak pandemi ini. Makanya kondisi BPR/BPRS di Sumbar hingga Oktober 2020 belum begitu baik," ungkap Misran.
Misran menyatakan untuk menjalankan sebuah BPR/BPRS itu soal permodalan sangat menentukan. Intinya permodalan harus kuat, sehingga barulah bisa berjalan secara optimal.
Pasalnya, nasabah yang dihadapi oleh BPR/BPRS itu adalah masyarakat yang ekonomi menengah ke bawah. Artinya soal ekonomi dari masyarakat yang tidak menentukan, sehingga penarikan dana dari nasabah bisa terjadi kapan saja.
"Caranya biar aman, BPR/BPRS harus memperkuat permodalan," tegasnya.