Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Gabah di Sumbar Turun, Tapi Masih di Atas HET

Harga gabah di tingkat petani di Provinsi Sumatra Barat tercatat mengalami penurunan sebesar 1,34 persen dari Rp5.290,96 per kg pada Oktober 2020 menjadi Rp5.220,14 per kg pada November 2020.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, PADANG - Harga gabah di tingkat petani di Provinsi Sumatra Barat tercatat mengalami penurunan sebesar 1,34 persen dari Rp5.290,96 per kg pada Oktober 2020 menjadi Rp5.220,14 per kg pada November 2020.

Sementara itu harga gabah di tingkat penggilingan mengalami penurunan sebesar 1,44 persen dari Rp5.409,10 per kg pada Oktober 2020 menjadi Rp5.331,22 per kg pada November 2020.

Berdasarkan data yang rilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumbar kondisi harga gabah yang turun ini diperoleh dari survei harga produsen gabah yang berasal dari 126 observasi pada tujuh kabupaten di Sumbar yaitu Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Padang Pariaman, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, dan Pasaman.

"Jadi pada pemantauan BPS di bulan November 2020 tidak ditemukan harga gabah di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Artinya meski harga gabah turun, tapi bila diukur dengan harga eceran tertinggi (HET) pemerintah masih di atas HET, bukan malah di bawah HET," ujar Kepala BPS Sumbar Pitono yang dikutip dari penyampaian rilis secara virtual di Padang, Selasa (1/12/2020).

Dia menjelaskan berdasarkan Permendag No. 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras telah ditetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang baru yang berlaku sejak tanggal 19 Oktober 2020, yaitu untuk gabah kualitas GKP sebesar Rp4.200,00 per kg di tingkat petani dan Rp4.250,00 per kg di tingkat penggilingan.

Sedangkan HPP untuk gabah kualitas Gabah Kering Panen (GKG) sebesar Rp5.250,00 per kg di tingkat penggilingan. Sehingga pada pemantauan bulan November 2020 tidak ditemukan kasus harga gabah yang berada dibawah HPP, namun masih di atas HPP.

Pitono menyebutkan komposisi jumlah observasi dari 126 transaksi harga gabah di tujuh kabupaten di Sumbar selama November 2020 itu, didominasi oleh kualitas GKP sebesar 96,82 persen dan 3,18 persen oleh Gabah Kualitas Rendah (GKR).

"Untuk di tingkat petani, harga gabah tertinggi berasal dari gabah kualitas GKR varietas Cisokan yaitu sebesar Rp6.167,00 per kg
yang terjadi di Kabupaten Solok," jelasnya.

Sedangkan harga terendah berasal dari gabah kualitas GKP varietas Lokal Pasaman, yaitu senilai Rp4.200,00 per kg, terjadi di Kabupaten Pasaman.

Pada bulan November 2020 rata-rata harga gabah kualitas GKP di tingkat petani mengalami penurunan sebesar 1,34 persen dari Rp5.290,96 per kg pada Oktober 2020 menjadi Rp5.220,14 per kg pada November 2020, dan di tingkat penggilingan mengalami penurunan sebesar 1,44 persen dari Rp5.409,10 per kg pada Oktober 2020 menjadi Rp5.331,22 per kg pada November 2020.

Sementara untuk harga gabah kualitas GKP terendah pada November 2020 di tingkat petani dijumpai di Kabupaten Pasaman, yaitu sebesar Rp4.200,00 per kg, sedangkan harga terendah di tingkat penggilingan juga di Kabupaten Pasaman, yaitu Rp4.300,00 per kg.

Sementara harga tertinggi di tingkat petani terjadi di Kabupaten Solok, yaitu sebesar Rp6.154,00 per kg. Sedangkan harga tertinggi di tingkat penggilingan juga terjadi di Kabupaten Solok yaitu sebesar Rp6.374,00 per kg.

Harga di Atas HET

Pemprov Sumbar melalui Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar menyebutkan untuk harga gabah ataupun beras, Sumbar memang tidak terikat dengan ketentuan HET yang telah ditetapkan oleh Kemendag tersebut.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Syafrizal mengatakan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur dan setelah adanya Permendag No. 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras telah ditetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) itu, memang Sumbar tidak terikat.

"Ada sekitar 14 jenis beras khusus varietas lokal Sumbar yang dilepas Kementerian Pertanian tidak harus mengikuti HET pemerintah dan lalu diperkuat adanya SK Gubernur," katanya.

Tentang jenis beras bebas HET itu juga diperkuat dengan Keputusan Gubernur Sumbar Nomor 521.1-346-2018 tentang Penetapan Beras Khusus dengan Persyaratan Jenis Beras Indikasi Geografis (IG) untuk varietas lokal Sumbar pada 30 April 2018 lalu.

Dimana beras itu masing-masing 13 jenis beras khusus varietas lokal ditambah satu jenis beras IG. Beras itu masing-masing beras anak daro dari Kota Solok, saganggam panuah dari Padang Panjang dan beras gadang rumpun dari Sawahlunto.

Lalu beras Kuriak Kusuik dan beras ampek angkek dari Kabupaten Agam, beras Junjuang dari Limapuluh Kota, beras ceredek merah, beras siarang dan beras harum dari Kabupaten Solok.

Kemudian beras sigudang yang merupakan jenis padi gogo dari Pasaman Barat, beras Bawaan dari Pesisir Selatan, beras lampai kuning dari Sijunjung, dan beras bujang merantau.

Serta yang terakhir beras Solok yang telah didaftarkan sebagai IG ke Kementerian Hukum dan HAM.

"Tujuan adanya hal itu, harga beras di Sumbar pun dapat dilindungi hukum meski di atas HET pemerintah," ujar pria yang akran disapa Jejeng ini.

Bulog Sulit Beli Gabah Petani

Rendahnya HET pemerintah ini, Badan Urusan Logistik (Bulog) pun alami kendala untuk menyerap gabah di tingkat petani. Hal ini dikarenakan harga gabah yang ditentukan pemerintah lebih murah ketimbang harga di tingkat petani, akibatnya petani enggan jual ke Bulog.

Kepala Bulog Wilayah Sumbar Tommy Despalingga menjelaskan besaran HPP yang ditetapkan dalam Permendag No.24/2020 yaitu untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 4.200 per kilogram dan di tingkat penggilingan sebesar Rp4.250 per kilogram.

Lalu untuk gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp5.250 per kilogram dan di gudang Bulog sebesar Rp5.300 per kilogram, serta beras di gudang Perum Bulog Rp8.300 per kilogram.

Sementara harga di tingkat petani Sumbar bisa dikatakan terendah itu Rp5.800 per kilogram hingga Rp6.000 per kilogram. Akibatnya petani menolak untuk dijual gabahnya ke Bulog karena dinilai harga dari Bulog terlalu murah.

"Bagi kita di Bulog tidak mempersoalkan itu karena jika ada harga yang lebih baik dari harga yang diberikan Bulog sah-sah saja jika petani penjualnya ke pihak lain. Semua itu demi kesejahteraan petani juga," ujar dia.

Tommy menyampaikan di Sumbar sebagian besar jenis padi yang ditanam adalah IR 42 dan jenis itu harga gabahnya cukup tinggi, bahkan hingga Rp8.000 hingga Rp9.000 per kilogram. Padahal HPP yang tertuang dalam Permendag tidak sampai Rp5.000 per kilogram.

Menurutnya meski ada persoalan ketidakcocokan harga, Bulog tidak tinggal diam. Bulog selalu memantau harga seluruh kawasan pertanian di Sumbar dari waktu ke waktu.

Bila terjadi kondisi gabah yang anjlok di tingkat petani atau malah ditawari lebih murah dari HPP oleh pihak lain, maka Bulog akan masuk menampung hasil panen yang ada di Sumbar. (k56)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Noli Hendra
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper