Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hilirisasi Karet: Musi Banyuasin Mulai Produksi Aspal Lateks

Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, mulai mengoperasikan pabrik aspal karet lateks sebagai wujud hilirisasi karet yang dihasilkan petani setempat.
Petugas Dinas PU Muba menggelar aspal karet di Desa Muara Teladan, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Muba, yang diproduksi secara mandiri./Bisnis-Dinda Wulandari
Petugas Dinas PU Muba menggelar aspal karet di Desa Muara Teladan, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Muba, yang diproduksi secara mandiri./Bisnis-Dinda Wulandari

Bisnis.com, MUSI BANYUASIN - Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, mulai mengoperasikan pabrik aspal karet lateks sebagai wujud hilirisasi karet yang dihasilkan petani setempat.

Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex mengatakan pabrik aspal yang dibangun pemkab tersebut mampu menyerap 20.000 ton lateks pekat produksi petani Muba.

“Sebagai sentra karet di Sumsel akhirnya Muba dapat memproduksi aspal karet secara mandiri yang akan digunakan untuk pembangunan jalan-jalan di kabupaten, juga memberikan nilai tambah buat petani karet,” katanya saat peresmian instalasi pengolahan aspal karet di Desa Keluang, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Muba, Senin (26/10/2020).

Dodi menjelaskan pabrik tersebut mampu menampung lateks produksi petani sebanyak 4 ton—5 ton per hari. Lateks pekat terpravulkanisasi tersebut disuplai oleh Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB) Cipta Praja yang beranggotakan sebanyak 510 petani karet. 

Untuk tahap awal, Pemkab Muba menggelar aspal karet di Desa Muara Teladan, Kecamatan Sekayu, sepanjang 1,45 kilometer.

Dia menerangkan pemkab telah menggelontorkan dana sekitar Rp20 miliar untuk investasi pabrik aspal karet. Alokasi tersebut bersumber dari Dana Insentif Daerah (DID) yang digunakan untuk penyediaan perangkat pengolahan aspal lateks, salah satunya mesin sentrifuge dan blending tank

Menurutnya, secara teknis pemakaian aspal karet lebih awet ketimbang aspal hotmix biasa dengan rentang usia pemeliharaan 2 kali lebih panjang. Meskipun secara biaya cenderung lebih mahal. 

“Aspal karet ini memiliki tingkat kelenturan lebih bagus apalagi untuk jalan yang berada di atas lahan rawa seperti di Sumsel,” katanya.

Dodi mengatakan pabrik aspal karet mendorong ekonomi kerakyatan lantaran memberikan margin bagi petani yang menjual lateks pekat ketimbang bokar. Pasalnya, harga lateks yang dibeli pemerintah untuk bahan baku aspal tersebut jauh lebih tinggi ketimbang harga bokar.

“Kami membeli lateks petani ini sekitar Rp20.000 per kilogram tentu ini menguntungkan apalagi di saat harga karet jatuh yang bisa di bawah Rp10.000 per kg. Inilah bentuk subsidi pemerintah yang bisa buat ekonomi rakyat bergerak,” jelasnya.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Musi Banyuasin, Iskandar, menambahkan Pemkab Muba menargetkan bakal menggunakan aspal karet untuk jalan sepanjang 30 kilometer – 40 kilometer pada tahun 2021.

“Kami sudah menyiapkan dana sekitar Rp50 miliar – Rp100 miliar dari APBD 2021 untuk penggunaan aspal karet buat jalan di Muba,” katanya.

Dia melanjutkan untuk menambah keterlibatan petani dalam memproduksi lateks, Pemkab juga berencana menambah 2 unit mesin sentrifuge pada tahun depan. Mesin pemisah lateks tersebut akan ditempatkan di Kecamatan Sekayu dan Babat Toman. 

Menurut dia, saat ini terdapat 16.200 kepala keluarga (KK) petani yang tergabung di 88 UPPB. Belasan ribu petani tersebut bakal dibina untuk menjadi agen perubahan perilaku dan kualitas bokar ke lateks. 

“Petani tersebut lah yang menyuplai lateks ke UPPB untuk diolah menjadi lateks pekat. Jika semua petani bisa beralih kami yakin kesejahteraannya akan lebih baik,” ujarnya.

Apalagi, kata Iskandar, lateks pekat tidak hanya bisa diolah menjadi bahan campuran aspal melainkan produk turunan lainnya, mulai dari sarung tangan hingga katup tabung gas elpiji.

Sementara itu Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian, mengatakan petani karet lebih untung menjual lateks pekat ketimbang jual bokar.

Dia menjelaskan asumsi marjin tersebut berasal dari nilai lateks kebun atau lateks cair dengan kadar kering karet (KKK) 30% sebesar Rp.6000 per liter. 

Untuk menjual lateks pekat 1 liter modal yang dikeluarkan petani senilai Rp13.000 sampai Rp13.500 per liter. Sementara harga jual senilai Rp20.000 per liter.

“Ada selisih keuntungan yang didapat petani sekitar Rp6.500—Rp7.000 per liter dibandingkan jual bokar. Ini tentu akan menarik petani mengubah perilaku dari jual bokar beralih ke lateks,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dinda Wulandari
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper