Bisnis.com, PALEMBANG – Pemprov Sumatra Selatan tetap berkomitmen menurunkan angka stunting pada anak yang ditargetkan menjadi 14 persen, meski anggaran di Dinas Kesehatan telah direalokasi dan di-refocussing untuk penanganan Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Lesty Nuraini mengatakan pihaknya tetap fokus menurunkan angka stunting yang kini masih bertengger di 31 persen.
“Gubernur dan pemda sepakat untuk menurunkan angka stunting, jangan sampai ada yang gizi buruk di Sumsel. Memang dana sebagian saat ini untuk penanganan Covid-19, namun masih ada untuk kegiatan lainnya, termasuk pemberian makanan tambahan,” jelas Lesty saat Webinar Lindungi Anak Indonesia dari Stunting, Senin (22/6/2020).
Lesty mengatakan kekurangan gizi dapat menyebabkan penurunan pada kekebalan anak, padahal sekarang anak-anak membutuhkan kekebalan tinggi untuk menangkal virus Corona.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi mengatakan penurunan stunting dan penanggulangan gizi buruk tidak mencapai target secara nasional.
“Dampak refocussing anggaran Covid-19 sehingga dapat membuat berkurangnya dana untuk penanganan stunting,” katanya.
Baca Juga
Menurut dia, Komisi IX telah menyetujui alokasi anggaran senilai Rp360 miliar untuk penguatan intervensi paket gizi, serta alokasi dana transfer daerah untuk penanganan stunting yang mencapai Rp92,5 miliar.
Adapun alokasi anggaran untuk penanganan kesehatan tahun ini tercatat sebanyak Rp132,2 triliun. Angka itu naik dari alokasi anggaran tahun lalu yang senilai Rp123,1 triliun.
Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat menambahkan penyebab stunting salah satunya adalah kurangnya pengetahuan terkait dengan konsumsi atau asupan gizi bagi balita.
“Contohnya kebiasaan memberikan susu kental manis (SKM) pada balita padahal kandungan gula di SKM itu bisa sampai 50 persen, sangat tinggi dan ini bisa berdampak negatif pada gizi mereka,” katanya.
Bahkan, dia mengemukakan, pihaknya telah melakukan survei di tiga provinsi, yakni Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara terkait dengan kebiasaan konsumsi SKM bagi balita, di mana dari 2.700 responden ibu dan balita yang terlibat survei tersebut, hasilnya menunjukkan sebanyak 37 persen responden masih SKM atau krimel kental manis merupakan susu.
“Dengan kata lain 1 dari 3 ibu di provinsi itu beranggapan kental manis adalah minuman susu yang menyehatkan, padahal produk itu adalah gula yang beraroma susu,” katanya.