Bisnis.com, JAKARTA - PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V menyatakan akan melakukan penawaran perdana umum (initial public offering/IPO) pada kuartal III/2020. Oleh karena itu, perseroan sedang menyusun aplikasi untuk dapat mengikuti jejak performa perseroan melalui gawai.
CEO PTPN V Jatmiko K. Santosa mengatakan pihaknya mengucurkan dana sekitar US$2 juta untuk pembuatan aplikasi tersebut. Adapun, perseroan juga merogoh sekitar Rp2,2 miliar pesawat nirawak dengan dua buah kamera untuk mendata seluruh lahan perseroan seluas 92.000 hektare.
"Saya punya target, setelah IPO dalam waktu dekat bisa right issue. Artinya dana yang saya dapatkan harus ada dampaknya dalam setahun [setelah IPO]. Kami sedang kaji dengan pemegang saham [strategi yang terbaik]," katanya, Senin (17/2/2020).
Jatmiko menargetkan dana segar yang didapatkan dari IPO tersebut senilai Rp1,5 triliun. Menurutnya, perseroan akan menggunakan sekitar Rp300 miliar sebagai belanja modal, sedangkan selebihnya akan digunakan untuk strategi meningkatkan kinerja perseroan secara signifikan dalam 1 tahun.
Jatmiko berujar sampai saat ini ada tiga pilihan yang dikemukakan dengan pertemuan dengan pemegang saham dalam menggunakan dana IPO tersebut. Ketiga pilihan tersebut adalah ekspansi lahan, pembelian kebun dari grup PTPN, dan pembelian kebun plasma.
Di samping itu, Jatmiko menyatakan perseroan juga dapat membeli sebagian saham dari PTPN produsen sawit lainnya. Pasalnya, ujarnya, PTPN V dicanangkan sebagai sub-holding sawit oleh pemegang saham.
Baca Juga
Jatmiko menyampaikan hal tersebut dilakukan lantaran dampak yang dihasilkan oleh proyek hijau membutuhkan waktu lama. Jatmiko mengemukakan pihaknya akan mengalokasikan sekitar 50 persen dari dana right issue untuk proyek hijau.
Untuk meningkatkan kinerja perseroan menuju IPO, Jatmiko menyatakan PTPN V tengah melalui sejumlah transformasi. Jatmiko memaparkan salah satu strategi yang diterpakan adalah mendapatkan sertifikasi Internastional Sustainability & Carbon Sertification (ISCC) pada seluruh kebun perseroan.
Jatmiko mendata saat ini baru sekitar 40 persen dari luas kebun perseroan yang telah mendapatkan ISCC. Sementara itu, lanjutnya, perseroan akan berusaha mencapai level 100 persen hingga akhir tahun ini.
Jatmiko menghitung pemilikan sertifikat tersebut akan menjadikan harga CPO perseroan naik sekitar 10 - 15 persen dari harga CPO perseroan saat ini. Selain itu, tambahnya, perseroan juga akan mengolah limbah hasil pengolahan tandan buah segar (tbs) menjadi bahan bakar dan pupuk.
"Dua pabrik kami dari [memanfaatkan] limbah jadi listrik [dan menggunakannya]. [Langkah] berikutnya akan dijadikan gas dan langsung dibakar," ujarnya.
Jatmiko mengatakan hal tersebut membuat perseroan dapat menjual cangkang dan fiber kelapa sawit yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar. Adapun, Jatmiko mengkalkulasikan CPO dari penggunaan limbah cair sebagai pupuk membuat harga CPO lebih tinggi sektiar US$15 - US$20/ton lebih mahal.
Namun demikian, Jatmiko menyatakan belu semua pohon menggunakan pupuk dari limbah cair tersebut. "Saya arahkan supaya kami punya CPO organik lah. Nanti [semua pohon] pakai itu [limbah cair sebagai pupuk] semua."
Berdasarkan catatan PTPN V, perseroan pada tahun lalu memproduksi 1,4 juta ton kelapa sawit dengan tingkat produktivitas 23,06 ton/hektare. Produktivitas tersebut lebih tinggi 5,1 persen dari realisasi tahun sebelumnya yakni 21,94 ton/hektare.