Bisnis.com, BANDA ACEH – Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh mengabulkan gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh terkait penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan Gubernur Aceh kepada PT. Kamirzu untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur I.
Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur menyebutkan, putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim PTUN Banda Aceh hari ini membantu menjaga lingkungan yang sehat.
"Kita mengapresiasi putusan ini. Ini seperti barang langka dalam aspek lingkungan hidup," kata Muhammad Nur usai mendengar putusan hakim di Banda Aceh, Rabu (28/8/2019).
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Banda Aceh mengabulkan gugatan Walhi Aceh untuk seluruhnya. Walhi berterima kasih kepada majelis hakim yang teliti melihat perkara tersebut dari berbagi aspek.
Ketua Tim Pengacara Walhi Aceh Muhammad Reza Maulana mengatakan, dalam pertimbangan majelis hakim, IPPKH No. 522.51/DPMPTSP/1499/2017 yang diterbitkan Gubernur Aceh yang dihubungkan dengan UUPA Pasal 156, 165 dan 150, UU Kehutanan dan aturan pelaksanaanya, menyatakan gubernur hanya berwenang menerbitkan IPPKH untuk luasan paling banyak 5 hektare dan bersifat non-komersial.
Sedangkan fakta hukumnya, IPPKH yang diterbitkan Gubernur Aceh kepada PT. Kamirzu diterbitkan dengan luasan 4.407 hektare sehingga majelis hakim menyatakan Gubernur Aceh tidak berwenang menerbitkan IPPKH.
Baca Juga
"Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga sampaikan, penerbitan izin di dalam Kawasan Ekosistem Leuser juga bertentangan dengan Pasal 150 UU Pemerintahan Aceh," ujar Reza.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan batal dan/atau tidak sah keputusan Gubernur Aceh No. 522.51/DPMPTSP/1499/2017, tanggal 09 Juni 2017 tentang pemberian IPPKH dalam rangka pembangunan PLTA Tampur-I seluas sekitar 4.407 hektar atas nama PT. Kamirzu di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.
Untuk diketahui, PT. Kamirzu ingin membangun PLTA Tampur I dengan potensi energi mencapai 443 megawatt. Namun, pembangunan tersebut mendapat pertentangan beberapa pihak karena dianggap berada di Kawasan Ekosistem Leuser dan berada di zona patahan aktif gempa Sumatera.(K33)